Showing posts with label Kota Palu. Show all posts
Showing posts with label Kota Palu. Show all posts

Tuesday, September 29, 2020

Melampaui Individualisme

 

Melampaui Individualisme itu nyata adanya..

Saya menjadi saksi hidup bagaimana Saudara-saudari Muslim kami dari Jerman, Inggris, & Malaysia datang untuk meringankan beban korban gempa, tsunami, & Likuefaksi di Sulteng..

Saya menjadi saksi hidup, bagaimana Saudara-saudari Muslim kami di Sulawesi Barat membuka posko di rumah-rumahnya lalu memberikan pakaian & makanan gratis kepada korban bencana di Sulteng September 2018 silam..

Saya menjadi saksi hidup bagaimana relawan-relawan dari seluruh Indonesia, bahkan aktivis kemanusiaan dari berbagai penjuru negeri datang ke Palu, Sigi, & Donggala untuk memberi bantuan serta menyemangati agar bangkit dan tak berlama-lama dalam keterpurukan..

Foto ini adalah foto pada tahun 2018, tepatnya di Balaroa, salah satu lokasi Likuefaksi di kota Palu Sulteng, tanah beserta segala yang ada di atasnya amblas ke arah bawah sekitar 10 meter..

#bencana #kemanusiaan #gempa #palubangkit #palukuat #likuefaksi #tsunami #sigi #donggala #palu #sulteng 

Monday, September 28, 2020

Seorang Hamba

 


2 Tahun yang lalu.. Gempa, Tsunami, & Likuefaksi melanda Kota Palu, Sigi, & Donggala..

Jeritan, tangisan, dan semangat untuk bangkit setelah bencana berdinamika menghiasi tenda-tenda pengungsi..

Bencana juga sebagai pengingat kepada kita, bahwa mungkin saja apa yang terjadi di alam adalah cara alam merespon ulah manusia..

Tahu teori "Butterfly Effect" kan?

Bencana juga mengingatkan kembali bahwa sejatinya kita semua adalah seorang hamba..

#bencana #palubangkit #likuefaksi #gempa #tsunami #palu #sigi #donggala #sulawesi #sulteng #pengingat #sadar #hamba

Friday, January 3, 2020

Bertualang dan Berkemah di Puncak Matantimali!

Ketika engkau berada di sebuah tempat, atau sebuah daerah, jangan lupa dekati pemudanya. Sepertinya pesan itu sangat cocok buat para petualang, buat para penjelajah dan penyuka tantangan baru. Ya, bila engkau sudah akrab atau berteman dengan mereka, para pemuda tersebut akan mengajakmu jalan-jalan ke suatu tempat, jalan-jalan yang produktif, perjalanan yang berkesan dan tak terlupakan, menikmati keindahan alam, percayalah! Aku sudah pernah mencobanya!

Mengabdi di Desa Porame Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah selama 2 bulan, merupakan pengabdian yang sangat berkesan. Terutama ketika para pemuda setempat mengajak kami berkunjung ke suatu tempat untuk berkemah, sebuah puncak yang terkenal bahkan terkenal di Kota Palu Sulawesi Tengah, terkenal di kalangan pecinta alam, terkenal di kalangan para petualang, tersohor di kalangan wisatawan, populer di kalangan para atlit paralayang, tempat itu adalah Puncak Matantimali. Kira-,kira jaraknya 17 Kilometer dari Desa Porame, karena medannya lumayan berat maka perjalanan memakan waktu sekitar 45 Menit untuk sampai di puncak.

Jalan menuju Puncak Matantimali lumayan menantang dan terjal, pendakiannya nyaris 70an derajat kemiringan, maka keprimaan tubuh dan kondisi kendaraan harus dalam keadaan baik bahkan sangat baik. Jalannya berbelok-belok agar mudah mendaki ke atas, pemandangan yang kita nikmati adalah pepohonan, pegunungan, serta Kota Palu yang tampak indah dari ketinggian. Puncak Matantimali menyajikan pula kabut yang tebal pada waktu-waktu tertentu, ingin rasanya berdendang begitu kita berhasil tiba sampai disana. Buat kamu para petualang, kamu harus berkunjung dan berkemah disini, Puncak Matantimali, tunggu apa lagi, ayo ke Sulteng!


Oleh : Mohamad Khaidir

Sunday, November 24, 2019

Refleksi Akhir Tahun di Puncak Kanuna

Bangkitlah Negeriku Harapan itu masih ada
Berjuanglah Bangsaku Jalan itu masih terbentang

Sebuah senandung yang menggema di dalam hati, ingin terus menerus di senandungkan dalam perjalanan menuju puncak. Senandung ini bercerita tentang semangat dan optimisme, pemantik semangat bahwa harapan itu masih ada, pemantik semangat bahwa kita harus bangkit dan berjuang, pemantik semangat bahwa jalan itu masih terbentang. Jalan-jalan produktif kali ini adalah menuju sebuah puncak di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, sebuah perjalanan yang membangkitkan semangat berjuang untuk bangsa dan negeri tercinta, Indonesia.

Sekelompok pemuda bersepakat untuk menyewa angkutan kota, mobil angkutan umum yang mungil untuk membawa kami menuju jalan yang bisa dijangkau oleh kendaraan roda empat. Sebab perjalanan menuju ke puncak harus ditempuh dengan berjalan kaki dan mendaki serta menembus belantara hutan dan semak-semak. Hari mulai menuju petang, tak lama lagi senja tiba, saat mobil yang mengangkut kami tengah mendaki, tiba-tiba mobil ini mogok!

Maka para pemuda segera melakukan upaya terbaiknya untuk mendorong mobil ini di jalan mendaki. Lelah dan berkeringat, tapi itu tak seberapa dibandingkan dengan kebersamaan, persaudaraan, dan persahabatan yang kokoh. Sesekali ada gelak tawa ketika sedang mendorong mobil, jingganya senja tak nampak di daerah ini, sebab kami berada di kaki gunung bagian barat Kota Palu Sulawesi Tengah, gunung menjulang tinggi dibagian barat sehingga jingganya senja tak terlihat dengan mata.

Perjalanan terus dilanjutkan, kali ini dengan berjalan kaki, sambil membawa tenda serta perlengkapan berkemah lainnya seperti kompor, penerangan, bahan mentah, ember tempat penampungan air, saat itu penulis masih sangat polos, melakukan pendakian dan petualangan dengan menggunakan celana kain, celana yang biasanya digunakan karyawan atau pegawai di kantor! Sempat pula menjadi bahan tertawaan, namun penulis sangat bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang baik, orang-orang yang memiliki semangat untuk bangkit dan berjuang untuk bangsa dan negeri, menyingkirkan ego, melampaui individualisme.

Menelusuri aliran air di kaki gunung untuk menuju Puncak Kanuna Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, bahkan sempat berhenti beberapa kali karena pemimpin rombongan sempat ragu dengan jalur yang dilalui. Bertanya kepada penduduk lokal, lalu kembali melanjutkan perjalanan mendaki Puncak Kanuna. Hari semakin petang, langit semakin gelap, dan jalan semakin penuh dengan semak-semak, bahkan jalanan semakin mendaki, nyaris 90 derajat! Harus berpegangan pada pohon kecil atau semak-semak yang dirasa memiliki akar yang kuat.


Petang sudah menjelang, tibalah rombongan pemuda pejuang ini di Puncak Kanuna, lumayan gelap, sewaktu membangun tenda hanya menggunakan penerangan seadanya. Dari Puncak Kanuna terlihat gemerlapan lampu-lampu dari Kota Palu Sulawesi Tengah, sangat indah! Malam itu menjadi malam yang lumayan hangat meskipun hawanya terasa dingin, hangat karena perbincangan, hangat karena api unggun, hangat karena persaudaraan. Malam akhir tahun yang luar biasa! Ditengah malam kembang api meluncur dari gemerlapan lampu Kota Palu, terlihat indah bergantian naik kelangit, terlihat indah dari Puncak Kanuna. Refleksi Akhir Tahun di Puncak Kanuna sangat mengesankan, perjalanan ini masih akan berlanjut.

Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, October 10, 2019

Disini Kami Bermula, Pantai Bambarano Donggala!

Motor hitam meluncur dengan kecepatan yang tinggi, melaju mencoba mengejar ketertinggalannya dari motor lainnya, mungkin kecepatan rata-rata saat itu adalah 90-100 Kilometer per jam. Dua orang pemuda dengan keberanian yang masih patut di uji menggeber motor hitam sampai sandar gas. Ya, sandar gas adalah istilah anak muda di Sulawesi Tengah, sandar gas berarti menggeber gas sampai batas maksimal sehingga tak bisa ditambah lagi tarikan gasnya.

Jalan-jalan produktif kali ini adalah menuju sebuah pantai yang saat ini sudah sangat banyak yang mengunjunginya, dulunya pantai ini belum terlalu terkenal. Sekitar 8 orang pemuda, dengan 4 buah motor berlomba menuju sebuah pantai yang sangat eksotis, sebuah pantai yang sangat indah di Kabupaten Donggala, Bumi Tadulako Sulawesi Tengah. Untuk menuju pantai pantai ini, kita harus menempuh jarak sekitar 147 Kilometer dalam waktu kurang lebih 3 jam 9 menit.

Delapan orang pemuda ini berasal dari satu almamater yang sama, satu kampus negeri yang sama, Universitas kebanggaan Sulawesi Tengah. Mereka bersepakat untuk singgah sejenak di Desa Talaga terlebih dahulu, Desa indah dan asri di tepi Danau Talaga Sulawesi Tengah. Disini ada rumah seorang pemuda yang juga sahabat mereka, pemuda Desa Talaga yang kebaikannya menembus batas-batas individualisme, keluarganya pun sangat baik menerima kami dirumah besar nan sederhana. Maka perjalanan pun dimulai dari Kota Palu.

Awalnya keempat motor ini berjalan beriringan, bersama-sama, tapi kemudian jalanan yang mulus dan halus terlalu menggoda untuk tak melakukan balapan, apatah lagi semuanya adalah pemuda dengan semangat yang berapi-api, pemuda yang semuanya sangat ingin bersegera melakukan kebaikan, maka melajulah keempat motor seolah-olah sedang melakukan balapan siapa cepat sampai di Desa Talaga!

Motor hitam yang ditumpangi penulis pun awalnya ketinggalan, sampai dipertengahan perjalananpun kami masih merasa tertinggal dari tiga motor lainnya. Memasuki Desa Dalaka Kabupaten Donggala singgah sejenak dirumah keluarga sekedar untuk menyapa dan minum teh sambil ngobrol dengan Paman penulis, sepupu dari Ayah Penulis. Lalu kamipun melanjutkan perjalanan dengan kecepatan yang sangat tinggi, seolah-olah motor hitam itu akan terbang lepas landas dari aspal.

Karena merasa tertinggal, maka motor hitam segera di geber dengan kecepatan yang luar biasa! Waktu tempuh yang tadinya 3 jam menjadi hanya 2 jam saja! Akhirnya motor hitam tiba di Desa Talaga, hanya bermodalkan bertanya pada penduduk lokal kami tiba di Desa Talaga, ternyata kami tiba paling awal, padahal sebelumnya motor hitamlah yang tertinggal di belakang, rombonganpun menginap di Desa Talaga Kabupaten Donggala malam itu.




Keesokan paginya kami menuju Pantai Bambarano Kabupaten Donggala, tempat yang sebenarnya kami tuju untuk berlibur, pagi-pagi sekali kami sudah sarapan dan meluncur ke Pantai Bambarano. Pantai yang sangat indah, batu-batu karang yang lumayan besar muncul di dekat pantai pasir putih, air lautnya sangat jernih perpaduan warna hijau dan birunya laut, langit biru dan cerah berpadu dengan sedikit awan putih, maka persaudaraan dimulai dari sini. Semenjak liburan itu, persaudaraan kami semakin kokoh, sampai hari ini perasaan itu masih mengakar, bahwa kami bersaudara meskipun tak sedarah. Disini kami bermula, disini kami memulai, Pantai Bambarano Kabupaten Donggala.


Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, September 21, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (6)

Beras-beras sudah di atur sedemikian rupa, dipaketkan dengan mie instan, dipaketkan dengan telur, dan bahan-bahan pokok lainnya. Pakaian-pakaian layak pakai juga sudah tertata rapi dan siap untuk diangkut. Sekelompok pemuda-pemuda pecinta Mushollah telah berseragam lengkap dan siap berangkat, bersiap menuju tempat tujuan untuk melaksanakan bakti sosial. Seorang pemuda kurus ingusan sungguh tak menyangka ia dipilih sebagai ketua panitia kegiatan tersebut.

Mobil-mobil dan puluhan motor pun berangkat dengan sebuah misi mulia, setelah sebelumnya bergelut di kampus, menghimpun bantuan dari seluruh civitas kampus, bergerak bersama untuk melakukan kebaikan. Lokasi yang dituju adalah Desa Towale Kabupaten Donggala. Beberapa pekan yang lalu desa ini sudah dikunjungi oleh sebagian senior untuk melakukan Survey. Dari Kota Palu menuju Kota Donggala Sulawesi Tengah memakan waktu sekitar 30-40 menit, jalanan cukup mulus melewati pesisir. Pemandangan yang akan kita saksikan berupa pantai dan keindahannya.

Kota Donggala dulunya adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, mungkin karena di zaman dulu perdagangan di pelabuhannya sangat maju. Sebelum masuk Kota Donggala, kita akan menyaksikan anjungan pantai yang beberapa tahun ke depan akan ramai pedagang kaki lima dan pengunjung. Dari Kota Donggala sekitar 40 menit lagi tiba di Desa Towale Kabupaten Donggala. Akhirnya rombongan pemuda pencinta mushollah ini tiba di Desa Towale untuk menyalurkan bantuan. Terlebih dahulu bertemu dengan pihak-pihak yang berwenang agar kegiatan berjalan dengan lancar, aparat desa setempat. Dan tentunya di awali dengan seremonial di masjid. Mengapa masjid? Ya, masjid menjadi pilihan utama, sebab para pemuda ini berlatar belakang organisasi pencinta mushollah.

Sang pemuda 1000 masjid yang ikut dalam rombongan masih begitu lugu, karena statusnya sebagai mahasiswa baru, sangat baru dalam hal organisasi, sangat baru dalam hal kegiatan, sangat baru dalam dinamika pergerakan mahasiswa. Masjid Desa Towale menjadi saksi betapa para pemuda pencinta mushollah yang masih berstatus sebagai mahasiswa baru, begitu gugup dan kaku berkegiatan, maklum sebagian besar dari mereka baru bisa mengaktualisasikan dirinya di organisasi kemahasiswaan.



Kegiatan berlangsung lancar, setelah pembukaan di Masjid Desa Towale, para pemuda ini menyebar mendistribusikan bantuan langsung kerumah warga yang telah terdata. Semua bermula dari masjid, pengumpulan bantuan di kampus dilakukan di masjid, rapat panitia pelaksana kegiatan juga dilakukan di masjid, pembimbingan pelaksanaan kegiatan juga dilakukan di masjid, pembukaan kegiatan secara seremonial juga dilakukan di masjid, tempat berkumpul favorit para pemuda ini juga di masjid. Dari masjid kebaikan bermula,  dari masjid kebaikan tersebar. Tak ada ruginya bila kita mengunjungi masjid, jadi mumpung masih muda ayo kunjungi sebanyak-banyaknya masjid ya. Agar kebaikan akan terus bersama kita, teruslah membersamai orang-orang baik di masjid, teruslah mengunjungi masjid.




Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, September 16, 2019

Pelangi Kecil di Air Terjun Wera Sigi!

Bunyi gemericik air, bunyi derasnya air menghantam bebatuan, jernihnya air berkilau diterpa sinar matahari, pemandangan lazim yang kita saksikan bila berkunjung ke air terjun. Tunggu, bagaimana bagi mereka yang belum pernah ke air terjun? Santai saja, suatu saat kalian akan kesampaian juga berlibur dan berekreasi ke air terjun. Kali ini jalan-jalan produktif kita berlokasi di Bumi Tadulako Sulawesi Tengah.

Kota Palu adalah kita tiga dimensi, begitu kata seorang teman, ada gunung yang menjulang di bagian timur dan barat, ada lembah yang datar, dan laut beserta pantainya yang indah terbalut dalam Teluk Palu. Dari Kota Palu Sulawesi Tengah, kita akan menuju ke Air Terjun Wera Kabupaten Sigi. Penulis punya pengalaman yang tak terlupakan tentang air terjun ini, penulis pernah berjalan kaki dari Air Terjun Wera Kabupaten Sigi menuju Taman GOR Kota Palu. Perjalanan yang tak terlupakan  dan sangat berkesan, sekitar 9 jam perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki.

Jalan dari Kota Palu menuju Kabupaten Sigi sangat mudah untuk kita temukan, karena jalanannya sudah bagus dan beraspal mulus. Dari bundaran palupi, kita belok kiri ke arah selatan Kota Palu. Cukup mengikuti saja Jalan Poros Palupi menuju Kabupaten Sigi, kita akan melintasi beberapa desa, pemandangan yang akan kita saksikan juga sangat memukau dan membuat kita kagum. Sepanjang perjalanan kita melintasi kaki gunung, tampak gunung berwarna biru di sebelah barat berkonfigurasi dengan bukit-bukit kecil berwarna krem beserta pepohonan dan tumbuhan khas tanah tandus.

Agar tidak tersesat, aktifkan google maps dan ketik "Air Terjun Wera Sigi", kita jugs akan mendapatkan pemandangan sawah hijau yang terbentang luas, gunung biru yang kini tampak hijau karena jaraknya semakin mendekat ke jalan poros. Rumah-rumah khas pedesaan, kantor desa, masjid, ternak-ternak, inilah Indonesia, asli Indonesia! Tampak dari kejauhan, kita akan melihat air terjun tersebut, berwarna putih dari kejauhan, muncul di antara hijaunya tampilan gunung dan kaki gunung, membuat para petualang yang sedang melakukan jalan-jalan produktif nya tergerak untuk bergegas menuju kesana.

Penunjuk jalannya tampak sudah kusam, kita belok kanan ke arah barat menuju gunung, menuju air terjun tersebut. Penanda jalan yang masih jelas adalah Sekolah Tinggi Teologia, bila menemukan penanda jalan tersebut artinya anda berada di jalan yang benar menuju Air Terjun Wera Kabupaten Sigi.  Jalanan mulai tidak mulus, yang tadinya aspal mulus mulai berbatu, mulai dari berbatu halus menjadi berbatu kasar sampai memang benar-benar menjadi tanah. Melewati gereja, kendaraan kita parkirkan tak jauh ke depan, tepatnya di rumah warga.




Berjalan kaki mulai di lakukan dari sini, kita melintasi jalan setapak yang penuh dengan semak, melintasi jembatan gantung, harus berhati-hati dengan keberadaan larva kaki seribu yang berwarna putih sepanjang jalan dan hinggap di dedaunan. Kita juga akan mendapati dataran dan pos yang tampak tua, dataran ini biasanya digunakan untuk berkemah. Lereng yang akan kita lintasi nyaris miring 90 derajat, harus benar-benar berhati-hati dan berpegangan pada tumbuhan atau batu.




Jalan setapak menuju air terjun panjang, naik turun, berbatu. Untuk yang suka tantangan bisa mencoba melintasi jalur air terjun, melewati air dan bebatuan, tetapi harus dalam pengawasan profesional, sebab ada beberapa arus yang cukup kencang di jalaur air terjun dan berpotensi membuat kita hanyut. Ketika sampai di puncak air terjun, ada kepuasan tersendiri yang kita dapatkan, mencintai negeri ini dengan bertualang, menikmati keindahan alam, paduan pancaran air dan sinar matahari membentuk sebuah pelangi kecil di puncak Air Terjun Wera Kabupaten Sigi. Buat kamu para petualang, harus menyempatkan diri mengunjungi tempat ini, Ayo ke Sigi! Ayo ke Sulteng!





Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, September 12, 2019

Petualangan di Air Terjun Tara Sigi!

Perjalanan kali ini, akan melintasi provinsi, Jalan-jalan Produktif kali ini, berada di Bumi Tadulako Provinsi Sulawesi Tengah. Tepatnya di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, sebuaj kabupaten yang secara geografis nyaris mengelilingi Kota Palu Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Bagaimana tidak, batas barat Kota Palu adalah Kabupaten Sigi, batas Selatan Kota Palu juga adalah Kabupaten Sigi. Perjalanan kali ini sangat seru, mari kita simak.

Pagi yang cerah di Desa Porame Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, ayam jantan bersahut-sahutan dengan bunyi khas nya masing-masing, petani sudah berada di sawah memulai aktivitasnya, para pegawai sudah bersiap-siap menuju ke kantornya, begitu pula siswa sekolah dan para mahasiswa, sedang bersiap-siap menuju Sekolah dan Kampusnya masing-masing. Pagi yang begitu segar, aktivitas sudah dilakukan oleh masyarakat, mencari rezeki untuk penghidupan yang layak, bergerak mencari Ridha Ilahi.

Sejumlah pemuda sedang bersiap-siap di Kantor Desa Porame Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Bersiap dengan sandal gunungnya, bersiap dengan topi birunya, ransel kecil, bahkan ada yang tidak mengenakan ransel, titik berkumpul adalah kantor desa. Maka perjalanan pun di mulai dengan kendaraan roda dua, beberapa kendaraan roda dua sudah melaju menuju arah barat Desa Porame, melintasi kantor Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi, melintasi Puskesmas Kecamatan, melintasi lapangan desa yang juga merupakan pusat kegiatan masyarakat desa, melintasi Masjid kedua yang berdiri di Desa Porame.

Tak berapa lama sejumlah pemuda ini tiba di Desa Uwemanje Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Memarkirkan kendaraannya di sebuah rumah panggung lalu perjalanan sebenarnya pun dimulai. Menurut pemuda desa, tempat ini masih sangat alami, jadi persiapkan diri dengan baik. Benar saja informasi tersebut, jalan yang dilalui bukan benar-benar jalan, harus memangkas semak-semak terlebih dahulu baru bisa lewat.


Air Terjun Tara Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, itu tempat yang akan dituju. Menerabas semak-semak sepanjang sungai kecil agar bisa melewatinya adalah pengalaman yang mendebarkan bagi beberapa pemuda ini. Ketika jalan buntu, yang dilakukan adalah menyeberangi sungai dan menyusurinya, wooow! Ternyata bagian terbaik dari perjalanan ini adalah menyusuri anak sungai dan berbasah-basah!


Selanjutnya melintasi tebing yang harus berhati-hati ketika melewatinya karena di bawah ada anak sungai yang tak dangkal dan berarus, luar biasa! Seluruh tubuh nyaris menempel di tebing agar bisa lewat! Setelah menyusuri sungai, jalan kembali buntu karena ketinggian sungai. Beberapa pemuda desa mengambil beberapa kayu dan membuatnya menjadi tangga darurat agar bisa memanjat, luar biasa! Hampir di ujung perjalanan, sekujur tubuh telah basah, kita telah sampai di Air Terjun Tara Sigi, bunyi air deras yang mengalir, udara khas sugai begitu sejuk, ternyata masih ada lagi jalan menuju puncak air terjun ini di atas sana, mungkin di lain kesempatan kita akan menelusurinya lagi. Air Terjun Tara Kabupaten Sigi, kamu harus kesini menikmatinya, masih sangat alami dan sejuk. Ayo ke Sigi! Ayo ke Sulteng!


Oleh : Mohamad Khaidir

Sunday, August 25, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (4)

Pagi sudah menampakkan wujudnya, sinar berwarna jingga terhampar di seluruh daratan Sulawesi, burung-burung berkicau seolah bersahut-sahutan satu sama lain, seakan-akan burung-burung ini tengah membincangkan pagi yang nikmat, pepohonan yang tampak diam sedang melakukan respirasi agar sistem pertumbuhannya terus berjalan, selama bunga shaqayek mekar, hidup harus terus berjalan, begitu pepatah kuno dari Negeri Persia. Truk yang bak nya berwarna biru, tertutupi terpal berwarna-warni di atas baknya sedang melaju melanjutkan misi kemanusiaannya, melaju di daerah Majene Sulawesi Barat, membawa bantuan bagi masyarakat korban gempa, liquifaksi, dan tsunami di Sulawesi Tengah, juga membawa semangat kemanusiaan, semangat kepedulian, semangat untuk berbagi. Pemandangan dari bukit hijau ke bukit hijau, gunung biru ke gunung biru, lapangan desa ke lapangan desa, pantai barat ke pantai barat, dari aliran sungai ke aliran sungai, dari menara masjid ke menara masjid, dari hamparan sawah ke hamparan sawah, Yaa Allah betapa indah tanah Celebes ini, nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Dari Majene Sulawesi Barat, jalan selanjutnya yang akan dilalui adalah membelah gunung-gunung besar, lembah lebih tepatnya, bilapun jalan tak memungkinkan untuk membelah gunung, maka jalan tersebut akan memanjat gunung, naik, berkelok, landai, naik, berkelok landai, begitu terus menerus polanya. Pesan singkat via WhatsApp masuk, agar menghubungi seorang saudara bernama Hajrul ketika sampai di Kota Mamuju Ibu Kota Sulawesi Barat. Perjalanan sedang menelusuri Majene, sebuah daerah yang dalam rencana jangka panjang pemerintah di wacanakan sebagai kota pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat. Memasuki Kota Majene, truk melaju melintasi keramaian dan kepadatan kota, cukup menggoda untuk singgah sejenak menikmati keramahan Kota Majene, namun perjalanan harus segera di lanjutkan.

Sekitar ratusan kilometer yang akan ditempuh dari Majene menuju Kota Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Telefon berdering, rupanya Pak Hajrul menghubungi kami, beliau menceritakan sedikit pengalamannya berada di lokasi gempa, saat listrik padam, Kota Palu hampir seperti kota mati. Beliau juga cukup berbahagia saat postingannya di media sosial tentang kondisi pasca bencana di Palu mendapat respon positif dari netizen yang budiman, sampai-sampai bantuan mereka untuk korban bencana disalurkan melalui Pak Hajrul. Diskusi yang hangat dari seorang yang awalnya kami pikir adalah seorang pemuda dengan semangat berapi-api.

Dari Majene ke Mamuju, kita harus melewati perkebunan kelapa sawit yang cukup panjang dan menghampar luas, luar biasa! Ada sebuah tempat bernama Karossa, Puncak Karossa lebih tepatnya, begitu indah, sungguh indah pemandangan yang bisa disaksikan dari Puncak Karossa. Tampilan gunung-gunung yang berubah warna, dari hijau kebiru, pantai, langit, serta pemandangan sunset jingga, oh indahnya. Betapa hari ini kita harus sering jalan-jalan menikmati keindahan alam, menyerapnya dengan perenungan yang inspiratif, menerimanya dengan kelapangan dada kita bahwa kita hanya seorang hamba. Sebentar lagi, kami akan sampai di Kota Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat!

Oleh : Mohamad Khaidir

AIR SURUT