Showing posts with label Persaudaraan. Show all posts
Showing posts with label Persaudaraan. Show all posts

Wednesday, March 23, 2022

PENGAKUAN YANG MEMBANGKITKAN




Suasana ospek begitu mengagetkan bagi kami Mahasiswa Baru yang masih polos, di antara begitu banyak senior, Kakanda Mawan Hwoarang Halid adalah Senior yang ramah & baik membimbing kami juniornya..

Dibimbing mulai dari dinamika akademik, organisasi, sampai nasehat-nasehat kebaikan..

Saya pribadi pun pernah sempat takut untuk mengungkapkan gagasan lewat tulisan, namun Kak Mawan memberikan pengakuan terhadap tulisan-tulisan saya yang saya pun tidak percaya diri untuk mempublikasinya, pengakuan dari Kak Mawan membangkitkan semangat saya untuk terus menuliskan kebaikan & kebenaran, pengakuan seorang senior kepada juniornya, pengakuan yang membangkitkan

Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rooji'uun
Selasa, 22 Maret 2022 sekitar Pukul 17.30 WITA Beliau meninggal dunia di RS Wahidin..

Saya bersaksi Beliau adalah orang yang baik..
Bagi yang mengenalnya mohon doakan Beliau..
Mohon maafkan kesalahan-kesalahan Beliau

Allahummaghfirlahu warhamhu wa afihi wa afuanhu

Wednesday, December 18, 2019

Nikmati Persaudaraan di Bukit Pa'bo Pangkep!

Green green my love is green

Begitu lirik sebuah tembang lawas, berbicara mengenai warna hijau dan cinta. Warna hijau adalah warna yang kira-kira mendominasi pulau-pulau yang ada di Negeri kita tercinta, Indonesia. Membuktikan bahwa Negeri kita begitu subur, sumber daya alam yang melimpah, hanya saja perlu keseriusan untuk mengelolanya. Jalan-jalan produktif kali ini kita akan menuju Kabupaten Pangkajene Kepulauan atau Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan.

Sebuah bukit indah yang berada di Desa Pa'bo Pangkep Sulawesi Selatan, bahkan bukit ini populer dengan sebutan Bukit Teletubbies, mungkin terinspirasi dari serial Teletubbies di layar kaca, sebuah serial yang menjadi favorit anak-anak dengan berlatar bukit hijau nan luas, padang rumput hijau yang luas, bunga-bunga di sekitarannya, berpadu dengan langit biru dan awan putih, serial Teletubbies ini sampai sekarang masih memiliki banyak penggemar.






Bukit Pa'bo Pangkep Sulawesi Selatan menyajikan pemandangan padang rumput hijau yang sangat luas, bukit-bukit hijau di sekitarnya, pemandangan pegunungan di hadapan bukit, berpadu indah dengan birunya langit dan putihnya awan. Berjarak 61 Kilometer dari Makassar, ditempuh dalam waktu 1 Jam 34 Menit dengan kondisi lalu lintas yang lumayan lancar. Ajak teman-teman mengunjungi bukit ini, Bukit Pa'bo Pangkep Sulawesi Selatan, nikmati keindahan alamnya, nikmati petualangan menuju ke sana, nikmati pula persaudaraan yang terbangun dengan bertualang bersama, tunggu apa lagi, ayo ke Pangkep! Ayo ke Sulsel!






Oleh : Mohamad Khaidir

Sunday, November 24, 2019

Refleksi Akhir Tahun di Puncak Kanuna

Bangkitlah Negeriku Harapan itu masih ada
Berjuanglah Bangsaku Jalan itu masih terbentang

Sebuah senandung yang menggema di dalam hati, ingin terus menerus di senandungkan dalam perjalanan menuju puncak. Senandung ini bercerita tentang semangat dan optimisme, pemantik semangat bahwa harapan itu masih ada, pemantik semangat bahwa kita harus bangkit dan berjuang, pemantik semangat bahwa jalan itu masih terbentang. Jalan-jalan produktif kali ini adalah menuju sebuah puncak di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, sebuah perjalanan yang membangkitkan semangat berjuang untuk bangsa dan negeri tercinta, Indonesia.

Sekelompok pemuda bersepakat untuk menyewa angkutan kota, mobil angkutan umum yang mungil untuk membawa kami menuju jalan yang bisa dijangkau oleh kendaraan roda empat. Sebab perjalanan menuju ke puncak harus ditempuh dengan berjalan kaki dan mendaki serta menembus belantara hutan dan semak-semak. Hari mulai menuju petang, tak lama lagi senja tiba, saat mobil yang mengangkut kami tengah mendaki, tiba-tiba mobil ini mogok!

Maka para pemuda segera melakukan upaya terbaiknya untuk mendorong mobil ini di jalan mendaki. Lelah dan berkeringat, tapi itu tak seberapa dibandingkan dengan kebersamaan, persaudaraan, dan persahabatan yang kokoh. Sesekali ada gelak tawa ketika sedang mendorong mobil, jingganya senja tak nampak di daerah ini, sebab kami berada di kaki gunung bagian barat Kota Palu Sulawesi Tengah, gunung menjulang tinggi dibagian barat sehingga jingganya senja tak terlihat dengan mata.

Perjalanan terus dilanjutkan, kali ini dengan berjalan kaki, sambil membawa tenda serta perlengkapan berkemah lainnya seperti kompor, penerangan, bahan mentah, ember tempat penampungan air, saat itu penulis masih sangat polos, melakukan pendakian dan petualangan dengan menggunakan celana kain, celana yang biasanya digunakan karyawan atau pegawai di kantor! Sempat pula menjadi bahan tertawaan, namun penulis sangat bersyukur bisa bertemu dengan orang-orang baik, orang-orang yang memiliki semangat untuk bangkit dan berjuang untuk bangsa dan negeri, menyingkirkan ego, melampaui individualisme.

Menelusuri aliran air di kaki gunung untuk menuju Puncak Kanuna Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, bahkan sempat berhenti beberapa kali karena pemimpin rombongan sempat ragu dengan jalur yang dilalui. Bertanya kepada penduduk lokal, lalu kembali melanjutkan perjalanan mendaki Puncak Kanuna. Hari semakin petang, langit semakin gelap, dan jalan semakin penuh dengan semak-semak, bahkan jalanan semakin mendaki, nyaris 90 derajat! Harus berpegangan pada pohon kecil atau semak-semak yang dirasa memiliki akar yang kuat.


Petang sudah menjelang, tibalah rombongan pemuda pejuang ini di Puncak Kanuna, lumayan gelap, sewaktu membangun tenda hanya menggunakan penerangan seadanya. Dari Puncak Kanuna terlihat gemerlapan lampu-lampu dari Kota Palu Sulawesi Tengah, sangat indah! Malam itu menjadi malam yang lumayan hangat meskipun hawanya terasa dingin, hangat karena perbincangan, hangat karena api unggun, hangat karena persaudaraan. Malam akhir tahun yang luar biasa! Ditengah malam kembang api meluncur dari gemerlapan lampu Kota Palu, terlihat indah bergantian naik kelangit, terlihat indah dari Puncak Kanuna. Refleksi Akhir Tahun di Puncak Kanuna sangat mengesankan, perjalanan ini masih akan berlanjut.

Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, October 10, 2019

Disini Kami Bermula, Pantai Bambarano Donggala!

Motor hitam meluncur dengan kecepatan yang tinggi, melaju mencoba mengejar ketertinggalannya dari motor lainnya, mungkin kecepatan rata-rata saat itu adalah 90-100 Kilometer per jam. Dua orang pemuda dengan keberanian yang masih patut di uji menggeber motor hitam sampai sandar gas. Ya, sandar gas adalah istilah anak muda di Sulawesi Tengah, sandar gas berarti menggeber gas sampai batas maksimal sehingga tak bisa ditambah lagi tarikan gasnya.

Jalan-jalan produktif kali ini adalah menuju sebuah pantai yang saat ini sudah sangat banyak yang mengunjunginya, dulunya pantai ini belum terlalu terkenal. Sekitar 8 orang pemuda, dengan 4 buah motor berlomba menuju sebuah pantai yang sangat eksotis, sebuah pantai yang sangat indah di Kabupaten Donggala, Bumi Tadulako Sulawesi Tengah. Untuk menuju pantai pantai ini, kita harus menempuh jarak sekitar 147 Kilometer dalam waktu kurang lebih 3 jam 9 menit.

Delapan orang pemuda ini berasal dari satu almamater yang sama, satu kampus negeri yang sama, Universitas kebanggaan Sulawesi Tengah. Mereka bersepakat untuk singgah sejenak di Desa Talaga terlebih dahulu, Desa indah dan asri di tepi Danau Talaga Sulawesi Tengah. Disini ada rumah seorang pemuda yang juga sahabat mereka, pemuda Desa Talaga yang kebaikannya menembus batas-batas individualisme, keluarganya pun sangat baik menerima kami dirumah besar nan sederhana. Maka perjalanan pun dimulai dari Kota Palu.

Awalnya keempat motor ini berjalan beriringan, bersama-sama, tapi kemudian jalanan yang mulus dan halus terlalu menggoda untuk tak melakukan balapan, apatah lagi semuanya adalah pemuda dengan semangat yang berapi-api, pemuda yang semuanya sangat ingin bersegera melakukan kebaikan, maka melajulah keempat motor seolah-olah sedang melakukan balapan siapa cepat sampai di Desa Talaga!

Motor hitam yang ditumpangi penulis pun awalnya ketinggalan, sampai dipertengahan perjalananpun kami masih merasa tertinggal dari tiga motor lainnya. Memasuki Desa Dalaka Kabupaten Donggala singgah sejenak dirumah keluarga sekedar untuk menyapa dan minum teh sambil ngobrol dengan Paman penulis, sepupu dari Ayah Penulis. Lalu kamipun melanjutkan perjalanan dengan kecepatan yang sangat tinggi, seolah-olah motor hitam itu akan terbang lepas landas dari aspal.

Karena merasa tertinggal, maka motor hitam segera di geber dengan kecepatan yang luar biasa! Waktu tempuh yang tadinya 3 jam menjadi hanya 2 jam saja! Akhirnya motor hitam tiba di Desa Talaga, hanya bermodalkan bertanya pada penduduk lokal kami tiba di Desa Talaga, ternyata kami tiba paling awal, padahal sebelumnya motor hitamlah yang tertinggal di belakang, rombonganpun menginap di Desa Talaga Kabupaten Donggala malam itu.




Keesokan paginya kami menuju Pantai Bambarano Kabupaten Donggala, tempat yang sebenarnya kami tuju untuk berlibur, pagi-pagi sekali kami sudah sarapan dan meluncur ke Pantai Bambarano. Pantai yang sangat indah, batu-batu karang yang lumayan besar muncul di dekat pantai pasir putih, air lautnya sangat jernih perpaduan warna hijau dan birunya laut, langit biru dan cerah berpadu dengan sedikit awan putih, maka persaudaraan dimulai dari sini. Semenjak liburan itu, persaudaraan kami semakin kokoh, sampai hari ini perasaan itu masih mengakar, bahwa kami bersaudara meskipun tak sedarah. Disini kami bermula, disini kami memulai, Pantai Bambarano Kabupaten Donggala.


Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, September 23, 2019

Monumen Persaudaraan, Nosarara Nosabatutu

Nosarara Nosabatutu, Bersama kita bersaudara, bersama kita bersatu, menjadi pilihan nama untuk penamaan sebuah monumen tinggi dan indah di bagian timur Kota Palu Sulawesi Tengah. Dari Kota Palu, kita melintas Jalan Sisingamaraja terus ke arah utara, perempatan pertama kita tetap mengambil jalan lurus, seperti jalan tol, Jalan Soekarno-Hatta nama jalan tersebut.

Mulai dari Jalan Soekarno-Hatta, jalan mulai naik turun, tetapi dominan naik, melewati bukit-bukit, melewati Bukit Jabal Nur, melewati  Gedung Besar milik Polda Sulteng. Sesudah itu ada pertigaan, ada penunjuk jalannya, tetapi kita mengambil jalan memutar terlebih dahulu. Jalannya berkelok-kelok, tak terlalu lebar, masih aspal kasar, di pinggirnya semak-semak berduri, juga bukit-bukit hijau yang indah. Terus mendaki hingga ke pintu gerbang untuk membayar uang masuk terlebih dahulu.

Monumen Nosarara Nosabatutu begitu indah dan memukau dari dekat, begitu pula dari kejauhan. Berwarna putih, berkombinasi dengan warna merah, emas, dan hitam. Ada tangga-tangga yang kita harus waspada meniti tangga tersebut. Ada pula spot foto-foto yang disiapkan oleh pengelola, juga ada Gong Perdamaian. Dari puncak Monumen Nosarara Nosabatutu, Kota Palu tampak jelas 3 dimensi, peguningan yang berwarna biru, lembah hijau dan perumahan padat penduduk, serta laut biru dan teluk Palu yang indah di pandang mata.



Persaudaraan adalah sesuatu yang sangat penting bagi bangsa kita yang heterogen, maka jalan-jalan produktif kali ini juga untuk menggali nilai-nilai persaudaraan. Persaudaraan bukan hal yang mudah, ketika sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai latar belakang suku dan  organisasi sepakat untuk bersaudara, sepakat untuk menyebut identitas baru, yaitu Indonesia. Persaudaraan ini yang harus terus kita rawat dan kita jaga, mengunjungi Monumen Nosarara Nosabatutu juga adalah bagian jalan-jalan sekaligus merenungi semangat persaudaraan itu.



Udara yang begitu segar di ketinggian, panorama awan-awan yang berpindah, awan hujan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, terlihat jelas dari Kompleks Monumen Nosarara Nosabatutu. Bagian barat juga diliputi oleh pegunungan beserta bukit-bukit hijau, biasanya tempat ini juga dijadikan sebagai rute long march, berjalan dari Kota Palu menuju puncak jaraknya cukup jauh dan menantang, tetapi pada umumnya para petualang sangat menikmatinya. Terlihat jelas juga di bagian utara salah satu kampus negeri kebanggaan Sulawesi Tengah.



Kompleks monumen ini juga menyediakan kafe, tak perlu takut kelaparan, tersedia berbagai macam minuman, makanan berat, dan makanan ringan. Taman-taman di dekat kafe tertata rapi beserta kolamnya. Anda harus jalan-jalan kesini untuk menyaksikan keindahan alam, merasakan semangat persaudaraan sebagaimana filosofi nama monumen tersebut. Ajaklah sejenak keluarga untuk berjalan-jalan ke Monumen Nosarara Nosabatutu, ajak pula sahabat, teman-teman, kerabat, handai taulan, agar bisa menikmati keindahan Ibu Kota Bumi Tadulako. Ayo ke Palu! Ayo ke Sulteng!





Oleh : Mohamad Khaidir

HIJAUNYA SAWAH