Showing posts with label Tsunami. Show all posts
Showing posts with label Tsunami. Show all posts

Tuesday, September 29, 2020

Melampaui Individualisme

 

Melampaui Individualisme itu nyata adanya..

Saya menjadi saksi hidup bagaimana Saudara-saudari Muslim kami dari Jerman, Inggris, & Malaysia datang untuk meringankan beban korban gempa, tsunami, & Likuefaksi di Sulteng..

Saya menjadi saksi hidup, bagaimana Saudara-saudari Muslim kami di Sulawesi Barat membuka posko di rumah-rumahnya lalu memberikan pakaian & makanan gratis kepada korban bencana di Sulteng September 2018 silam..

Saya menjadi saksi hidup bagaimana relawan-relawan dari seluruh Indonesia, bahkan aktivis kemanusiaan dari berbagai penjuru negeri datang ke Palu, Sigi, & Donggala untuk memberi bantuan serta menyemangati agar bangkit dan tak berlama-lama dalam keterpurukan..

Foto ini adalah foto pada tahun 2018, tepatnya di Balaroa, salah satu lokasi Likuefaksi di kota Palu Sulteng, tanah beserta segala yang ada di atasnya amblas ke arah bawah sekitar 10 meter..

#bencana #kemanusiaan #gempa #palubangkit #palukuat #likuefaksi #tsunami #sigi #donggala #palu #sulteng 

Monday, September 28, 2020

Seorang Hamba

 


2 Tahun yang lalu.. Gempa, Tsunami, & Likuefaksi melanda Kota Palu, Sigi, & Donggala..

Jeritan, tangisan, dan semangat untuk bangkit setelah bencana berdinamika menghiasi tenda-tenda pengungsi..

Bencana juga sebagai pengingat kepada kita, bahwa mungkin saja apa yang terjadi di alam adalah cara alam merespon ulah manusia..

Tahu teori "Butterfly Effect" kan?

Bencana juga mengingatkan kembali bahwa sejatinya kita semua adalah seorang hamba..

#bencana #palubangkit #likuefaksi #gempa #tsunami #palu #sigi #donggala #sulawesi #sulteng #pengingat #sadar #hamba

Monday, February 3, 2020

Sang Pemuda 1000 Masjid (53)

Tuhan marahkah kau padaku
Inikah akhir duniaku
Kau hempaskan jarimu di ujung banda
Tercenganglah seluruh dunia 

Tuhan mungkin Kau abaikan
Tak ku dengarkan peringatan
Kusakiti engkau sampai perut bumi
Maafkan kami Ya Robbi 

Engkau yang perkasa pemilik semesta
Biarkanlah kami songsong matahari

Engkau yang pengasih ampunilah dosa
Memang semua ini kesalahan kami

Oh... Tuhan ampuni kami
Ou..oh... Tuhan tolonglah kami
Tuhan ampuni kami
Tuhan tolonglah kami

(Indonesia Menangis, Sherina Munaf)

26 Desember 2004, Gempa 9,1 Skala Richter mengguncang Aceh dan Sumatera Utara, Korban 170.000 jiwa, puluhan ribu bangunan hancur dan luluh lantah. Sebuah bencana yang menjadi perhatian seluruh elemen Bangsa Indonesia, bahkan menarik simpati dunia internasional. Bencana yang sudah berlalu 15 Tahun ini membawa kenangan kepiluan dan kesedihan bagi masyarakat Aceh dan sekitarnya, pada saat yang sama juga memicu semangat untuk bangkit dan bekerja, semangat untuk Aceh Bangkit!

Narasi pemuda 1000 masjid kali ini adalah sebuah masjid yang menjadi saksi sejarah kejadian gempa dan tsunami di Aceh 15 Tahun yang lalu. Masjid yang menjadi kebanggaan masyarakat Aceh, masjid yang menjadi tempat berlindung masyarakat Aceh saat gelombang tsunami melanda. Ialah Masjid Raya Baiturrahman Aceh, masjid yang selesai di bangun pada Tahun 1881 ini bergaya arsitektur Kebangkitan Mughal dengan luas 1500 Meter persegi.


Masjid Raya Baiturrahman Aceh di Tahun 2004, saat kejadian Tsunami melanda, banyak masyarakat Aceh yang kemudian menyelamatkan diri di atasnya, bahkan berdasarkan beberapa video amatir di Televisi, pohon yang berada di halaman masjid juga menjadi tempat berlindung masyarakat dari terjangan gelombang tsunami yang meluluhlantahkan bangunan-bangunan.


Kini, 15 Tahun kemudian, Masjid Raya Baiturrahman Aceh kembali berdiri kokoh, kembali bersih, kembali indah, kembali menjadi simbol kebanggaan masyarakat Aceh. Juga menjadi simbol kebangkitan dan perjuangan masyarakat Aceh, di dominasi oleh warna putih, payung-payung raksasa juga berdiri di halaman masjid, menambah keindahan Masjid Raya Baiturrahman Aceh. Inilah narasi pemuda 1000 masjid, tentang Masjid Raya Baiturrahman Aceh, Ayo ke masjid!


Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, September 30, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (10)

Bumi Tadulako adalah sebutan lain dari Sulawesi Tengah, Tadulako juga dinamakan sebagai Universitas Negeri kebanggaan di Provinsi ini, ada yang bilang maknanya adalah Baligau, semacam perisai kebanggaan leluhur, menandakan status sosial seseorang di masa lalu. Kota Palu adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, kota tiga dimensi yang harus kamu kunjungi. Kota ini menjadi pembicaraan internasional sesudah terjadi bencana yang memilukan di akhir Tahun 2018. Bencana Gempa 7,4 Skala Richter, di susul Tsunami yang meluluhlantahkan dan Liquifaksi yang dahsyat. Masyarakat Palu, Sigi, dan Donggala merasakan duka yang begitu mendalam, berderai air mata, dan harus segera bangkit meski tak mudah.

Sebuah kejadian mencengangkan saat bencana terjadi, tentang seorang pemuda yang mencintai Tuhannya, berita ini juga sempat viral di media sosial. Seorang pemuda  yang sedang mengumandangkan adzan Maghrib, meski gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang, ia tetap meneruskan adzannya hingga selesai, hingga pemuda ini meregang nyawa tersapu tsunami yang meluluh lantahkan. Pemuda taat yang menginspirasi kita agar menjadi pemuda yang akrab dengan masjid, gagasan pemuda 1000 masjid ingin memulainya, dimulai dengan mengunjungi masjid.

Sebuah masjid yang terkenal di Kota Palu Sulawesi Tengah, masjid yang menjadi ikon Kota Palu, masjid yang menjadi suatu tempat yang harus dikunjungi bagi pengunjung yang sedang berwisata atau berkegiatan di Kota Palu. Masjid ini pada awal berdirinya sangat aktif dengan kegiatan kajian-kajian Islam, bila ada artis atau tokoh nasional yang berkunjung ke Palu sebagian besar akan meluangkan waktu untuk mengunjungi masjid ini, Masjid Terapung Kota Palu. Letaknya di pinggir pantai, sangat ramai pengunjung, desainnya sangat indah. Di dominasi oleh batu marmer yang terbaik, berkombinasi dengan warna hijau, warna krem, di malam hari di hiasi dengan lampu berwarna-warni. Untuk menuju ke masjid kita melewati satu jembatan kecil, yang juga tak kalah indah, ketika berada di dalam masjid kita akan merasakan sensasi dingin pada lantainya dan hembusan angin pantai yang sejuk. Lampu-lampu berjejer di jembatan kecil menuju masjid, lampu yang indah mirip lampu taman kota-kota besar di Eropa. Itu dulu, sebelum bencana Gempa, Tsunami, dan Liquifaksi melanda.




Kini suasananya berbeda, sangat berbeda, bagi yang pernah mengunjungi masjid ini pasti akan merasakan, penulis juga pernah berkunjung disini. Jembatan kecil penghubung jalan dan masjid telah hancur, tempat wuduh, lampu-lampu penerangan hancur, namun masjid tetap kokoh. Meski kuda-kuda masjid hancur disapu tsunami, meski sekarang masjidnya miring, tempat tersebut tetap menyimpan kenangan, masih menjadi tempat favorit untuk berfoto. Setelah bencana, masjid ini masih favorit untuk dikunjungi. Masjid Terapung Palu, punya banyak kenangan, punya banyak cerita, masjid sebagai tempat untuk berkontemplasi, tak hanya tempat beribadah semata. Buat kamu yang sedang berada atau jalan-jalan di Kota Palu, jangan lupa mengunjungi Masjid Terapung Palu ya!



Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 29, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (8)

Kota Palu adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, sering juga disebut Bumi Tadulako. Itu juga salah satu alasan mengapa tulisan ini berjudul Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako. Gempa bumi 7,4 Skala Richter merupakan bencana yang menyebabkan duka dan trauma bagi masyarakat setempat. Pengakuan dari warga ketika gempa terjadi, berdiri saja sulit apalagi berjalan, berdampak secara fisik maupun psikis. Tak lama setelah gempa, menyusup pula tsunami yang meluluh lantahkan Pantai Talise, Pantai Silae, Anjungan Nusantara, dan beberapa titik di Pantai Donggala. Hampir bersamaan dengan liquifaksi yang terjadi di Balaroa Palu Barat, Petobo Palu Selatan, dan Desa Jono Oge Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Tulisan ini tak hendak menyajikan data-data korban ataupun data kerusakan, tetapi lebih kepada menceritakan kembali dari sudut pandang kemanusiaan, kepedulian, dan betapa pentingnya kita berjalan-jalan ke tempat ini.

Mobil truk yang kami tumpangi melaju menuju pusat Kota Palu, menurunkan beras terlebih dahulu sesuai amanah donatur, lalu meneruskan perjalanan menuju posko bencana di dekat Bandara Mutiara SIS Al-Jufri. Banyak tenda-tenda berdiri, hunian sementara para korban bencana. Langit begitu cerah, birunya sangat jelas dan terang benderang, hawa terasa panas, mengingat Kota Palu adalah daerah yang dilintasi garis khatulistiwa. Sebentar lagi serial ini alan berakhir, tetapi mari kita mengambil inspiraso sebanyak-banyaknya. Posko bencana kami adalah posko gabungan, rupanya Pemerintah Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan juga berposko di tempat yang sama. Bahkan penulis sempat bertemu dengan Bupati Enrekang yang menjabat saat itu. Ratusan mobil dari Enrekang juga mendarat menuju Kota Palu dengan semangat kemanusiaan, kepedulian, dan berbagi.

Pengalaman yang tak kalah menariknya addalah ketika Relawan dari Inggris, Jerman, dan Malaysia juga membersamai kami di posko. Bersama-sama mengatur logistik untuk di salurkan, bersama-sama melakukan asesmen, bersama-sama bekerja sama dalam misi kemanusiaan. Menyalurkan bantuan di beberapa titik pengungsian, panti asuhan, berbagi sarapan dan makan siang di camp pengungsian, sungguh menggugah hati ini, betapa hari ini kita beruntung dalam kesehatan dan keamanan. Bertemu dengan relawan gabungan, bertemu dengan orang-orang yang baik, bertemu dengan orang-orang dengan kesabaran yang luar biasa, bertemu dengan orang-orang dengan semangat yang luar biasa untuk bekerja dan bangkit kembali! Sungguh misi kemanusiaan kali ini benar adalah jalan-jalan produktif.

Menemukan inspirasi, menemukan pelajaran, lalu mengolahnya menjadi sesuatu yang dapat dibagikan, disebarkan, dibaca oleh banyak orang, anggaplah ini adalah upaya kecil kami sebagai manusia yang juga ingin berbuat, berkontribusi, membangun negeri ini. Jalan-jalan produktif adalah jalan-jalan yang juga ingin mengajakmu ikut berjalan. Menapaki langkah, bersama-sama juga berbuat, sekecil apapun itu. Hari ini, pengalaman adalah sesuatu yang sangat penting untuk dituliskan dan diceritakan. Jangan bosan-bosan berjalan-jalan dan membaca kisah selanjutnya ya!

Oleh : Mohamad Khaidir

Friday, August 23, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (2)

Telefon berdering, panggilan dari seorang Sahabat. Mobil truk Sedang melaju dari Kabupaten Barru menuju Pare-pare. Sahabat yang menelfon rupanya ingin menitipkan bantuan untuk masyarakat Kota Palu. Ada bantuan dari luar negeri yang ingin disalurkan kepada Masyarakat Sulawesi Tengah yang terdampak bencana, dalam bentuk beras yang akan di paket 10 Kilogram satu karung. Para donatur tersebut ingin beras yang terbaik dan harus segera di salurkan. Maka saat itu juga sahabat yang menelefon ingin agar beras tersebut dijemput di Kota Pinrang Sulawesi Selatan.

Setelah selesai pembicaraan mengenai biaya transportasi dan teknis penjemputan beras, kami diberi kontak person yang harus dihubungi ketika tiba di Kota Pinrang Sulawesi Selatan. Mobil truk masih melaju di Kabupaten Barru dan tak lama lagi tiba di Kota Pare-pare. Di Kota Pare-pare mobil truk masih melaju dengan kecepatan yang sama, agak menyesuaikan dengan kepadatan kendaraan sepanjang jalan. Kota Pare-pare menyambut kami dengan ciri khas nya, angin sepoi-sepoi khas pantai Kota Pare-pare berhembus menyejukkan. Kota yang merupakan Kota Kelahiran Presiden Ketiga Republik Indonesia ini adalah Kota dengan tata ruang yang cukup rapi dan baik. Jalan-jalan di dalam kota juga agak membingungkan bagi yang tidak sering berkunjung, untungnya sopir mobil truk yang kami tumpangi benar-benar berpengalaman dan sering melintas antar provinsi.

Kami harus segera tiba di Kota Pinrang tak terlalu malam, agar pengemasan dan pengaturan beras tak terlalu menyita waktu. Jalan poros dari Kota Pare-pare menuju Kota Pinrang tak terlalu banyak belokan dan di dominasi jalan lurus. Hanya ada beberapa kilometer jalan yang sedang dilakukan pelebaran sehingga pengerjaan jalan tersebut membuat kami harus menyesuaikan kecepatan karena harus bergantian melintas dengan kendaraan lain dari arah berlawanan. Hampir Maghrib kami tiba di Kabupaten Pinrang, kira-kira pukul 17.30 waktu setempat kami tiba di gerbang masuk Kota Pinrang. Tempat bertemu dengan Pak Ramli, kontak person penanggungjawab beras rupanya adalah rumah makan sederhana di pinggir jalan namun menunya tak sederhana. Menu nikmat, sajian bebek goreng mengiringi diskusi kami begitu bertemu. Misi kemanusiaan ini terasa seperti jalan-jalan produktif bukan? Ya, penulis pun merasa seperti itu.

Misi kemanusiaan ini terasa seperti jalan-jalan yang bermanfaat, jalan-jalan menebar manfaat di bagian tengah Pulau Sulawesi. Diskusi berlangsung cepat, ringan, dan santai, karena setelah itu kami langsung menuju Masjid Raya Pinrang untuk menunaikan kewajiban Shalat Maghrib. Beras yang akan di bawa ke Palu totalnya adalah 1500 Kilogram atau 1,5 Ton. Permintaan donatur di packing 10 Kilogram, akan tetapi keterbatasan waktulah yang membuatnya harus di packing 25 Kilogram, kami menunggu langsung di salah satu pusat distributor beras di Kota Pinrang Sulawesi Selatan. Kami menghitung dan mengawasi proses packing dan pemuatannya di dalam bak truk. Kemanusiaan memang tanpa batas, maka sudahkah kita melampaui individualisme kita lalu menembusnya menuju kepedulian yang elegan?

Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 22, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako

Barang-barang sudah di tumpuk di dalam bak sebuah mobil truk, mobil truk berwarna merah dengan bak berwarna biru di belakangnya. Ukuran mobil truk tersebut tidak terlalu besar, tidak pula terlalu kecil. Berbagai macam bantuan untuk misi kemanusiaan ini terkumpul di posko bantuan, di sebuah Ruko dekat Pasar Daya Baru Sudiang Makassar. Ada yang menyumbang dana, ada pakaian bekas, bahan makanan, tenda, serta bahan-bahan lain yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, serta Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Perjalanan dari Kota Makassar menuju Kota Palu berjarak 826 Kilometer berdasarkan google maps, melintasi 3 Provinsi yaitu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Beberapa relawan yang akan berangkat terbagi menjadi 3 tim, yaitu tim lewat udara dengan menaiki Pesawat Hercules milik Angkatan Udara Republik Indonesia, tim laut dengan menaiki Kapal Angkatan Laut Republik Indonesia, dan tim darat dengan mobil truk. Saat itu penulis tergabung dalam tim darat membawa bantuan logistik dengan mobil truk, perjalanan darat yang penuh dengan pengalaman dan cerita akan segera di mulai, mengingat fakta di lapangan tentang adanya penjarahan mobil yang membawa bantuan korban bencana.

Pagi itu pukul 8, matahari memancarkan sinar sejelas-jelasnya, dilengkapi dengan awan putih yang berarak indah bergerak dengan perlahan dan anggun, ciptaan Tuhan yang seharusnya membuat manusia semakin bersyukur jika mengamati dan memikirkannya. Mobil truk sudah berangkat denga muatan bak yang sekitar 70% penuh, sepertinya memang sengaja tidak diisi penuh agar bisa menampung bantuan tambahan. Truk melaju di Jalan Perintis Kemerdekaan menuju arah utara Kota Makassar, memasuki simpang 5 Bandara Internasional Sultan Hasanuddin gerbang perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros sudah tampak.

Mobil truk melaju melintasi Kota Maros dengan kesibukan perkotaannya, aktifitas kantor, aktifitas perdagangan, aktifitas pendidikan, membuat jalan poros Maros lumayan padat namun tidak menimbulkan kemacetan yang berarti. Dari Kota Maros mobil truk melaju dengan cepat menuju Kabupaten Pangkajene Kepulauan atau Pangkep. Pangkep dengan sajian jalan poros berbahan beton serta hamparan sawah, gunung, lembah, dan pantai cukup untuk membuat mata terjaga. Semangat kemanusiaan, semangat untuk berbagi, terpatri di dalam diri, jiwa rela berkorban sebagaimana yang di ajarkan dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di masa-masa sekolah dasar, jiwa ini kembali hidup, rela berkorban, tenggang rasa, peduli, benar-benar dirasakan dan di praktekan dalam misi kemanusiaan kali ini.

Dari Kota Pangkep, mobil terus melaju dengan kencang menuju Kabupaten Barru, sekitar 3 jam lamanya perjalanan darat dari Makassar menuju Kabupaten Barru. Perbatasan Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Barru letaknya tepat di pantai dengan tugu dan gerbang khas yang cukup sebagai penanda bahwa kita telah berpindah Kabupaten. Tiba-tiba handphone berdering, ada yang melakukan panggilan ditengah perjalanan panjang ini.
(Bersambung).

Oleh : Mohamad Khaidir

DESA BACU BONE