Showing posts with label Majene. Show all posts
Showing posts with label Majene. Show all posts

Monday, August 26, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (5)

Pemandangan kelapa sawit menghiasi lanskap sejauh mata memandang, horizon biru menyatu dengan daratan ketika jalan mulai landai, mobil truk yang membawa bantuan untuk korban bencana Palu, Sigi, dan Donggala Sulawesi Tengah bergantian melintasi kebun kelapa sawit, ada ratusan mobil truk yang melintas. Sopir truk yang mengendarai truk kami bercerita, bahwa di area kebun kelapa sawit ini, ada beberapa titik yang di anggap bahaya, sangat rawan pencurian dan perampokan. Bahkan sopir kami pernah mengalaminya, ketika ia hanya sebentar pergi membeli rokok di warung pinggir jalan, sekembalinya ke truk sudah ada seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya menodongkan senjata tajam agar sang sopir segera menyerahkan uang atau segala macam yang berharga di dalam mobil truk nya. Oleh karena itu, mobil kami berinisiatif berjalan bersama rombongan truk lainnya ketika melintasi titik-titik rawan tersebut.

Oh iya, ada cerita menarik yang hampir terlupa untuk di ceritakan sebelum kita masuk pada kisah perjalanan kami di Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Mulai Campalagian Sulawesi Barat, Majene Sulawesi Barat, sampai jalan-jalan poros dari Majene ke Mamuju, kami memperhatikan beberapa masjid dan rumah, jumlahnya tak sedikit, membuka posko untuk korban bencana. Masjid-masjid sengaja dibuka untuk tempat istirahat, disiapkan pula kopi, serta makanan barat untuk para korban bencana. Rumah-rumah pun demikian, kira-kira setiap desa ada saja beberapa rumah yang di buka sebagai rest area bagi para korban bencana. Rumah-rumah tersebut juga menyiapkan makanan gratis, kopi dan minuman lainnya juga gratis, bahkan ada pula beberapa posko yang menyiapkan pakaian-pakaian bekas layak pakai. Semangat kemanusiaan, semangat kepedulian, semangat berbagi yang luar biasa ditunjukkan oleh masyarakat Sulawesi Barat. Boleh jadi hidup mereka juga sedang mengalami kesusahan atau kekurangan, namun kepedulian, kemanusiaan, dan semangat berbagi itu tetap ada bahkan besar melampaui batas-batas individualisme, luar biasa! Bisakah kita melakukan hal tersebut? Tentu saja kita bisa melakukannya.

Mobil truk yang kami tumpangi terus melaju dan tak lama lagi tiba di Kota Mamuju. Rupanya Kota Mamuju di apit oleh gunung-gunung yang tak terlalu tinggi dan pantai di bagian baratnya, Pantai Manakarra namanya. Setibanya di Kota Mamuju, kami langsung menelefon Pak Hajrul untuk meminta arahan selanjutnya. Ia meminta kami untuk bertemu, dan mampir kerumahnya, tak jauh dari pom bensin pertama yang kami dapati begitu tiba di Kota Mamuju. Seorang lelaki, kira-kita umurnya 30an tahun menunggu truk kami di pinggir jalan, tepat di depan sebuah sekolah Islam. Ia membimbing kami untuk memarkirkan kendaraan lalu berjalan bersama untuk mampir kerumahnya. Lelaki tersebut berkacamata, gurat alisnya menampakkan bahwa ia adalah seorang pejuang! Berbincang-bincang sebentar di ruang tamu, obrolan panjang soal bencana, soal dinamika terjun langsung ke masyarakat, mendengarkan keluhan dan aspirasi masyarakat, lalu setelah itu kami di jamu untuk makan diruang tengah. Mata penulis tertuju pada foto keluarga diruang tamu, foto Pak Hajrul bersama istri dan anaknya dengan pakaian resmi, pakaian protokoler seorang pejabat, songkok nasional, pin kebanggaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, tunggu sebentar, Ternyata Pak Hajrul adalah seorang Anggota Dewan!

Oleh : Mohamad Khaidir

Sunday, August 25, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (4)

Pagi sudah menampakkan wujudnya, sinar berwarna jingga terhampar di seluruh daratan Sulawesi, burung-burung berkicau seolah bersahut-sahutan satu sama lain, seakan-akan burung-burung ini tengah membincangkan pagi yang nikmat, pepohonan yang tampak diam sedang melakukan respirasi agar sistem pertumbuhannya terus berjalan, selama bunga shaqayek mekar, hidup harus terus berjalan, begitu pepatah kuno dari Negeri Persia. Truk yang bak nya berwarna biru, tertutupi terpal berwarna-warni di atas baknya sedang melaju melanjutkan misi kemanusiaannya, melaju di daerah Majene Sulawesi Barat, membawa bantuan bagi masyarakat korban gempa, liquifaksi, dan tsunami di Sulawesi Tengah, juga membawa semangat kemanusiaan, semangat kepedulian, semangat untuk berbagi. Pemandangan dari bukit hijau ke bukit hijau, gunung biru ke gunung biru, lapangan desa ke lapangan desa, pantai barat ke pantai barat, dari aliran sungai ke aliran sungai, dari menara masjid ke menara masjid, dari hamparan sawah ke hamparan sawah, Yaa Allah betapa indah tanah Celebes ini, nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Dari Majene Sulawesi Barat, jalan selanjutnya yang akan dilalui adalah membelah gunung-gunung besar, lembah lebih tepatnya, bilapun jalan tak memungkinkan untuk membelah gunung, maka jalan tersebut akan memanjat gunung, naik, berkelok, landai, naik, berkelok landai, begitu terus menerus polanya. Pesan singkat via WhatsApp masuk, agar menghubungi seorang saudara bernama Hajrul ketika sampai di Kota Mamuju Ibu Kota Sulawesi Barat. Perjalanan sedang menelusuri Majene, sebuah daerah yang dalam rencana jangka panjang pemerintah di wacanakan sebagai kota pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat. Memasuki Kota Majene, truk melaju melintasi keramaian dan kepadatan kota, cukup menggoda untuk singgah sejenak menikmati keramahan Kota Majene, namun perjalanan harus segera di lanjutkan.

Sekitar ratusan kilometer yang akan ditempuh dari Majene menuju Kota Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Telefon berdering, rupanya Pak Hajrul menghubungi kami, beliau menceritakan sedikit pengalamannya berada di lokasi gempa, saat listrik padam, Kota Palu hampir seperti kota mati. Beliau juga cukup berbahagia saat postingannya di media sosial tentang kondisi pasca bencana di Palu mendapat respon positif dari netizen yang budiman, sampai-sampai bantuan mereka untuk korban bencana disalurkan melalui Pak Hajrul. Diskusi yang hangat dari seorang yang awalnya kami pikir adalah seorang pemuda dengan semangat berapi-api.

Dari Majene ke Mamuju, kita harus melewati perkebunan kelapa sawit yang cukup panjang dan menghampar luas, luar biasa! Ada sebuah tempat bernama Karossa, Puncak Karossa lebih tepatnya, begitu indah, sungguh indah pemandangan yang bisa disaksikan dari Puncak Karossa. Tampilan gunung-gunung yang berubah warna, dari hijau kebiru, pantai, langit, serta pemandangan sunset jingga, oh indahnya. Betapa hari ini kita harus sering jalan-jalan menikmati keindahan alam, menyerapnya dengan perenungan yang inspiratif, menerimanya dengan kelapangan dada kita bahwa kita hanya seorang hamba. Sebentar lagi, kami akan sampai di Kota Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat!

Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, August 24, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (3)

Misi di Pinrang Sulawesi Selatan selesai! Kemudian perjalanan kami lanjutkan, menembus gelapnya malam di Kota Pinrang, mobil truk melaju dengan kecepatan yang stabil dan menyesuaikan dengan kondisi jalan. Sering sekali mobil kami berjalan bersama rombongan mobil truk dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Kami mendapatkan informasi, rupanya di hari yang sama dengan keberangkatan kami, ada sekitar 200 Truk juga berangkat dari Makassar menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, terdiri dari  bantuan beras Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan partner Kementerian Pertanian dari sektor swasta. Hari-hari yang kami lalui selanjutnya, seolah-olah ratusan mobil truk adalah penguasa jalan poros dari Kota Makassar Sulawesi Selatan menuju Kota Palu Sulawesi Tengah.

Melintasi perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, kami tiba di Polman Sulawesi Barat. Sepanjang Polman berjejer rumah makan, sebagian rombongan mobil truk dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia memilih untuk singgah ke beberapa rumah makan atau sekedar melepas penat dan beristirahat sejenak. Tetapi kami memilih untuk terus melanjutkan perjalanan menembus malam-malam yang gelap tapi suasananya tak kelam karena semangat kemanusiaan dan semangat berbagi. Tidak terlalu banyak tikungan sepanjang jalan poros Polman - Majene Sulawesi Barat. Perjalanan menembus malam lumayan menegangkan karena jalanan mulai sunyi, hanya bukit-bukit, pepohonan, rumah-rumah warga di desa, serta jalanan yang tak terlalu mulus, tepatnya bergelombang, sekian hal itulah yang menemani perjalanan kami. Tiba di perbatasan Polman dan Majene Sulawesi Barat, akhirnya sopir truk kami kelelahan dan memutuskan istirahat sejenak.

Lelah menghampiri, rasa kantuk sudah tak tertahankan, mobil truk yang kami tumpangi singgah di salah satu rumah makan sederhana, warung makan lebih tepatnya, dan ditempat tersebut tersedia tempat tidur sederhana yang keseluruhannya terbuat dari kayu, sepertinya memang sengaja disiapkan oleh pemilik warung untuk tempat beristirahat para musafir. Mata dengan rasa kantuk serta lelah yang tak tertahankan akhirnya cukup telak untuk membuat kami tumbang dan tertidur cukup pulas malam itu. Sebelum tertidur kami juga sempat menyaksikan rombongan truk pengangkut air bersih dari Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia juga singgah melepas lelah dan rasa kantuk ditempat yang sama.

Sekitar 10-15 menit berbaring, terdengar suara seperti angin, bukan ternyata ini bukan angin. Terdengar berpola lalu menghantam sesuatu. Bunyinya dari pelan secara perlahan semakin cepat, dari kecil secara perlahan semakin membesar dan menghantam daratan! Laut! Ternyata warung yang kami singgahi berada tepat di pinggir laut! Kaget bukan main, karena sepanjang jalan poros tadi adalah desa, hutan, bukit, tebing, pepohonan yang menjadi serba gelap! Lalu sekarang kami berada tepat di pinggir laut!

Perjalanan harus terus di lanjutkan, misi belum selesai. Tetapi mungkin baiknya kami beristirahat sejenak, sebab ini juga merupakan pembuktian bahwa relawan kemanusiaan juga adalah manusia dengan segala kemanusiaannya. Setelah istirahat misi ini harus terus berlanjut, ada cerita seru menanti di Kota Mamuju Sulawesi Barat! Mari beristirahat sejenak!

Oleh : Mohamad Khaidir

PENUH PERHATIAN