Saturday, August 31, 2019

Ayo Tonton Gundala!

Jalan-jalan di dalam kota pun bisa jadi jalan-jalan produktif, mengapa bisa? Sebentar akan dijelaskan secara padat, singkat, jelas, dan inspiratif. Begini ceritanya, ketika sebuah keluarga adalah keluarga pekerja, suami bekerja, istri bekerja, anak sekolah, maka hampir dapat dipastikan waktu untuk bertemu, sangat terbatas. Maka kalau kondisi kita seperti ini sudah seharusnya kita menjadwalkan waktu berkualitas bersama keluarga, entah di akhir pekan atau di waktu lain, agar komunikasi dan penyegaran suasana dalam keluarga terus terbangun.

Jalan-jalan ke Mall juga menjadi opsi yang bisa dilakukan agar waktu berkualitas bersama keluarga semakin berkualitas. Bagi yang berada di Kota Makassar bisa berjalan-jalan ke Mall Panakukang. Dari Jalan Andi Pangeran Pettarani bisa langsung berbelok ke Jalan Boulevard atau Jalan Pengayoman, hampir di ujung kedua jalan ini, kita akan melihat Pusat Perbelanjaan yang sangat besar, bahkan gedungnya bersambung-sambung ke Hotel Myko dan Swiss-Bell In, wajar saja, Mall terbesar di Kota Makassar saat ini adalah Mall Panakukang. Sangat ramai dengan barang-barang Brand terkenal dan terkemuka. Begitu pula tempat makan yang ada di dalamnya, ada pula aula besar yang disewakan sebagai tempat acara.

Mall ini juga menyediakan beberapa bioskop yang berkualitas, nonton bersama keluarga, ini juga jadi opsi yang sangat baik untuk menambah keceriaan, kehangatan, dan keakraban bersama keluarga. Saat sedang melintas, ada poster yang menarik, yaitu poster film Gundala. Ya, Pahlawan fiksi buatan Indonesia. Mungkin engkau sering menyaksikan serial super hero produksi Marvel Cinematic Universe seperti Captain America, Thor, Iron Man, Hulk, Ant Man, dan serial yang menggabungkan hampir semua super hero tersebut, yaitu The Avenger. Serial super hero dari luar negeri tersebut sangat banyak penggemarnya di seluruh dunia, dari anak-anak sampai usia dewasa.



Hari ini Gundala tampil sebagai super hero, Pahlawan dari Indonesia. Yang sempat penulis dengarkan nama panjangnya adalah Gundala Putra Petir. Sangat layak untuk kita saksikan dan mengambil pelajaran di dalamnya, seperti apakah jalan cerita film Gundala tersebut? Penulis pun belum sempat menyaksikannya hingga hari ini. Film Gundala sudah tayang sejak 29 Agustus 2019 di bioskop kesayangan anda, meskipun pahlawan fiktif, semoga tidak mengurangi minat anda untuk menghargai dan mengapresiasi karya anak bangsa.

Sebagai Bangsa Indonesia, kita pun harus bangga dengan ke-Indonesiaan kita. Ciri khas yang berbeda dengan negara-negara lain. Ratusan suku dan ribuan pulau membuang egonya, untuk bersama-sama bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, negeri yang kata seorang penulis, sepenggal firdaus di muka bumi. Gundala hadir dengan keindonesiaannya yang harus segera kita tonton, sambil mengambil inspirasi dari kisahnya. Jalan-jalan ke Mall, ternyata bisa menjadi jalan-jalan produktif juga ya? Ayo tonton Gundala sebagai wujud apresiasi kita terhadap karya anak bangsa! Ayo tonton Gundala sebagai wujud rasa cinta kita kepada bangsa kita, Bangsa Indonesia!

Oleh : Mohamad Khaidir


Pemandangan Legendaris itu Nyata!

Bel berdering kencang di sebuah Sekolah sederhana, berdering keras dan panjang menandakan jam masuk Murid-murid di Sekolah tersebut. Saat masuk di kelas, pelajarannya adalah pelajaran seni, pelajaran yang paling di gemari anak Kelas 1 SD! Dan pada saat itu juga pelajarannya adalah menggambar. Murid-murid bersorak kegirangan, tapi apa yang hendak di gambar? Maka sang pengajar seni mengambil kapur putihnya, bersiap menggambar di papan hitam, blackboard legendaris bagi Gen-X.

Celoteh murid-murid mulai ramai berkomentar soal apa yang di gambar. Tapi sang penggambar tak memedulikan kericuhan tersebut, ia terus menggambar dan menggambar hingga selesai. Yang terlihat di papan hitam adalah gunung, matahari, sawah, jalanan, dan rumah-rumah kecil di tengah sawah. Wooow, ini adalah gambar legendaris yang sebagian besar dari kita pasti mengingatnya! Tanpa banyak berceloteh sang penggambar langsung memerintahkan murid-murid untuk menggambarnya di buku gambar mereka, bahkan sampai saat ini masih teringat di benak gambar legendaris, gambar yang pernah ada dan populer di masa kecil kami.

Tadi adalah kisah nyata yang terjadi sekitar 21-22 Tahun yang lalu, kisah tentang gambar legendaris yang terkenal. Dalam benak, apakah benar-benar ada pemandangan semacam itu? Gunung, matahari, sawah, jalanan, rumah ditengah sawah, bahkan gambar ini menjadi semacam dasar bagi anak-anak SD zaman dulu untuk memulai melukis atau menggambar gambar alam. Sekalipun banyak variasi yang tercipta, tetap saja dasarnya adalah gunung, matahari, sawah, jalanan, dan rumah kecil ditengah sawah. Apakah benar ada kondisi alam semacam itu? Ternyata benar adanya.

Kota Makassar sedang menghadapi musim panas, aktivitas perkotaan berjalan sebagaimana biasanya. Untuk mendapatkan dan melihat citra dari gambar masa kecil, gambar legendaris itu, tak terlalu jauh dan tak terlalu lama menuju ke sana dari jalan poros Kota Makassar. Cukup masuk saja ke Jalan Hertasning, lurus mengikuti jalan poros sampai di gerbang perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Ya! Pemandangan legendaris itu terletak di Kabupaten Gowa!


Masuk di Jalan Tun Abdul Razak, lurus saja arahnya, sampai anda akan menemukan Masjid Muhammad Cheng Hoo di sebelah kanan jalan, artinya bundaran Samata Kabupaten Gowa sudah dekat. Begitu mendapati bundaran Samata, anda terus saja, lurus melewati Kampus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Lurus saja di jalan poros sampai anda menemukan penanda jalan disebelah kiri bertuliskan "LPPPK KPTK Gowa". Belok kiri setelah penanda jalan tersebut, anda cukup mengikuti jalan poros yang ada, perempatan pertama yang anda dapati langsung saja belok kanan. Anda akan menemukan beberapa perumahan, lalu setelah itu ada jembatan kecil dan sungai. Ikuti saja jalan poros tersebut sampai sekitar 5 menit anda akan menyaksikan keindahan ciptaan Tuhan, pemandangan alam yang legendaris itu benar-benar ada! Letaknya di Pattalasang Kabupaten Gowa. Bagi anda yang ingin menyaksikan pemandangan tersebut, mari berjalan-jalan dan menikmati pemandangan tersebut di Pattalasang Kabupaten Gowa. Ayo ke Gowa! Ayo ke Sulsel!




Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 29, 2019

Begini Indahnya Pantai Bintang Galesong Takalar!



Langit cerah, warnanya juga biru cerah, tampak sedikit awan putih menggantung, membuat biru dan putih mendominasi hari itu. Pengantin baru sedang mencari-cari tempat berbulan madu yang ideal, di hari yang cerah seperti ini, dimanakah tempat yang bagus? Di pegunungan? Di Hotel? Di Pantai? Saat sedang berbincang-bincang ringan, muncul ide berlibur ke Pantai Bintang Galesong Kabupaten Takalar. Kata teman-teman, tempatnya bagus dan tak terlalu jauh dari Makassar.

Maka hari itu juga di putuskan untuk berlibur ke Pantai Bintang Galesong Takalar. Pagi-pagi sekali kendaraan sudah di panaskan dan bersiap menuju Takalar. Kendaraan sudah melaju di jalan poros, Jalan Sultan Alauddin Makassar. Di jalan ini ada Kampus Universitas Muhammadiyah Makassar, Gedung  Universitas Islam Negeri Alauddin Training Centre Makassar, ada Dinas Perpustakaan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dan pusat-pusat perbelanjaan yang mendukung aktivitas sehari-hari masyarakat. Jalan poros inilah yang menghubungkan Kota Makassar dan Kota Gowa Sulawesi Selatan. Dari Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar, lurus saja dan kita akan memasuki Jalan Sultan Hasanuddin Kota Gowa. Fakta sejarah juga menjelaskan bahwa Sultan Hasanuddin adalah keturunan dari Sultan Alauddin.

Jalan Sultan Hassanuddin Kota Gowa adalah jalan poros yang penuh dengan toko-toko, kios-kios, dan beberapa instansi Pemerintah. Untuk menuju Takalar kita lurus saja mengikuti jalan poros, dan melewati 4 perempatan dengan lampu lalu lintas sebelum masuk ke Jembatan Kembar Gowa, jembatan ikonik atau ciri khas Kabupaten Gowa, jembatan kebanggaan masyarakat Gowa yang menghubungkan dan mempermudah berbagai macam urusan masyarakat. Sesudah jembatan kembar, kedua pengantin baru tadi tak ada yang tahu jalan sebenarnya menuju Pantai Bintang Galesong Takalar. Sekarang adalah eranya informasi, eranya komunikasi, eranya revolusi industri, jadi alangkah malangnya bila kita tak segera belajar menggunakan teknologi sebagai sarana. Maka, cukup ketik "Pantai Bintang Galesong" saja di google maps, maka kita akan ditunjukkan jalan menuju tempat tersebut.



Mobil putih melaju kencang melewati jalan poros Gowa, belok kanan sesudah melewati terminal lama, begitu petunjuk berdasarkan google maps. Setelah belok kanan kita akan melintasi jalan yang lumayan sempit, hanya cukup 2 Mobil berbadan besar saja yang bisa melintas, pas-pasan. Sebenarnya ada jalan alternatif lain yang cukup mudah, yaitu lewat Barombong, bisa belok dari arah Panciro Kabupaten Gowa, bisa pula dari arah Tanjung Bunga Kota Makassar. Hanya saja pada saat itu, kedua pengantin baru ini adalah orang baru dalam hal menjelajah, jadi hanya mengandalkan google maps saja. 



Sekitar 7 Kilometer di jalanan sempit, kita akan sampai di pertigaan, belok kiri di pertigaab tersebut dan kita akan langsung memasuki Galesong Kabupaten Takalar. Lurus saja sepanjang jalan poros, nanti kita akan menemukan papan nama yang cukup besar bertuliskan Pantai Bintang Galesong. Cukup mengikuti petunjuk jalan saja, boleh pula dengan bertanya kepada warga, seamatir apapun kamu di dunia travel pasti mudah dan gampang untuk menemukannya. Pantai ini sangat indah, dan membentuk sudut yanng keren, sehingga kita bisa menyaksikan angin laut yang bertemu di sudut pantai, akibatnya ombak lumayan keras dan kencang. Tersedia pula penginapan, bagi yang ingin berbulan madu tempat ini sangat cocok. Tersedia pula kafetaria, kolam renang anak-anak, kolam renang dewasa, penyewaan ATV, pondok kecil khas pantai, fasilitas banana boat, dan taman yang keren untul berfoto ria. Bagi kamu yang membaca tulisan ini, Tunggu apa lagi! Ayo ke Takalar! Ayo ke Sulsel!



Oleh : Mohamad Khaidir

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (8)

Kota Palu adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, sering juga disebut Bumi Tadulako. Itu juga salah satu alasan mengapa tulisan ini berjudul Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako. Gempa bumi 7,4 Skala Richter merupakan bencana yang menyebabkan duka dan trauma bagi masyarakat setempat. Pengakuan dari warga ketika gempa terjadi, berdiri saja sulit apalagi berjalan, berdampak secara fisik maupun psikis. Tak lama setelah gempa, menyusup pula tsunami yang meluluh lantahkan Pantai Talise, Pantai Silae, Anjungan Nusantara, dan beberapa titik di Pantai Donggala. Hampir bersamaan dengan liquifaksi yang terjadi di Balaroa Palu Barat, Petobo Palu Selatan, dan Desa Jono Oge Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Tulisan ini tak hendak menyajikan data-data korban ataupun data kerusakan, tetapi lebih kepada menceritakan kembali dari sudut pandang kemanusiaan, kepedulian, dan betapa pentingnya kita berjalan-jalan ke tempat ini.

Mobil truk yang kami tumpangi melaju menuju pusat Kota Palu, menurunkan beras terlebih dahulu sesuai amanah donatur, lalu meneruskan perjalanan menuju posko bencana di dekat Bandara Mutiara SIS Al-Jufri. Banyak tenda-tenda berdiri, hunian sementara para korban bencana. Langit begitu cerah, birunya sangat jelas dan terang benderang, hawa terasa panas, mengingat Kota Palu adalah daerah yang dilintasi garis khatulistiwa. Sebentar lagi serial ini alan berakhir, tetapi mari kita mengambil inspiraso sebanyak-banyaknya. Posko bencana kami adalah posko gabungan, rupanya Pemerintah Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan juga berposko di tempat yang sama. Bahkan penulis sempat bertemu dengan Bupati Enrekang yang menjabat saat itu. Ratusan mobil dari Enrekang juga mendarat menuju Kota Palu dengan semangat kemanusiaan, kepedulian, dan berbagi.

Pengalaman yang tak kalah menariknya addalah ketika Relawan dari Inggris, Jerman, dan Malaysia juga membersamai kami di posko. Bersama-sama mengatur logistik untuk di salurkan, bersama-sama melakukan asesmen, bersama-sama bekerja sama dalam misi kemanusiaan. Menyalurkan bantuan di beberapa titik pengungsian, panti asuhan, berbagi sarapan dan makan siang di camp pengungsian, sungguh menggugah hati ini, betapa hari ini kita beruntung dalam kesehatan dan keamanan. Bertemu dengan relawan gabungan, bertemu dengan orang-orang yang baik, bertemu dengan orang-orang dengan kesabaran yang luar biasa, bertemu dengan orang-orang dengan semangat yang luar biasa untuk bekerja dan bangkit kembali! Sungguh misi kemanusiaan kali ini benar adalah jalan-jalan produktif.

Menemukan inspirasi, menemukan pelajaran, lalu mengolahnya menjadi sesuatu yang dapat dibagikan, disebarkan, dibaca oleh banyak orang, anggaplah ini adalah upaya kecil kami sebagai manusia yang juga ingin berbuat, berkontribusi, membangun negeri ini. Jalan-jalan produktif adalah jalan-jalan yang juga ingin mengajakmu ikut berjalan. Menapaki langkah, bersama-sama juga berbuat, sekecil apapun itu. Hari ini, pengalaman adalah sesuatu yang sangat penting untuk dituliskan dan diceritakan. Jangan bosan-bosan berjalan-jalan dan membaca kisah selanjutnya ya!

Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, August 28, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (7)

Langit subuh merona indah di ufuk timur, tak lama lagi jingga fajar akan menghiasi pemandangan langit Pasangkayu. Kaki-kaki kumal tak elok melangkah meninggalkan Masjid Raya Pasangkayu. Berbagai macam latar belakang profesi dan kondisi memulai aktivitasnya, kebanyakan yang menginap di Masjid Raya Pasangkayu adalah relawan yang hendak menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, ada masyarakat Kota Pasangkayu, ada korban bencana yang berencana mengungsi ke Sulawesi Selatan, semuanya baru-baru saja meninggalkan Masjid dan bersiap untuk beraktivitas.

Kejadian semalam cukup mengagetkan, ratusan mobil truk pengangkut bantuan logistik diberhentikan di Kota Pasangkayu oleh aparat keamanan setempat, hasil koordinasi aparat setempat dan kendaraan pengawal bantuan logistik kemanusiaan. Rupa-rupanya ada beberapa daerah yang rawan bila dilintasi malam hari, akhirnya ratusan truk bantuan logistik di izinkan untuk melintas pada pagi hari. Jam 6 pagi rombongan mulai melanjutkan perjalanan dari Kota Pasangkayu Sulawesi Barat ke Kota Palu Sulawesi Tengah, kira-kira sekitar 3 jam lagi kami sampai ditujuan.

Alasan lain adalah, sudah ada beberapa kali kejadian mobil yang membawa bantuan logistik di jarah oleh masyarakat setempat, entah masyarakat tersebut merupakan korban bencana atau bukan, penulis tidak ingin masuk ke perdebatan kontra-produktif tersebut, tetapi pada dasarnya bantuan yang dihimpun harus disalurkan secara profesional melalui posko yang sudah terdaftar, tidak bisa disebarkan secara sembarangan layaknya Santa Clauss yang datang membagi-bagikan hadiah lalu berteriak hohoho! Amanah dari para donatur harus benar-benar disampaikan, maka ada proses asesmen, pendataan, serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Mobil meluncur mulus menuju tujuan, sepanjang jalan poros Pasangkayu Sulawesi Barat - Donggala Sulawesi Tengah kami ditemani oleh pemandangan alam yang menakjubkan. Bukit-bukit yang tak terlalu tinggi, bukit hijau dan jembatan-jembatan besar di atas sungai yang juga lebar dan besar, pantai di bagian barat, indah dan menyegarkan ketika memandanginya. Sesekali kita akan bertemu dengan jalan lurus dengan banyak rumah penduduk di pinggir jalan, ketika memasuki Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, pemandangan di dominasi oleh ribuan pohon kelapa yang berjejer rapi dan rapat sampai ke Pantai. Di Kabupaten Donggala ada beberapa tempat wisata menarik untuk sekedar rekreasi atau jalan-jalan, ada Pantai Khayalan, ada Pusentasi atau pusat laut Donggala, ada pantai Tanjung Karang Kabupaten Donggala, layak untuk dijadikan tujuan jalan-jalan produktif di lain hari.

Kami telah tiba di Kota Donggala Sulawesi Tengah, tak lama lagi akan tiba di Kota Palu, sekitar 30 menit lagi menurut perkiraan. Kami sempat menyaksikan rumah-rumah yang rubuh, rumah yang tersapu oleh tsunami di beberapa titik pesisir Pantai Donggala, yang membuat kami bertanya-tanya adalah Masjid yang berada di pinggir pantai tepat di daerah terpaan tsunami tidak mengalami kerusakan yang berarti, tetapi rumah di sekitarannya hancur berantakan. Jadi, pemandangan yang kami saksikan adalah Masjid yang berdiri kokoh ditengah puing-puing reruntuhan hantaman tsunami, tak hanya satu, ada dua yang sempat penulis saksikan. Tak terasa kami sampai di Kota Palu Sulawesi Tengah, pantai yang dulu indah kini seolah-olah menjadi kuburan masal, tampak beberapa alat berta tengah berusaha membersihkan puing- puing reruntuhan bangunan agar bisa dilewati, para relawan dari berbagai macam lembaga filantropi tengah berkolaborasi dengan TNI, POLRI, Tenaga Medis, dan masyarakat setempat bekerja sama bahu membahu agar Palu dan sekitarnya kembali bangkit, pegawai-pegawai PLN pun sedang asyik bercengkrama dengan kabel-label listrik agar listrik kembali normal di lokasi bencana. Mobil kami pun tiba di Pantai Talise, Palu bagian barat, tiba-tiba ada bau yang sangat menyengat menusuk dan menohok hidung kami, bau busuk apa ini?! Baunya tajam dan busuk!

Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, August 26, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (6)

Kota Mamuju adalah kota yang terletak di antara bukit hijau, gunung yang tak terlalu tinggi, kota yang terletak di lembah. Bagian barat Kota Mamuju adalah Pantai, pantai yang indah dan desain arsitektur nya cukup menarik, Pantai Manakarra namanya. Setelah santap siang di rumah Anggota DPRD Sulawesi Barat, Pak Hajrul, rombongan kami melanjutkan perjalanan ke Kota Palu. Kurang lebih sekitar 8 jam perjalanan lagi dari Kota Mamuju ke Kota Palu.

Pak Hajrul menitipkan salam kepada para relawan Makassar yang ada di posko Relawan Palu. Pak Hajrul dan para relawan Sulawesi Barat berjanji akan menyusul beberapa hari kemudian bergabung dengan kami di posko Palu, letak posko induk di Kota Palu yaitu di dekat Bandara Mutiara SIS Al-Jufri. Kami pun berangkat, kesan yang cukup baik kami dapatkan dari kebaikan Pak Hajrul, seorang yang low profile, pada saat yang sama juga memiliki kemampuan orasi dan komunikasi yang sangat baik, mampu menyihir orang-orang yang bertemu agar setuju dengan ide-idenya. Seorang Anggota Dewan yang layak untuk maju sekali lagi!

Perjalanan kami lanjutkan, dari Mamuju kita akan menuju Pasangkayu, Ibu Kota Kabupaten Mamuju Utara. Tetapi sebelum sebelum menuju Pasangkayu, kita akan melewati Topoyo terlebih dahulu, Topoyo adalah Ibu Kota Kabupaten Mamuju Tengah. Perjalanan dari Mamuju menuju Topoyo juga membelah gunung-gunung kecil, jalannya berkelok-kelok sekaligus naik dan turun, dinamisasi jalan yang cukup menantang. Ketika jalan tak mampu membelah gunung atau menemukan lembah, maka gunung tersebut pun di daki dan dilintasi. Mobil truk kami dan ratusan mobil truk bantuan logistik lainnya melintasi jalan indah ini, pemandangannya indah. Sesampainya di Topoyo, kami singgah untuk makan siang sekaligus menunggu rombongan  truk bantuan logistik lainnya.

Topoyo adalah kota dagang yang lumayan ramai dan hidup perekonomiannya, jalan poros Topoyo yang kami lintasi, hampir tak ada satupun bangunan atau rumah yang tidak berdagang, semangat berwirausaha yang luar biasa! Singgah di salah satu ruko untuk menyantap makan siang yang sangat lezat, bekal makanan pemberian Pak Hajrul dan keluarga, kami nikmati dengan lahap. Rupa-rupanya ada beberapa titik rawan atau daerah rawan penjarahan di antara jalan poros antara Topoyo dan Pasangkayu, maka tak ada pilihan lain selain harus bersama-sama truk bantuan logistik lainnya yang di kawal mobil patroli dari Kepolisian. Yang membuat penulis kaget, ada dua Mobil kepolisian bertuliskan "Polres Gowa" dan "Polres Maros" mengawal kami melintasi daerah dan titik-titik rawan, bravo POLRI! Jauh-jauh dari Kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros mengawal ratusan truk bantuan logistik menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, semangat kemanusiaan yang luar biasa!

Perjalanan menuju Pasangkayu tidak terlalu banyak belokan, dan jalannya datar. Dihiasi padang rumput yang tidak terlalu tinggi, terkadang melintasi sawah yang begitu hijau, dengan saluran irigasi beserta air jernih diiringi bunyi alirannya. Terdengar indah bunyi aliran air jernih tersebut, membuat pikiran dan perasaan segar, birunya gunung, hijaunya padang dan sawah, sesekali ada rumah yang bersembunyi di padang hijau yang pendek, ternyata truk kami sudah memasuki Pasangkayu. Rumah-rumah mulai padat dan menjadi pengganti pemandangan padang dan sawah yang hijau. Gerbang selamat datang di Kota Pasangkayu pun kami lewati dan lurus mengikuti jalan poros. Tunggu sebentar, ada apa ini?! Setibanya di depan Kantor Bupati Mamuju Selatan hampir semua truk rombongan berhenti?! Ada apa ini?! Halaman Masjid Pasangkayu pun terparkir ratusan truk bantuan logistik untuk korban bencana, lalu tiba saatnya truk kami diberhentikan oleh aparat setempat, ada apa ini?!

Oleh : Mohamad Khaidir

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (5)

Pemandangan kelapa sawit menghiasi lanskap sejauh mata memandang, horizon biru menyatu dengan daratan ketika jalan mulai landai, mobil truk yang membawa bantuan untuk korban bencana Palu, Sigi, dan Donggala Sulawesi Tengah bergantian melintasi kebun kelapa sawit, ada ratusan mobil truk yang melintas. Sopir truk yang mengendarai truk kami bercerita, bahwa di area kebun kelapa sawit ini, ada beberapa titik yang di anggap bahaya, sangat rawan pencurian dan perampokan. Bahkan sopir kami pernah mengalaminya, ketika ia hanya sebentar pergi membeli rokok di warung pinggir jalan, sekembalinya ke truk sudah ada seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya menodongkan senjata tajam agar sang sopir segera menyerahkan uang atau segala macam yang berharga di dalam mobil truk nya. Oleh karena itu, mobil kami berinisiatif berjalan bersama rombongan truk lainnya ketika melintasi titik-titik rawan tersebut.

Oh iya, ada cerita menarik yang hampir terlupa untuk di ceritakan sebelum kita masuk pada kisah perjalanan kami di Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Mulai Campalagian Sulawesi Barat, Majene Sulawesi Barat, sampai jalan-jalan poros dari Majene ke Mamuju, kami memperhatikan beberapa masjid dan rumah, jumlahnya tak sedikit, membuka posko untuk korban bencana. Masjid-masjid sengaja dibuka untuk tempat istirahat, disiapkan pula kopi, serta makanan barat untuk para korban bencana. Rumah-rumah pun demikian, kira-kira setiap desa ada saja beberapa rumah yang di buka sebagai rest area bagi para korban bencana. Rumah-rumah tersebut juga menyiapkan makanan gratis, kopi dan minuman lainnya juga gratis, bahkan ada pula beberapa posko yang menyiapkan pakaian-pakaian bekas layak pakai. Semangat kemanusiaan, semangat kepedulian, semangat berbagi yang luar biasa ditunjukkan oleh masyarakat Sulawesi Barat. Boleh jadi hidup mereka juga sedang mengalami kesusahan atau kekurangan, namun kepedulian, kemanusiaan, dan semangat berbagi itu tetap ada bahkan besar melampaui batas-batas individualisme, luar biasa! Bisakah kita melakukan hal tersebut? Tentu saja kita bisa melakukannya.

Mobil truk yang kami tumpangi terus melaju dan tak lama lagi tiba di Kota Mamuju. Rupanya Kota Mamuju di apit oleh gunung-gunung yang tak terlalu tinggi dan pantai di bagian baratnya, Pantai Manakarra namanya. Setibanya di Kota Mamuju, kami langsung menelefon Pak Hajrul untuk meminta arahan selanjutnya. Ia meminta kami untuk bertemu, dan mampir kerumahnya, tak jauh dari pom bensin pertama yang kami dapati begitu tiba di Kota Mamuju. Seorang lelaki, kira-kita umurnya 30an tahun menunggu truk kami di pinggir jalan, tepat di depan sebuah sekolah Islam. Ia membimbing kami untuk memarkirkan kendaraan lalu berjalan bersama untuk mampir kerumahnya. Lelaki tersebut berkacamata, gurat alisnya menampakkan bahwa ia adalah seorang pejuang! Berbincang-bincang sebentar di ruang tamu, obrolan panjang soal bencana, soal dinamika terjun langsung ke masyarakat, mendengarkan keluhan dan aspirasi masyarakat, lalu setelah itu kami di jamu untuk makan diruang tengah. Mata penulis tertuju pada foto keluarga diruang tamu, foto Pak Hajrul bersama istri dan anaknya dengan pakaian resmi, pakaian protokoler seorang pejabat, songkok nasional, pin kebanggaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, tunggu sebentar, Ternyata Pak Hajrul adalah seorang Anggota Dewan!

Oleh : Mohamad Khaidir

Sunday, August 25, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (4)

Pagi sudah menampakkan wujudnya, sinar berwarna jingga terhampar di seluruh daratan Sulawesi, burung-burung berkicau seolah bersahut-sahutan satu sama lain, seakan-akan burung-burung ini tengah membincangkan pagi yang nikmat, pepohonan yang tampak diam sedang melakukan respirasi agar sistem pertumbuhannya terus berjalan, selama bunga shaqayek mekar, hidup harus terus berjalan, begitu pepatah kuno dari Negeri Persia. Truk yang bak nya berwarna biru, tertutupi terpal berwarna-warni di atas baknya sedang melaju melanjutkan misi kemanusiaannya, melaju di daerah Majene Sulawesi Barat, membawa bantuan bagi masyarakat korban gempa, liquifaksi, dan tsunami di Sulawesi Tengah, juga membawa semangat kemanusiaan, semangat kepedulian, semangat untuk berbagi. Pemandangan dari bukit hijau ke bukit hijau, gunung biru ke gunung biru, lapangan desa ke lapangan desa, pantai barat ke pantai barat, dari aliran sungai ke aliran sungai, dari menara masjid ke menara masjid, dari hamparan sawah ke hamparan sawah, Yaa Allah betapa indah tanah Celebes ini, nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Dari Majene Sulawesi Barat, jalan selanjutnya yang akan dilalui adalah membelah gunung-gunung besar, lembah lebih tepatnya, bilapun jalan tak memungkinkan untuk membelah gunung, maka jalan tersebut akan memanjat gunung, naik, berkelok, landai, naik, berkelok landai, begitu terus menerus polanya. Pesan singkat via WhatsApp masuk, agar menghubungi seorang saudara bernama Hajrul ketika sampai di Kota Mamuju Ibu Kota Sulawesi Barat. Perjalanan sedang menelusuri Majene, sebuah daerah yang dalam rencana jangka panjang pemerintah di wacanakan sebagai kota pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat. Memasuki Kota Majene, truk melaju melintasi keramaian dan kepadatan kota, cukup menggoda untuk singgah sejenak menikmati keramahan Kota Majene, namun perjalanan harus segera di lanjutkan.

Sekitar ratusan kilometer yang akan ditempuh dari Majene menuju Kota Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Telefon berdering, rupanya Pak Hajrul menghubungi kami, beliau menceritakan sedikit pengalamannya berada di lokasi gempa, saat listrik padam, Kota Palu hampir seperti kota mati. Beliau juga cukup berbahagia saat postingannya di media sosial tentang kondisi pasca bencana di Palu mendapat respon positif dari netizen yang budiman, sampai-sampai bantuan mereka untuk korban bencana disalurkan melalui Pak Hajrul. Diskusi yang hangat dari seorang yang awalnya kami pikir adalah seorang pemuda dengan semangat berapi-api.

Dari Majene ke Mamuju, kita harus melewati perkebunan kelapa sawit yang cukup panjang dan menghampar luas, luar biasa! Ada sebuah tempat bernama Karossa, Puncak Karossa lebih tepatnya, begitu indah, sungguh indah pemandangan yang bisa disaksikan dari Puncak Karossa. Tampilan gunung-gunung yang berubah warna, dari hijau kebiru, pantai, langit, serta pemandangan sunset jingga, oh indahnya. Betapa hari ini kita harus sering jalan-jalan menikmati keindahan alam, menyerapnya dengan perenungan yang inspiratif, menerimanya dengan kelapangan dada kita bahwa kita hanya seorang hamba. Sebentar lagi, kami akan sampai di Kota Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat!

Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, August 24, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (3)

Misi di Pinrang Sulawesi Selatan selesai! Kemudian perjalanan kami lanjutkan, menembus gelapnya malam di Kota Pinrang, mobil truk melaju dengan kecepatan yang stabil dan menyesuaikan dengan kondisi jalan. Sering sekali mobil kami berjalan bersama rombongan mobil truk dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Kami mendapatkan informasi, rupanya di hari yang sama dengan keberangkatan kami, ada sekitar 200 Truk juga berangkat dari Makassar menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, terdiri dari  bantuan beras Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan partner Kementerian Pertanian dari sektor swasta. Hari-hari yang kami lalui selanjutnya, seolah-olah ratusan mobil truk adalah penguasa jalan poros dari Kota Makassar Sulawesi Selatan menuju Kota Palu Sulawesi Tengah.

Melintasi perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, kami tiba di Polman Sulawesi Barat. Sepanjang Polman berjejer rumah makan, sebagian rombongan mobil truk dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia memilih untuk singgah ke beberapa rumah makan atau sekedar melepas penat dan beristirahat sejenak. Tetapi kami memilih untuk terus melanjutkan perjalanan menembus malam-malam yang gelap tapi suasananya tak kelam karena semangat kemanusiaan dan semangat berbagi. Tidak terlalu banyak tikungan sepanjang jalan poros Polman - Majene Sulawesi Barat. Perjalanan menembus malam lumayan menegangkan karena jalanan mulai sunyi, hanya bukit-bukit, pepohonan, rumah-rumah warga di desa, serta jalanan yang tak terlalu mulus, tepatnya bergelombang, sekian hal itulah yang menemani perjalanan kami. Tiba di perbatasan Polman dan Majene Sulawesi Barat, akhirnya sopir truk kami kelelahan dan memutuskan istirahat sejenak.

Lelah menghampiri, rasa kantuk sudah tak tertahankan, mobil truk yang kami tumpangi singgah di salah satu rumah makan sederhana, warung makan lebih tepatnya, dan ditempat tersebut tersedia tempat tidur sederhana yang keseluruhannya terbuat dari kayu, sepertinya memang sengaja disiapkan oleh pemilik warung untuk tempat beristirahat para musafir. Mata dengan rasa kantuk serta lelah yang tak tertahankan akhirnya cukup telak untuk membuat kami tumbang dan tertidur cukup pulas malam itu. Sebelum tertidur kami juga sempat menyaksikan rombongan truk pengangkut air bersih dari Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia juga singgah melepas lelah dan rasa kantuk ditempat yang sama.

Sekitar 10-15 menit berbaring, terdengar suara seperti angin, bukan ternyata ini bukan angin. Terdengar berpola lalu menghantam sesuatu. Bunyinya dari pelan secara perlahan semakin cepat, dari kecil secara perlahan semakin membesar dan menghantam daratan! Laut! Ternyata warung yang kami singgahi berada tepat di pinggir laut! Kaget bukan main, karena sepanjang jalan poros tadi adalah desa, hutan, bukit, tebing, pepohonan yang menjadi serba gelap! Lalu sekarang kami berada tepat di pinggir laut!

Perjalanan harus terus di lanjutkan, misi belum selesai. Tetapi mungkin baiknya kami beristirahat sejenak, sebab ini juga merupakan pembuktian bahwa relawan kemanusiaan juga adalah manusia dengan segala kemanusiaannya. Setelah istirahat misi ini harus terus berlanjut, ada cerita seru menanti di Kota Mamuju Sulawesi Barat! Mari beristirahat sejenak!

Oleh : Mohamad Khaidir

Friday, August 23, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (2)

Telefon berdering, panggilan dari seorang Sahabat. Mobil truk Sedang melaju dari Kabupaten Barru menuju Pare-pare. Sahabat yang menelfon rupanya ingin menitipkan bantuan untuk masyarakat Kota Palu. Ada bantuan dari luar negeri yang ingin disalurkan kepada Masyarakat Sulawesi Tengah yang terdampak bencana, dalam bentuk beras yang akan di paket 10 Kilogram satu karung. Para donatur tersebut ingin beras yang terbaik dan harus segera di salurkan. Maka saat itu juga sahabat yang menelefon ingin agar beras tersebut dijemput di Kota Pinrang Sulawesi Selatan.

Setelah selesai pembicaraan mengenai biaya transportasi dan teknis penjemputan beras, kami diberi kontak person yang harus dihubungi ketika tiba di Kota Pinrang Sulawesi Selatan. Mobil truk masih melaju di Kabupaten Barru dan tak lama lagi tiba di Kota Pare-pare. Di Kota Pare-pare mobil truk masih melaju dengan kecepatan yang sama, agak menyesuaikan dengan kepadatan kendaraan sepanjang jalan. Kota Pare-pare menyambut kami dengan ciri khas nya, angin sepoi-sepoi khas pantai Kota Pare-pare berhembus menyejukkan. Kota yang merupakan Kota Kelahiran Presiden Ketiga Republik Indonesia ini adalah Kota dengan tata ruang yang cukup rapi dan baik. Jalan-jalan di dalam kota juga agak membingungkan bagi yang tidak sering berkunjung, untungnya sopir mobil truk yang kami tumpangi benar-benar berpengalaman dan sering melintas antar provinsi.

Kami harus segera tiba di Kota Pinrang tak terlalu malam, agar pengemasan dan pengaturan beras tak terlalu menyita waktu. Jalan poros dari Kota Pare-pare menuju Kota Pinrang tak terlalu banyak belokan dan di dominasi jalan lurus. Hanya ada beberapa kilometer jalan yang sedang dilakukan pelebaran sehingga pengerjaan jalan tersebut membuat kami harus menyesuaikan kecepatan karena harus bergantian melintas dengan kendaraan lain dari arah berlawanan. Hampir Maghrib kami tiba di Kabupaten Pinrang, kira-kira pukul 17.30 waktu setempat kami tiba di gerbang masuk Kota Pinrang. Tempat bertemu dengan Pak Ramli, kontak person penanggungjawab beras rupanya adalah rumah makan sederhana di pinggir jalan namun menunya tak sederhana. Menu nikmat, sajian bebek goreng mengiringi diskusi kami begitu bertemu. Misi kemanusiaan ini terasa seperti jalan-jalan produktif bukan? Ya, penulis pun merasa seperti itu.

Misi kemanusiaan ini terasa seperti jalan-jalan yang bermanfaat, jalan-jalan menebar manfaat di bagian tengah Pulau Sulawesi. Diskusi berlangsung cepat, ringan, dan santai, karena setelah itu kami langsung menuju Masjid Raya Pinrang untuk menunaikan kewajiban Shalat Maghrib. Beras yang akan di bawa ke Palu totalnya adalah 1500 Kilogram atau 1,5 Ton. Permintaan donatur di packing 10 Kilogram, akan tetapi keterbatasan waktulah yang membuatnya harus di packing 25 Kilogram, kami menunggu langsung di salah satu pusat distributor beras di Kota Pinrang Sulawesi Selatan. Kami menghitung dan mengawasi proses packing dan pemuatannya di dalam bak truk. Kemanusiaan memang tanpa batas, maka sudahkah kita melampaui individualisme kita lalu menembusnya menuju kepedulian yang elegan?

Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 22, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako

Barang-barang sudah di tumpuk di dalam bak sebuah mobil truk, mobil truk berwarna merah dengan bak berwarna biru di belakangnya. Ukuran mobil truk tersebut tidak terlalu besar, tidak pula terlalu kecil. Berbagai macam bantuan untuk misi kemanusiaan ini terkumpul di posko bantuan, di sebuah Ruko dekat Pasar Daya Baru Sudiang Makassar. Ada yang menyumbang dana, ada pakaian bekas, bahan makanan, tenda, serta bahan-bahan lain yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, serta Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Perjalanan dari Kota Makassar menuju Kota Palu berjarak 826 Kilometer berdasarkan google maps, melintasi 3 Provinsi yaitu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Beberapa relawan yang akan berangkat terbagi menjadi 3 tim, yaitu tim lewat udara dengan menaiki Pesawat Hercules milik Angkatan Udara Republik Indonesia, tim laut dengan menaiki Kapal Angkatan Laut Republik Indonesia, dan tim darat dengan mobil truk. Saat itu penulis tergabung dalam tim darat membawa bantuan logistik dengan mobil truk, perjalanan darat yang penuh dengan pengalaman dan cerita akan segera di mulai, mengingat fakta di lapangan tentang adanya penjarahan mobil yang membawa bantuan korban bencana.

Pagi itu pukul 8, matahari memancarkan sinar sejelas-jelasnya, dilengkapi dengan awan putih yang berarak indah bergerak dengan perlahan dan anggun, ciptaan Tuhan yang seharusnya membuat manusia semakin bersyukur jika mengamati dan memikirkannya. Mobil truk sudah berangkat denga muatan bak yang sekitar 70% penuh, sepertinya memang sengaja tidak diisi penuh agar bisa menampung bantuan tambahan. Truk melaju di Jalan Perintis Kemerdekaan menuju arah utara Kota Makassar, memasuki simpang 5 Bandara Internasional Sultan Hasanuddin gerbang perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros sudah tampak.

Mobil truk melaju melintasi Kota Maros dengan kesibukan perkotaannya, aktifitas kantor, aktifitas perdagangan, aktifitas pendidikan, membuat jalan poros Maros lumayan padat namun tidak menimbulkan kemacetan yang berarti. Dari Kota Maros mobil truk melaju dengan cepat menuju Kabupaten Pangkajene Kepulauan atau Pangkep. Pangkep dengan sajian jalan poros berbahan beton serta hamparan sawah, gunung, lembah, dan pantai cukup untuk membuat mata terjaga. Semangat kemanusiaan, semangat untuk berbagi, terpatri di dalam diri, jiwa rela berkorban sebagaimana yang di ajarkan dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di masa-masa sekolah dasar, jiwa ini kembali hidup, rela berkorban, tenggang rasa, peduli, benar-benar dirasakan dan di praktekan dalam misi kemanusiaan kali ini.

Dari Kota Pangkep, mobil terus melaju dengan kencang menuju Kabupaten Barru, sekitar 3 jam lamanya perjalanan darat dari Makassar menuju Kabupaten Barru. Perbatasan Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Barru letaknya tepat di pantai dengan tugu dan gerbang khas yang cukup sebagai penanda bahwa kita telah berpindah Kabupaten. Tiba-tiba handphone berdering, ada yang melakukan panggilan ditengah perjalanan panjang ini.
(Bersambung).

Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, August 21, 2019

Begini Perjalanan Darat dari Makassar ke Pangkep!

Jalan-jalan faedah, atau jalan-jalan unfaedah, kamu pilih yang mana? Jalan-jalan yang bermanfaat atau jalan-jalan yang tak bermanfaat? Bila pertanyaan ini ditanyakan kepada para Travel-Holic tentu mereka akan menyangkal penggolongan ini, sebab tak ada satupun perjalanan yang tak bermanfaat. Pasti ada nilai-nilai dan pelajaran yang bisa di ambil dari setiap perjalanan.

Kali ini perjalanan menuju ke arah utara dari Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Yaitu Kabupaten Pangkajene Kepulauan, disingkat Pangkep. Agenda kali ini adalah memenuhi undangan syukuran, sebagian rombongan menggunakan mobil dan sebagian lagi menggunakan motor. Dari Jalan Sultan Alauddin rombongan berkumpul lalu berangkat, belok ke arah utara di Jalan Andi Pangeran Pettarani, belok lagi ke arah timur di Jalan Perintis Kemerdekaan sampai jalan poros tersebut mengarah ke utara. Di Jalan Perintis Kemerdekaan cukup banyak kantor-kantor instansi pemerintahan, warung kopi, rumah makan, kampus-kampus, serta pusat-pusat perbelanjaan di Kota Makassar. Perjalanan kami sempat melambat karena mendapati padatnya kendaraan di jalan poros Daya Makassar.

Sampai di dekat Bandara Sultan Hasanuddin kita akan mendapati simpang lima, perjalanan menuju Pangkep sebaiknya melewati terowongan simpang lima, arahkan kendaraan anda ke arah tengah saat tinggal 700 meter lagi sebelum simpang lima bandara. Setelah melewati terowongan simpang lima, kendaraan melaju sampai di batas antara Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Gerbangnya cukup jelas dan besar, berwarna putih dengan kombinasi warna biru, serta logo Kabupaten Maros terpampang jelas di tugu tersebut. Sesampainya di Kota Maros, ikuti jalan poros saja sampai menuju Pangkep. Kabupaten Maros menyimpan beberapa potensi wisata yang cukup terkenal dan indah, bukan hanya terkenal skala lokal saja, bahkan popularitas tempat wisata seperti Bantimurung juga sampai ke mancanegara. Ada Taman Pra-sejarah Leang-leang, ada lembah Rammang-rammang, ada pula Bumi Perkemahan Pucak Maros. Wisatawan yang datang ke Sulawesi Selatan pada umumnya cukup banyak mengenal 2 tempat wisata yang cukup populer yaitu, Pantai Bira Bulukumba dan Taman Nasional Bantimurung Maros.

Baik, kita lanjutkan lagi perjalanan kita menuju Pangkep, dari jalan poros Maros cukup mengikuti jalan poros ini saja, sekitar 40an menit kami tiba di perbatasan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Memasuki Kota Pangkep, tata kotanya begitu rapi, kantor-kantor pemerintahan, toko-toko, institusi pendidikan, rumah makan, tertata dengan baik dan rapi di sepanjang jalan poros Kota Pangkep. Jalan porosnya juga cukup bersih dan rapi, wajar kemudian kota ini pernah memperoleh Penghargaan Adipura. Sebelum Jembatan ada taman yang indah, ada pula tugu bertuliskan Tonasa, sebuah merek Semen lokal yang terkenal di Sulawesi Selatan, bahkan terkenal di Indonesia. Setelah jembatan kita belok kiri, ke arah barat, terus lurus melewati pasar menuju lokasi undangan. Sepanjang jalan ini cukup banyak sawah dan kolam ikan, lalu belok kiri ke arah selatan, penandanya adalah cerobong asap yang mengepulkan asapnya di dekat pantai. Hari itu cukup membahagiakan, pertama kali berlibur ke Pangkep, menikmati persaudaraan, bercanda dan tertawa, makan-makan, foto-foto, berbagi cerita dan diskusi bersama. Sepertinya jalan-jalan produktif bukan lagi sekedar konsep, tetapi dapat kita praktekan dimana pun, kapanpun, bersama Sahabat. Yuk simak bersamaku bagaimana itu jalan-jalan produktif!

Oleh : Mohamad Khaidir

Tuesday, August 20, 2019

Begini Perjalanan Darat dari Makassar ke Takalar!

Jalan-jalan itu mesti produktif, benarkah? Bukankah tujuan jalan-jalan adalah Melepas penat, oh iya makan-makan dan foto-foto juga.  Semuanya bisa menjadi produktif ketika Ada sesuatu yang baru, ada pengalaman baru, ada hal menarik yang bisa dijadikan pelajaran, bisa dijadikan cerita. Cerita yang menginspirasi, minimal menginspirasi diri anda. Makan-makan dan foto-foto pun bisa jadi menginspirasi ketika anda tahu caranya, cara untuk menjadi produktif, makan-makan, foto-foto, sambil mempromosikan keindahan alam desa atau pantai, asyik bukan?

Kali ini perjalanan menuju Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Tak terlalu jauh dari Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Perjalanan darat hanya memakan waktu sekitar 2 jam, bahkan bisa kurang dari itu jika kondisi lalu lintas cukup lancar. Pagi yang cerah, rombongan keluarga tengah bersiap-siap menuju Takalar, ada tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi, piknik sejenak melepas kepenatan aktivitas perkantoran, berharap bisa mendapat energi baru untuk terus bekerja, memberikan kinerja terbaik untuk institusi, dan kebetulan saat itu penulis juga adalah salah seorang yang di ajak meskipun bukan dari institusi yang sama.

Dari Makassar, kita menelusuri Jalan Andi Pangeran Pettarani, meluncur ke arah selatan hingga mentok di pertigaan. Lalu belok ke Jalan Sultan Alauddin, ke arah Timur menuju ujung perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Dahulu kala, daerah ini dalam kekuasaan Kerajaan Gowa, tokoh terkenalnya adalah Sultan Alauddin dan Sultan Hasanuddin. Lanjut ke perjalanan ya, di Kabupaten Gowa, kita cukup mengikuti jalan poros Gowa hingga Jembatan Kembar Gowa. Dari jembatan kembar, cukup lurus saja mengikuti jalan poros untuk sampai ke perbatasan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Sepanjang jalan poros tersebut sangat ramai orang-orang berdagang dan padat perumahan warga, sehingga tidak perlu takut kesepian sepanjang perjalanan menuju Kabupaten Takalar. Bahkan ada fakta yang cukup unik, di jalan poros Gowa, ada bagian yang termasuk daerah Kabupaten Takalar, jadi kalau di runut Gowa - Takalar - Gowa - Takalar, unik bukan?

Setelah melewati jalan unik tersebut, kita akan benar-benar memasuki perbatasan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar, ada tugu dan gerbang berwarna Merah sebagai penandanya  bertuliskan Rewako. Begitu masuk di Kabupaten Takalar, tak berapa lama kita langsung masuk ke Kota Takalar. Rupanya tempat yang akan dituju adalah Pantai Tope Jawa Takalar. Penulis belum tahu persis mengapa dinamakan Pantai Tope Jawa, juga belum sempat bertanya dan membaca referensi mengenai penamaan tempat tersebut. Pantai Tope Jawa tak terlalu jauh dari Kota Takalar, melintasi Kota sekitar 30 menit, kita akan sampai percabangan jalan menuju Pantai Tope Jawa, ada penanda di percabangan jalan tersebut. Jalan masuknya adalah jalan beton. Pantai Tope Jawa adalah salah satu tempat wisata unggulan Kabupaten Takalar, pantai berpasir hitam, dengan saung-saung di Pantai, serta pemandangan birunya laut berpadu dengan birunya langit. Pasir-pasir di pantai menjadi indah dengan adanya pohon-pohon serta menjadi nikmat dengan hidangan ikan khas Takalar yang di masak dan racik oleh warga lokal. Ayo ke Takalar! Ayo ke Sulawesi Selatan!

Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, August 19, 2019

Begini Perjalanan Darat dari Makassar ke Pare-pare!

Kali ini perjalanannya lebih seru lagi, yaitu menuju perbatasan antara dua Kabupaten terkenal di Sulawesi Selatan, dekat pembangkit listrik yang pernah menjadi postingan Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo dalam salah satu akun media sosial milik Beliau. Dimanakah tempat tersebut?

Tak terlampau jauh dan tak terlalu lama untuk sampai kesana, dari Kota Makassar sekitar tiga sampai empat jam dengan kondisi lalu lintas normal. Bahkan penulis sendiri pernah tiba di tempat tersebut hanya dalam waktu dua jam tujuh belas menit, dengan catatan berangkat sehabis shubuh dari Kota Makassar. Kota Pare-pare yang hendak dituju, kalau Kota Watampone/Bone adalah Kota Kelahiran Jusuf Kalla (JK) Wakil Presiden Republik Indonesia, maka Pare-pare adalah Kota kelahiran B.J.Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia.

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi, penulis tengah menunggu seorang pemuda cerdas bernama Azis untuk bersama-sama menuju lokasi perkemahan yang hendak dituju. Halte bus di jalan perintis kemerdekaan Sudiang menjadi tempat perjanjian untuk berangkat bersama menuju Pare-pare. Maka berangkatlah mobil sewa dengan beberapa penumpang di dalamnya, seperti biasa setelah dari Makassar memasuki Kabupaten Maros kendaraan agak padat sehingga cukup memakan waktu untuk melintasi jalan poros di Maros. Mungkin karena masih belum ada jalan alternatif selain jalan poros Maros yang menyebabkan kepadatan hampir setiap hari.

Sesudah melintasi Kota Maros, jalanan cenderung lancar dan mulus, kecuali beberapa bagian jalan yang berlubang yang perlu mendapat perhatian pemerintah setempat. Memasuki Kabupaten Pangkep, jalanan juga cenderung lancar, sama halnya di Kabupaten Maros, jalan poros di Pangkep juga masih ada yang berlubang dan perlu penanganan serius. Sesudah Pangkep selanjutnya adalah Kabupaten Barru, Kabupaten Barru cukup menjanjikan perjalanan yang nyaman kecuali jalan poros di Kota Barru. Cukup banyak lubang di jalan poros tersebut yang semoga segera dibenahi mengingat jalan ini termasuk dalam Kota Barru.

Sesudah Kabupaten Barru, kita memasuki Kota Pare-pare setelah sebelumnya melalui jalan yang cukup panjang dan indah ketika berpadu dengan pemandangan pantai serta pulau-pulau kecil. Gerbang bertuliskan Selamat Datang di Kota Pare-pare menjadi penanda bahwa kita telah tiba di Kota Kelahiran Presiden Ke-3 Republik Indonesia. Tak berapa jauh, mobil berhenti di Pom Bensin dekat pertigaan Terminal Angkutan Darat Kota Pare-pare. Dari sini, Mobil Suzuki Ertiga menjemput untuk kemudia melanjutkan perjalanan ke Bacukiki Pare-pare. Belok ke arah Timur, sebelum terminal angkutan darat belok lagi ke arah utara, jalannya agak menanjak.

Pemandangan gunung kecil, lembah, dan sawah sangat sayang untuk di lewatkan, cukup eksotis dan indah untuk piknik serta rekreasi bersama keluarga. Lalu belok lagi ke arah Timur, ke jalan menanjak lurus dan sedikit berbelok-belok sebelum akhirnya tiba di Bacukiki Pare-pare. Bukit indah dengan Kincir Angin Pembangkit Listrik menyambut kedatangan kami. Sebelum tiba di Bumi Perkemahan Bacukiki Pare-pare, kita juga melewati pemukiman penduduk dan sedikit hutan belantara. Setibanya di bumi perkemahan yang cukup tinggi ini, terlihat kincir angin pembangkit listrik tenaga bayu yang terletak di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Rupanya Bacukiki berbatasan langsung dengan Kabupaten Sidrap. Ratusan mobil dan motor terparkir di area bumi perkemahan, kebun jagung mengelilingi area ini. Dekat dengan kompleks kuburan cinta, bumi perkemahan menampilkan panorama Kota Pare-pare, pantainya, bahkan Kota Pinrang juga terlihat. Ayo jalan-jalan ke Bacukiki Pare-pare! Ayo jalan-jalan ke Sulawesi Selatan!


Oleh : Mohamad Khaidir

Friday, August 16, 2019

Journey To The West Makassar

Sepenggal Surga di muka Bumi, begitukah Indonesia? Ya, saya pribadi sepakat dengan istilah itu, Indonesia dengan punya keindahan alam yang eksotis dan unik. Bahkan di Sebuah Kota besar nan padat pun boleh jadi ada Surga tersembunyi. Kota Makassar dengan kesibukan perkotaannya yang hampir setiap hari mengalami kemacetan di jalan poros maupun jalan-jalan kecil tertentu. Kota Makassar dengan Monumen-monumen Ikonik nya, Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar (UNM), Pantai Losari, Fort Rotterdam, Benteng Somba Opu, Gedung Fajar Group, Menara Bosowa, Centre Point Of Indonesia, Masjid Al-Markaz, Masjid Raya Makassar, Masjid 100 Kubah, Masjid Al-Fatih Al-Anshar, Monumen Pembebasan Tugu Mandala, dan masih banyak lagi. Ternyata masih ada tempat yang sangat mungkin menjadi tempat wisata, dimana itu?

Jadi begini ceritanya, suatu ketika Penulis sedang mengendarai Mobil di sekitaran Tol, tepatnya di pinggir Tol. Hampir setiap hari lewat di Jalan Tol membuat penasaran ada kawasan apa dibagian barat Kawasan Industri Makassar (KIMA)? Kalau melihat di peta, sudah sangat jelas bahwa dibagian barat sana adalah lautan, bila ada lautan pasti ada pantai, pantai seperti apa yang ada di bagian barat KIMA? Sebagai perantau di Kota Daeng ini, rasa penasaran itulah yang memicu penulis untuk menelusuri sebelah barat jalan Tol, sebelah barat KIMA. Maka pada hari itu juga, perjalanan menuju barat Makassar dimulai dengan kendaraan roda dua, journey to the west Makassar, keren bukan? Hehehe.

Melajulah kendaraan roda dua milik penulis di malam hari menelusuri pinggir tol untuk mencari tahu seperti apa tempat yang dituju. Melewati jalan beton, perumahan yang berjejer dipinggir jalan tampak padat, tampak beberapa pabrik dan perusahaan gas, adapula halte bus. Dengan adanya halte bus, ini menandakan bahwa kepadatan penduduk di daerah ini tak dapat diragukan. Pernah pula di sore hari, melintasi jalan beton hingga pantai. Berhenti sejenak di Sebuah Pabrik yang mengepul asapnya, tepat di samping pabrik padang hijau menghampar, adapula beberapa pepohonan yang menjulang di antara padang rumput tersebut, tampak jingga merona sedang dalam proses terbenam. Pemandangan yang menakjubkan! Tak disangka ada pemandangan menyejukkan seperti ini di bagian barat Kota Makassar. Matahari pun terbenam di ufuk barat dengan anggunnya, sungguh memesona mata yang memandangnya.

Tak jauh dari pemandangan jingga merona yang terbenam tersebut, beberapa ratus meter setelahnya, tak sampai satu kilometer, engkau akan kaget dengan hamparan sampah yang wooow, surprise! Setelah bangunan-bangunan pabrik dengan asap mengepul dan perumahan warga, tiba-tiba ada Sawah yang menghampar hijau sejauh mata memandang, eksotis bagi para penikmat pemandangan sawah! Beberapa ratus meter lagi kita meneruskan perjalanan, kita akan mendapatkan taman yang cukup indah serta kampung nelayan serta desa wisata, terus lagi kita akan mendapatkan pelabuhan dengan kapal merah dan putih bersandar di ujungnya, Pelabuhan UNTIA namanya.



Oleh : Mohamad Khaidir

Begini Perjalanan Darat dari Makassar ke Sengkang/Wajo!

Kota Sengkang, atau Kota Wajo, Ibu Kota Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Kota yang cukup bersih dan rapi penataannya. Mobil minibus melaju melintasi jalanan yang mulus, mobil yang kali ini membawa Dua Orang Pemuda bervisi peradaban. Dua Pemuda ini hendak memantau perkembangan salah satu Program Pemerintah, yaitu Program Pemuda sarjana penggerak pembangunan pedesaan. Para pemuda yang di tempatkan di desa, para pemuda sarjana, yang akan berkontribusi untuk pembangunan di desa penempatan.

Dari Makassar menuju Kota Sengkang, terlebih dahulu melewati Kota Maros yang merupakan Ibu Kota Kabupaten Maros. Dari Maros kemudian melewati Kota Pangkep, Ibu Kota dari Kabupaten Pangkajene Kepulauan, lalu menuju Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Jalanannya cukup lurus saja, tak terlalu banyak belokan, juga masih ada sedikit lubang-lubang kecil di jalan yang harus segera menjadi perhatian pemerintah setempat. Dari Kabupaten Barru, Berbelok ke kanan atau ke arah timur tepat di Perempatan dekat dengan Rel Kereta api yang sedang di bangun.

Mulai dari Kabupaten Barru ini kita akan melewati salah satu jalan alternatif yang cukup menantang. Berkelok-kelok, tikungannya cukup tajam, bahkan ada beberapa tikungan yang sudut berbeloknya nyaris 1 lingkaran, ada 11 jumlahnya menurut perhitungan penulis. Jalan alternatif tersebut terkenal dengan nama Buludua, mengapa Buludua? Tak ada yang tahu secara pasti apa makna sebenarnya, tetapi menurut cerita Bulu artinya Gunung, dua adalah jumlah, memang benar ada dua gunung besar yang dilewati ketika melintas di jalan ini. Gunung nya cukup eksotik dan memanjakan mata, tebingnya cadas, berpadu dengan warna hijau karena sebagian permukaannya subur, ada pula warna kuning yang berpadu seolah-olah level warna yang sedang bersanding dengan warna hijau, dari hijau ke kuning, ditambah birunya langit dan awan mendung yang menggantung di atas tebing eksotik buludua, bisa engkau bayangkan bukan indahnya pemandangan buludua?

Warga masyarakat di sekitaran Buludua pada umumnya adalah petani dan mengelola kebun, lembah buludua yang indah, adapula pesantren di lembah buludua ini, adapula beberapa Rumah makan di rest area Buludua, tepat di puncak. Diselimuti kabut yang sedikit mengurangi jarak pandang, lampu mobil harus dinyalakan dalam kondisi ini, dinginnya juga semakin menjalar dalam sel-sel kulit. Sesudah buludua, kita akan mendapati Kabupaten Soppeng sebelum akhirnya memasuki Kabupaten Wajo Sulawesi Selatan. Memasuki Soppeng, jalanan mulus dan mulai padat dengan pemukiman warga masyarakat, daerah yang cukup banyak pedagang serta wirausaha. Jalan dari Soppeng menuju Wajo atau Sengkang di dominasi oleh jalan lurus dan mulus, meskipun padat perumahan, aroma sejuknya udara pedesaan masih terhirup, mungkin karena Soppeng berhasil tetap menjaga hijaunya lingkungan sekitar meskipun padat perumahan.

Bertemu dengan para pemuda yang sedang membangun desa di Kabupaten Wajo adalah pengalaman yang memiliki sensasi tersendiri. Membangum Desa dengan Program Kewirausahaan, program pemberdayaan masyarakat, program pengabdian kepada masyarakat, luar biasa! Seharusnya program-program seperti ini yang perlu dilanjutkan dan dikembangkan. Indahnya Kabupaten Wajo beserta desanya mengundang asa untuk kembali berkunjung dan menikmati keramahan masyarakat, Sulawesi Selatan masih menyimpan potensi keindahan alam yang luar biasa dan masih banyak lagi, ayo ke Sulsel!

Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, August 14, 2019

Kibarkan Benderamu, Kibarkan Idemu!

Menelusuri gang-gang sempit di sepantaran Kota, Gang yang kira-kira hanya muat untuk sebuah city car, bila ada Mobil truk besar yang masuk ke dalam gang, mungkin kendaraan lain harus menyingkir terlebih dahulu, Mobil truk pun bila melintasi gang sempit ini akan kesulitan berbelok, kecuali supir truk punya pengalaman dan kemampuan yang mumpuni untuk membelokan mobil besar tersebut tanpa tergores sedikit pun. Bahkan ada pula gang yang hanya cukup dilintasi satu motor, motor di arah berlawanan harus rela mengalah bila ingin melintas. Inilah realitas perkotaan, inilah deru debu tembok kekar nan kokoh ciri khas Kota Besar, Kota yang dibangun semenjak dari Bangsa ini terjajah sampai Merdeka.

Sudah 74 Tahun kita merasakan nikmat kemerdekaan, betapa nikmatnya membangun, bekerja, belajar, beraktifitas, tanpa penindasan serta kesewenang-wenangan dari bangsa lain. Segala kerumitan, keribetan prosedural, kompleksitas administrasi, Inilah tantangan kemerdekaan, tantangannya dalam bentuk yang lain, dalam bentuk yang sesuai dengan zamannya. Lalu diantara gang-gang sempit perkotaan, aku melihat Bendera Merah Putih berkibar, berkelabatan, tertiup angin, menunjukan warnanya dengan jelas, Merah itu Berani dan putih itu suci! Tak hanya satu yang berkibar, ada pula umbul-umbul merah putih sebagai pendukung sang Merah Putih. Indah tampaknya oleh mata, simbol kedaulatan bangsa ini, Simbol Kemuliaan Bangsa Indonesia, Simbol Kemerdekaan yang tak kan tergantikan, berkibarlah terus Sang Merah Putih!

Lalu, apakah cukup hanya seperti itu? Apakah cukup hanya Sang Merah Putih secara fisik saja yang berkibar? Bagaimana jika Nilai-nilai yang ada di dalamnya tak berkibar? Aduhai, malang nian bila nilai tak juga berkibar, nilai tak tampak dalam keseharian, ide-ide positif tak berkibar, ide-ide positif tak menunjukan eksistensinya. Justru perilaku negatiflah yang tampak, sampah-sampah berserakan, juga seolah-olah ingin berkibar pula di jalanan. Gagasan LISA (Lihat Sampah Ambil) cukup keren untuk kita praktekan, sebagai bangsa yang sebentar lagi merayakan kemerdekaannya yang ke-74. Ide tentang memungut sampah ketika melihatnya juga adalah ide positif yang harus berkibar, harus tampak dalam keseharian kita. Berbuat sebelum berucap, begitu kira-kira ungkapan yang pas untuk Ide Positif ini.

Masih banyak ide-ide positif lainnya yang juga harus berkibar, memperindah kibaran Sang Merah Putih di pagar-pagar rumah kita. Tanggal 29 Juni - 1 Agustus Tahun 1945 dasar negara kita di bahas, sebagai landasan konstitusi bangsa kita tercinta. Lalu bila nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tak berkibar, sungguh sedih rasanya. Pancasila beserta nilai-nilai dan implementasinya yang merupakan hasil musyawarah founding father bangsa kita juga semestinya berkibar, Ide positif yang harus menjadi ruh Pemuda Indonesia. Jadi sebaiknya, tak hanya bendera saja yang berkibar, ide-ide luhur Pancasila harus juga berkibar! Ide-ide positif juga harus berkibar! Bila Sang Merah Putih telah Berkibar dirumah kita, mari kita kibarkan bersama ide-ide positif kita!

Oleh : Mohamad Khaidir

Tuesday, August 13, 2019

Begini Perjalanan Darat dari Sinjai ke Bulukumba!

Kota Sinjai merupakan Ibu Kota Kabupaten Sinjai, Sinjai Bersatu, begitu tertulis di Gerbangnya, tampak patung beberapa Ekor Kuda seolah-olah sedang berlari tepat berada di Gerbang. Udaranya sejuk dan dingin, Mobil Minibus yang baru saja membelai mesra Jalan poros Bone Sinjai telah tiba di perbatasan. Singgah sebentar di Sebuah Rumah sederhana, rumah Tembok berwarna Krem tampak begitu sederhana berdiri dengan anggun di antara Pohon-pohon rindang serta bunga-bunga kecil. Halaman depan rumah krem tersebut cukup luas, ternyata halaman luas tersebut adalah bekas rumah panggung yang terbakar, bahkan beritanya sempat viral karena Al-Qur'an yang tersimpan di jendela Rumah panggung sama sekali tidak tersentuh api ketika merah membara melahap rumah panggung tersebut.

Sinjai terkenal dengan beberapa Objek Wisata yang cukup menarik dan memanjakan jiwa petualang anda. Ada Taman Mangrove Tongke-tongke yang sangat Instgramable, sangat indah perpaduan Mangrove, jernihnya lautan, langit yang digantungi sedikit awan mendung, ditambah lagi ada kafe terapung yang cukup unik. Bahkan diseberang lautan sana ada Pulau Sembilan yang juga terkenal. Adapula tempat Pelelangan Ikan populer di Sinjai, yaitu Lelong. Kalau mampir ke Sinjai, agendakanlah waktu khusus untuk menjelajahinya, jadi Backpacker pun nikmat.

Kali ini perjalanan akan menuju Bulukumba, Bumi Panritta lopi, Tempat Perahu Phinisi yang terkenal itu dirakit dan dibuat. Dari Sinjai menuju Bulukumba tak terlampau jauh mungkin sekitar 1 jam perjalanan darat. Melintasi bukit dan gunung yang tak terlalu tinggi, pemandangannya juga sangat indah, Sawah yang berundak-undak di balik bukit, langit yang seolah-olah bertemu dengan permukaan bukit dan pepohonan. Ditambah lagi pohon-pohon yang menghasilkan buah-buahan unggul tak jauh dari tepi jalan, seperti pohon durian dan pohon rambutan, tikungan yang di lewati tak terlalu tajam, hanya saja lengkungannya lebih luas dan panjang, sehingga ketika berbelok seolah-olah sedang di ayun perlahan tapi pasti sekitar 180 derajat lingkaran. Yang beruntung mendapatkan pemandangan Sunset atau sunrise akan lebih takjub lagi sepanjang jalan dari Sinjai Ke Bulukumba, sungguh indah ciptaan Tuhan.

Sekitar 40 menit, tanpa masuk ke Kota Bulukumba, kita bisa berbelok kiri masuk ke jalan alternatif menuju Pantai Bira Bulukumba, Pantai Wisata yang sangat tersohor sampai ke luar negeri, Salah satu Tempat Wisata unggulan di Sulawesi Selatan. Belok kiri di daerah Tanete, kita akan memasuki desa-desa dengan jalanan yang agak kecil, nyaris hanya bisa di lewati 2 Mobil. Masuk sekitar 8 Kilometer, kita akan menemukan satu tempat yang juga sangat indah untuk berfoto ria disini, tempat yang sangat Instagramable, Kebun Karet di Daerah Allu Bulukumba. Menurut cerita, pohon tersebut ditanam dengan sangat rapi saat Inggris sempat mengeksplorasi daerah ini, alhasil kita akan menyaksikan Perkebunan Karet yang rapi jejeran pohonnya, lalu dibalik itu ada padang rumput hijau beratapkan langit, sangat indah.

Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, August 12, 2019

Bone Im In Love

Kali ini perjalanan yang Ke-5 (Lima) dalam setahun, perjalanan yang ingin memecah kebuntuan berpikir, menarik diri dari riuhnya Aktivitas Perkotaan. Perjalanan yang menembus ketidaknyamanan menuju kenyamanan, begitu Harapannya, padahal kehidupan tidak seperti itu, Dinamika kehidupan memaksa kita untuk belajar menikmati kenyamanan serta menerima ketidaknyamanan. Kita harus menuliskannya, menuliskan sebaik mungkin, dengan tinta suci nan murni, bait-bait kehidupan harus kita tuliskan.

Bermula dari Kota Daeng, Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Kota yang baru-baru saja merayakan kemenangan dalam pertandingan Sepak Bola, melawan Tim Sepakbola kebanggaan Ibu Kota Indonesia. Setelah sebelumnya kalah 1-0 saat bertandang di Jakarta, Kesebelasan Persatuan Sepakbola Makassar (PSM) membalas kekalahan tersebut di Stadion Andi Matalatta, Persatuan Sepakbola Indonesia Jakarta (Persija) harus mengakui keunggulan 0-2 dari PSM. Gelar Juara bagi PSM setelah 19 Tahun puasa Gelar, sungguh membanggakan! Beberapa sektor sekitaran stadion sempat merayakan selebrasi, luapan kegembiraan, semangat para pemuda, bergelora memenuhi atmosfer penggila bola di Kota Makassar! Selamat buat PSM!

Dari Makassar, menuju Kota Watampone, tak terlampau jauh, apalagi yang sudah terbiasa melintasinya. Jalannya berkelok-kelok cukup ekstrim ketika memasuki Camba Kabupaten Maros, namun tak beberapa lama melewati jalan yang cukup ekstrim ini semenjak jalan layang keren yang menggunakan APBN selesai dirampungkan. Cukup indah jalan layang tersebut, lumayan menghemat sekitar 1 Jam, lebih cepat menuju perbatasan Kabupaten dan Kabupaten Bone. Tak sedikit pula kita akan menyaksikan segerombolan Monyet Hutan muncul di pinggir jalan. Ada beberapa papan petunjuk yang menunjukan Leang, penulis sendiri masih penasaran keindahan alam macam apakah di ujung papan penunjuk tersebut.

Ketika masuk di Kabupaten Bone, kita juga akan menyaksikan pemandangan alam yang menarik dan tidak membosankan. Ada beberapa rest area yang menjadi Favorit para Musafir dari Makassar menuju Bone atau dari Bone menuju Makassar, yaitu Jabal Nur dan Beberapa Rumah Makan yang ada di Cijantung. Pemandangan menakjubkan sawah hijau berpadu dengan Gunung dan langit biru serta awan putih begitu Indah ketika masuk di Lappariaja dan Bengo Kabupaten Bone, sayang penulis belum melihat Rumah Makan, Rest Area, atau Tempat Wisata daerah Tersebut.

Setiap perjalanan tentu mengandung hikmah dan menyimpan kenangan yang tak terlupakan. Seperti ketika penulis pertama kali melakukan perjalanan menuju ke Bone dari Makassar, dengan modal seadanya, hendak melamar sang Pujaan Hati, kejadiannya sekitar 3 tahun yang lalu. Sangat mendebarkan, sekaligus mengharukan, menggembirakan sekaligus menegangkan, aduhai, siapa yang tak berkesan ketika melamar Sang Pendamping Hidup yang akan berjuang bersamamu, membantumu dalam suka dan duka. Kota Beradat yang menyejarah, pusatnya Kerajaan Besar, Kerajaan Bone di masa lampau. Kota Kelahiran JK.

Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 8, 2019

Begini Perjalanan Darat dari Bone menuju Sinjai!

Mobil minibus melaju Kencang menerabas kaki-kaki angin di pelupuk mata, memacu lajunya menembus jenggala polusi udara, mengantarkan para penumpang menuju tujuannya secepat mungkin. Dari Kota Beradat, Kota Bone menuju Kabupaten Bulukumba rombongan ini melaju dengan kecepatan yang lumayan cepat, mendahului mobil-mobil besar serta kepulan asap polusinya.

Jalanan lumayan lancar tanpa macet yang berarti, kecuali beberapa mobil besar yang seolah-olah berkonvoi, membuat beberapa kendaraan kecil memakan beberapa waktu jika ingin mendahuluinya, tapi pada dasarnya jalanannya mulus tanpa lubang di jalan yang berarti. Ada seorang Sahabat yang bilang, jika jalannya tak mulus, siap-siap saja Joget tanpa musik. Apa maksudnya? Mungkin maksudnya jalanan yang tak mulus membuat penumpang berguncang hebat ketika melewatinya, mungkin itu maksudnya.

Sebelum menuju Kabupaten Bulukumba, dari Arah Kabupaten Bone, harus melalui Kabupaten Sinjai terlebih dahulu. Tidak terlalu banyak belokan atau tikungan tajam, kebanyakan jalan yang lurus. Bilapun para penumpang kelelahan, akan banyak tertidur ketika melewati jalan yang mulus, lurus, dan lancar ini. Begitu pengalaman pribadi penulis saat sedang tak menjadi Driver, lebih banyak tertidur saat melewati jalur Bone menuju Sinjai, Hehehe. Pemandangannya pun di dominasi oleh sawah-sawah yang menenangkan pikiran ketika memandangnya, tak sedikit juga tampak Bangunan-bangunan menjulang tinggi yang merupakan sarang Burung Walet, ini menandakan bahwa Masyarakat suku Bugis adalah pekerja keras serta punya tekad yang kuat dalam mencari nafkah. Tampak pula pohon-pohon yang tertanam di pinggir jalan, miring ke arah jalanan, seolah-olah membentuk terowongan alami yang sangat indah, sangat Instagramable.

Sebelum sampai ke Kabupaten Sinjai, di ujung perbatasan Bone dan Sinjai, ada sebuah Pondok Pesantren yang sangat terkenal di Sulawesi Selatan. Pondok Pesantren Darul Huffadz, Terletak di Desa Tuju-tuju, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Tokoh yang sangat terkenal di Pondok Pesantren ini adalah KH.Landre Said, tak sedikit Masyarakat Sulawesi Selatan serta Para Santrinya yang menganggap Beliau adalah Seorang Wali Allah, warga disekitaran Desa Tuju-tuju, para santri, serta Alumni maupun alumnus Pondok Pesantren Darul Huffadz sering menyaksikan kejadian-kejadian yang ajaib, yang mungkin hanya orang-orang yang diberi Karomah oleh Allah yang dapat melakukannya, atas izin Allah tentunya. Salah satu Tokoh terkenal yang merupakan alumni Pondok Pesantren ini adalah Ustadz Bachtiar Natsir, salah satu Tokoh Sentral 212, Tokoh Nasional yang berpengaruh. Semakin meningkat popularitasnya ketika aksi 411 dan 212 yang merupakan sejarah berharga bagi Ummat Islam di Indonesia. Suatu Gelombang Besar serta arus nan kuat, Menorehkan tinta emas dalam sejarah Bangsa Indonesia.
(Bersambung).

Oleh : Mohamad Khaidir

Bone & Pemuda Desa

Ayo Diskusi! Diskusi membuka pikiran, yang tadinya Tertutup akan sedikit terbuka. Yang tadinya terbebani mungkin akan menjadi sedikit lebih ringan. Yang tadinya hanya memiliki satu perspektif, nantinya akan semakin objektif karena nantinya di diskusi bisa menjadi multi-perspektif. Kali ini perjalanan para pemuda yang suka berdiskusi ini menuju Tanah Bone, Bumi Arung Palakka. Jalan-jalan sambil Bangun Indonesia, Bangun Indonesia sambil jalan-jalan, Asyik bukan?

Jalanan menuju Bone cukup menguji Adrenalin, terutama yang memulainya dari Kota Makassar lalu memilih rute terdekat yaitu Camba Kabupaten Maros. Tikungannya cukup tajam, melewati pepohonan dan jenggala, tebing-tebingpun cukup terjal, ditambah lagi jalan yang lumayan sempit. Tetapi seharusnya, sulitnya medan tidak mereduksi semangat para Darah Muda, Darah yang berapi-api Kata Bang Haji Roma Irama, Hehehe.

Perjalanan memakan waktu sekitar 3 Jam 8 Menit untuk sampai ke Kota Bone. Berkumpul di salah satu Rumah Makan terkenal di Kota Bone, Para Pemuda baru saja tiba lalu segera melaksanakan Shalat sebelum memulai bincang-bincangnya. Pemuda yang begitu bersemangat juga menambah semangat, Bagai Gelombang yang awalnya kecil lalu membesar di ujung Pantai.

Matahari memancarkan sinarnya, sangat cerah hari itu. Birunya langit sangat jelas terpapar, lalu bincang-bincang nya pun berlangsung secara santai dan elegan, tetapi program yang di hasilkan betul-betul riil menyentuh pemuda di Desa. Mengapa di Desa? Desa punya pengaruh yang kuat dalam pembangunan bangsa ini. Jadi, kalau ingin membangun Indonesia mulailah dari membangun Desa. Kalau ingin Bangsa ini Progresif, mulailah dari Para Pemuda bertekad kuat, Pemuda-pemuda yang akan menyebarkan semangat positifnya.
(Bersambung).

Oleh : Mohamad Khaidir

HIJAUNYA SAWAH