Showing posts with label Palu. Show all posts
Showing posts with label Palu. Show all posts

Friday, December 18, 2020

Petualangan menuju Timur Indonesia

Mobil bus besar yang kami tumpangi melaju kencang di jalan yang semakin melebar, kami telah tiba di Sulawesi Barat. Ruas jalannya cukup luas, karena luas maka sopir bus memacu semakin kencang laju bus yang sebagian besar penumpangnya adalah mahasiswa-mahasiswi dari kota Palu Sulawesi Tengah. Tiba-tiba, sebuah mobil kecil tak terlihat oleh jangkauan jendela bus yang tinggi. “Brak!”, mobil kecil itu menyenggol badan bus bagian tengah yang tentu saja membuat lari bus menjadi tidak stabil beberapa detik. Beruntung sopir bus yang kami tumpangi dengan sigap membuat kendaraan kembali stabil lalu memutuskan untuk mengejar mobil kecil yang menyenggol tadi. Mobil kecil itu adalah mobil boks berwarna hitam, sekarang mobil itu menepi lalu bus kami ikut menepi tepat didepannya. Aku melihat sopir mobil boks kecil itu turun dan tampak emosi, ia saja emosi, lalu bagaimana kami yang merupakan korban? Sopir bus kami dan beberapa kernet nya juga bersiap-siap turun dan tampak emosi. Kami yang masih berstatus mahasiswa segera mengenakan almamater biru kebanggaan kami dan siap untuk turun sambil menahan sedikit gejolak emosi juga. Bagaimana kami para penghuni bus besar ini tidak emosi, baru saja tadi malam kami mengalami insiden juga. Semalam kaca jendela bus kami tembus dilempari batu besar, tak tanggung-tanggung, batu itu melesat menembus dua kaca jendela bus bagian belakang. Kaca jendela bus bagian belakang di sisi kiri dan kanan tentu saja menandakan bahwa batu yang dihempaskan ke bus memang ada unsur kesengajaan. Dan lebih parahnya lagi kejadian itu berlangsung di tengah malam, hampir saja batu tersebut mengenai salah seorang mahasiswi kami bernama Sundari. Sundari kebetulan duduk berdampingan dengan Cici. Sopir bus dan beberapa kernet bus yang terlanjur emosi segera mengambil parang besar lalu mencoba mengejar pelaku yang melempar bus kami semalam. Namun sang pelaku tidak ditemukan dan kami tetap melanjutkan perjalanan. Setelah semalam mengalami insiden, kini siang harinya bus kami disenggol oleh mobil boks kecil berwarna hitam.


            Kami para mahasiswa dari Universitas Pemuda di Sulawesi Tengah telah menggunakan almamater biru dan bersiap untuk turun, sengaja kami belum turun untuk melihat bagaimana sopir bus bertemu dengan sopir mobil boks kecil berwarna hitam. Melihat reaksi sopir mobil boks kecil yang tampaknya tidak terima disalahkan dan malah menyalahkan, kami segerombolan mahasiswa beralmamater biru pun turun dari bus diikuti oleh penumpang laki-laki yang lain lalu berjalan dengan langkah yang tegas sambal menahan emosi lalu mengerumuni mobil boks kecil berwarna hitam. Segera setelah melihat jumlah kami sopir mobil boks kecil berwarna hitam tampak melunak dan nada bicara yang tadinya tinggi kemudian menjadi tampak gemetar.

“Sabar Pak, semuanya bisa dibicarakan baik-baik. Saya tidak berani melawan pak, dan saya mengaku salah.”

“Nah, begitu dong pak, Bapak yang menabrak maka bapak yang mengaku salah. Mari kita bicarakan ini baik-baik lalu kita laporkan ke pihak yang berwenang agar adil dalam penyelesaiannya.”

    Beruntung sopir bus kami mampu meredam amarahnya dan mau memberi kami kode untuk kembali ke dalam bus sambil tersenyum dan tampak mengerlingkan matanya kepada kami para mahasiswa. Kejadian tak terduga ini segera diselesaikan di pos polisi lalu lintas terdekat, tentu saja mobil boks kecil berwarna hitam itu harus ganti rugi kerusakkan bus yang kami tumpangi.  Dua insiden, yaitu insiden pelemparan batu semalam dan penabrakan tadi siang cukup membuat diriku terkejut karena ini pertama kalinya. Namaku Muflih, mahasiswa baru Universitas Pemuda di Sulawesi Tengah. Aku terpilih sebagai salah satu perwakilan dari lembaga kemahasiswaan untuk menghadiri sebuah pertemuan besar mahasiswa-mahasiswi muslim bertempat di salah satu kampus besar di Indonesia Timur. Aku satu-satunya mahasiswa baru yang terpilih di fakultas ekonomi Universitas Pemuda untuk bersama-sama para pengurus lembaga kemahasiswaan lainnya menghadiri pertemuan nasional tersebut. Seluruh perwakilan dari Universitas Pemuda Sulawesi Tengah disubsidi oleh pihak kampus untuk biaya transportasi dan registrasi acara sebesar 50%. Jadi para mahasiswa-mahasiswi perwakilan Universitas Pemuda Sulawesi Tengah ini harus menggunakan biaya pribadi 50% untuk hadir di pertemuan nasional tersebut. Bisa dibilang para mahasiswa-mahasiswi perwakilan ini harus berjuang untuk mencukupi biaya transportasi dan registrasinya nanti. Sehingga rute yang dipilih adalah rute yang paling hemat dan terjangkau kantong mahasiswa.

            Rute yang pertama ditempuh adalah perjalanan darat dari kota Palu menuju kota Makassar, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Perjalanan darat yang paling cepat adalah menyewa bus, total mahasiwa-mahasiswi yang berangkat dari Palu adalah 17 orang, maka bus yang berkapasitas 33 orang pun didominasi oleh para mahasiswa-mahasiswi. Aku yang berada di dalam rombongan ini merasa bahwa seolah-olah kami para mahasiswalah yang menyewa seluruh bus ini. Beruntung sopir dan kernet bus cukup korporatif dengan mahasiswa sehingga ketika tiba waktu salat bus berhenti sejenak. Perjalanan dari kota Palu menuju Makassar melewati Donggala, sengaja kami memilih bus dengan rute tersebut karena jalanannya cukup bagus dan tidak terlalu banyak tikungan tajam yang ditemui. Rute ini menyisir pantai bagian Barat Sulawesi Tengah lalu masuk ke Provinsi Sulawesi Barat. Sebelum masuk ke Provinsi Sulawesi Barat, perjalanan kami dihiasi dengan pemandangan laut yang begitu indah di sisi kanan bus dan pemandangan bukit-bukit hijau di sisi kiri bus. Saat memasuki Sulawesi Barat di malam hari kami dikejutkan oleh insiden pelemparan batu yang menembus beberapa jendela kaca bus, Sundari dan Cici yang paling dekat dengan jendela yang pecah juga menjadi dua orang yang paling trauma di antara kami. Syukurlah mereka berdua tidak terluka. Ada pemandangan menarik ketika bus melintasi Provinsi Sulawesi Barat, yaitu pemandangan bendera-bendera dari negara-negara asing. Aku sedikit heran namun baru kemudian menyadari bahwa di tahun yang sama pada saat pertemuan nasional yang hendak kami hadiri adalah tahun dimana piala dunia diselenggarakan. Aku melihat bendera Inggris, Argentina, Spanyol, Brazil, Jerman, Italia, Prancis, dan Uruguay berkibar di pagar rumah, berkibar di atap rumah, dan dipohon-pohon yang tumbuh di depan rumah. Sebenarnya ada sedikit rasa heran di dalam benakku, mengapa mereka dengan mudahnya mengibarkan bendera bangsa asing di rumah-rumah mereka? Bukankah dulu para pejuang bangsa kita berjuang agar merah putih saja yang berkibar? Tetapi pada akhirnya Aku mencoba memandangnya dari perspektif lain, bahwa memang sekarang adalah eranya kolaborasi. Bahkan sepakbola bisa menembus sekat-sekat geografis dan nasionalis, berkompetisi sekaligus menghibur para penikmat sepakbola di seluruh dunia. Aku menyimak pemandangan bendera-bendera asing ini sambal sesekali mencuri pandang kepada Sundari yang manis itu. Ya, Sundari adalah mahasiswi yang cukup manis bagiku. Dan Aku adalah lelaki normal yang juga tertarik pada lawan jenis. Semenjak kejadian insiden pelemparan batu semalam Aku jadi lebih memerhatikan dan mengkhawatirkan Sundari, sampai kemudian senyum manis terbit di wajahnya sehingga Aku tak perlu khawatir lagi.

            Sesampainya di Makassar kami melanjutkan perjalanan menuju bandara Sultan Hasanuddin, bandara bertaraf Internasional di Indonesia Timur. Aku sedikit mengalami culture shock karena kaget melihat gedung-gedung tinggi, pusat-pusat perbelanjaan, dan peradaban masyarakat di Makassar. Pantas saja banyak yang bilang Makassar adalah salah satu kota paling maju di kawasan Indonesia Timur, meski sebenarnya Makassar masuk dalam kawasan Indonesia Tengah. Sampai beberapa tahun kemudian Aku paham bahwa Makassar memang sedang dipersiapkan menjadi kota dunia, terbukti dari acara-acara resminya yang mengundang sekitar 40an walikota di negara-negara maju dan berkembang. Tujuan kami sebenarnya adalah kota Ambon, maka dari bandara Sultan Hasanuddin kami bertolak terbang ke kota Ambon di Indonesia Timur. Setibanya di kota Ambon, Aku menyaksikan pemandangan yang juga sama dengan yang kusaksikan di Sulawesi Barat. Bendera-bendera asing berkibar di pinggir pantai, tepatnya di rumah-rumah warga yang berada di sepanjang pantai. Sungguh piala dunia saat itu membuktikan bahwa olahraga sepakbola semakin mendunia. Tibalah kami di Universitas Pattimura Ambon, sebuah kampus peradaban di Indonesia Timur. Kampus yang akan mengadakan acara Forum Silaturahmi Mahasiswa Muslim Nasional. Sebuah pertemuan nasional yang bergengsi, menghadirkan pemateri-pemateri nasional sampai internasional, sebuah pertemuan yang Aku bangga bisa hadir di dalamnya mewakili kampusku, mewakili daerahku. Sebuah pertemuan yang penuh perjuangan kami bisa hadir di dalamnya, untuk membicarakan masa depan bangsa Indonesia dan apa yang bisa kami kontribusikan selaku mahasiswa-mahasiswi yang katanya adalah agen perubahan. Sebuah pertemuan nasional yang mengajari kepadaku dan kepada kami semua bahwa hidup itu adalah perjuangan. Tak ada yang instan, tak ada yang mudah, untuk sampai ke Ambon saja kami masih harus berjuang mencukupi biaya transportasi dan biaya registrasi bahkan sampai harus memilih rute termurah. Tak sia-sia perjuangan kami hadir di tempat ini, di Universitas Pattimura Ambon. Mengikuti pelatihan-pelatihan pengembangan diri, mengikuti kelas-kelas kecil, serta menghadiri sebuah rapat besar untuk membicarakan hal-hal strategis terkait peran mahasiswa Indonesia dalam memajukan bangsa Indonesia. Sebuah pertemuan yang akan kukenang seumur hidupku, sebab dari sinilah Aku memulai berorganisasi, dari pertemuan inilah untuk pertama kalinya Aku mengetahui istilah aktivis dakwah kampus dan perannya dalam memajukan bangsa Indonesia. Setiap kisah mempunyai pelajaran, setiap kisah sekalipun kisah itu ada hal-hal yang buruk terjadi tetap akan membawa kebaikan dan pelajaran kepada kita. Inilah kisahku, Muhammad Muflih dari Palu Sulawesi Tengah, seorang pemuda yang tengah mencari jati diri dan memburu hidayah lalu menemukannya di dalam aktivitas-aktivitas lembaga kemahasiswaan.





Monday, September 28, 2020

Seorang Hamba

 


2 Tahun yang lalu.. Gempa, Tsunami, & Likuefaksi melanda Kota Palu, Sigi, & Donggala..

Jeritan, tangisan, dan semangat untuk bangkit setelah bencana berdinamika menghiasi tenda-tenda pengungsi..

Bencana juga sebagai pengingat kepada kita, bahwa mungkin saja apa yang terjadi di alam adalah cara alam merespon ulah manusia..

Tahu teori "Butterfly Effect" kan?

Bencana juga mengingatkan kembali bahwa sejatinya kita semua adalah seorang hamba..

#bencana #palubangkit #likuefaksi #gempa #tsunami #palu #sigi #donggala #sulawesi #sulteng #pengingat #sadar #hamba

Tuesday, January 14, 2020

Sang Pemuda 1000 Masjid (47)

Perjalanan pemuda 1000 masjid kali ini adalah sebuah masjid di Kota Palu Sulawesi Tengah, sebuah masjid yang berada di tengah kota, masuk dalam kompleks sebuah sekolah negeri, merupakan masjid sekolah pada saat yang sama juga adalah masjid tempat beribadah masyarakat sekitar masjid. Masjid tersebut adalah Masjid MAN 2 Model Kota Palu, terletak di Jalan Muhammad Thamrin. Sebuah tempat yang juga memiliki kesan bagi sang pemuda 1000 masjid, saat masih aktif sebagai pengurus Organisasi Kemahasiswaan, Unit Kegiatan Fakultas.


Masjid MAN 2 Model Kota Palu adalah masjid yang juga terbuka terhadap kegiatan-kegiatan islami, apapun organisasinya. Sungguh pengurus masjid ini adalah orang-orang yang sangat inklusif dan ramah kepada orang-orang atau organisasi-organisasi yang hendak memakmurkan masjid ini. Bahkan bila kegiatannya adalag kegiatan bermalam di masjid, pengurus masjid pun sangat terbuka dan menerima, sungguh masjid yang penulis rekomendasikan untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan besar.


Masjid MAN 2 Model Kota Palu pun memiliki Taman Pengajian Al-Qur'an yang setiap sore di ramaikan oleh para santri-santri cilik. Dari aspek pengembangan SDM, pelatihan, pengembangan diri, keterbukaan, keramahan pengurus, strategisnya lokasi, Masjid MAN 2 Model Kota Palu adalah masjid yang unggul. Lantas, engkau masih enggan melangkahkan kakimu ke masjid ? Ayo ke masjid!

Oleh : Mohamad Khaidir

Sunday, January 12, 2020

Bukti bahwa Kota Palu 3 Dimensi!

Kota Palu Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah adalah Kota 3 Dimensi ? Kata siapa ? Mari kita buktikan bersama-sama. Kata orang-orang terdiri dari laut, gunung, dan lembah, bila berada di ketinggian engkau akan lebih mudah untuk membuktikannya. Salah satu tempat wisata yang sangat baik untuk memandang pemandangan laut, gunung, dan lembah ini adalah Monumen Nosarara Nosabatutu Kota Palu Sulawesi Tengah.

Monumen Nosarara Nosabatutu adalah sebuah monumen, sebuah tugu, sebuah menara, sebuah tempat wisata, sebuah tempat berfoto, sebuah bangunan, sebuah gong perdamaian, yang mungkin berfilosofi semangat persatuan, sesuai dengan sila ke-3, Persatuan Indonesia. Kita bersama, kita bersaudara, kita satu tanah air, kita hidup di langit yang sama, lantas mengapa saling membenci ? Mengapa saling berkonflik ? Mungkin seperti itulah perenungan-perenungan dari makna filosofis Nosarara Nosabatutu.


Monumen Nosarara Nosabatutu Palu, adalah salah satu tempat terbaik untuk membuktikannya, membuktikan bahwa Kota Palu Sulawesi Tengah terdiri dari laut, gunung, dan lembah. Pemandangan yang begitu indah bisa kita amati dari atas monumen ini, bagaimana gunung di pancangkan, gunung yang berwarna biru di seberang lautan. Bagaimana laut menjadi terlihat tenang dari atas, padahal sebenarnya sedang bergelombang. Serta bagaimana sebuah lembah hijau dihiasi oleh perumahan, rumah-rumah warga masyarakat Kota Palu. Ayo segera ke monumen ini untuk membuktikannya! Ayo ke Palu! Ayo ke Sulteng!

Oleh : Mohamad Khaidir

Friday, January 10, 2020

Sang Pemuda 1000 Masjid (46)

Kota Palu Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah tetap beraktivitas sebagaimana biasanya, berusaha terus bangkit dan terus berbenah. Sebuah masjid yang sangat besar dan luas terletak di tengah Kota Palu, terletak di Jalan Masjid Raya, Masjid Raya Baiturrahim Lolu Palu. Sebuah masjid yang menjadi salah satu ikon Kota Palu, masjid yang selalu ramai pada waktu-waktu shalat. Masjid yang menghidupkan fungsinya bukan hanya beribadah semata, juga menjadi tempat diskusi warga Kota Palu Sulawesi Tengah.

Masjid Raya Baiturrahim Lolu Palu, masjid yang begitu besar di dominasi oleh warna putih bagian luarnya, di sekitaran masjid terdapat sekolah dan pedagang kaki lima berupa warung makan, suasana sekitar masjis begitu hidup. Ditambah lagi di sekitar teras masjid ada tempat buat duduk-duduk sambil ngopi. Berbincang-bincang tentang kekinian, mengobrol soal politik, diskusi mencerahkan, membicarakan tentang perkara keimanan, suasana masjid benar-benar hidup!


Masjid Raya Baiturrahim Lolu Palu, merupakan masjid yang pernah dikunjungi oleh pemuda 1000 masjid di Kota Palu Sulawesi Tengah, setiap ada tokoh nasional, dai nasional, selalu menyempatkan diri datang di masjid ini dan memberikan kajian-kajian islami. Perjalanan mengunjungi masjid-masjid di nusantara akan terus berlanjut, petualangan pemuda 1000 masjid akan terus berlanjut, maukah kau bergabung? Ayo ke masjid!

Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, January 1, 2020

Bumi Perkemahan Anoa Paneki

Hutan rimba, pepohonan, begitu rindang, begitu pula tanahnya, hampir sekelilingnya dibatasi pagar kecyali dibagian sungai, sebuah tempat yang sangat terkenal di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu Bumi Perkemahan Anoa Paneki, Sigi Sulawesi Tengah. Sebuah tempat yang menjadi favorit para pecinta alam, tempat favorit untuk berkemah berbagai organisasi kepemudaan, kepanduan, atau kepramukaan. Bahkan Bumi Perkemahan Anoa Paneki juga menjadi tempat yang penuh kenangan bagi para pemuda-pemudi yang pernah menjalani pelatihan atau kemah pengembangan diri di tempat ini.


Bumi Perkemahan Anoa Paneki Sigi hanya berjarak 15 Kilometer dari pusat Kota Palu Sulawesi Tengah, membuatnya menjadi salah satu tempat kemah favorit untuk pelatihan, pengaderan, dan kegiatan alam lainnya, hanya sekitar 31 Menit dari Kota Palu. Bumi Perkemahan Anoa Paneki menyajikan pemandangan alam yang benar-benar alam, hutan, sungai untuk kebutuhan mendasar, padang rumput, semak-semak, dan air terjun dibagian dalamnya, sebuah tanah lapang untuk bermain bola atau sekedar melakukan permainan-permainan serta kompetisi sangat bisa dilakukan disini. Buat kamu para penikmat kemah, para pecinta alam, ayo jalan-jalan kesini, jalan-jalan yang produktif tentunya, ayo ke Sulteng!

Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, November 25, 2019

Refleksi Akhir Tahun di Puncak Kanuna (2)

Puncak Kanuna Kinovaro Sigi Sulawesi Tengah, berada di ketinggian yang bisa memandang hampir seluruh bagian dari Kota Palu, terletak di bagian barat Kota Palu Sulawesi Tengah. Fajar sebentar lagi menyingsing, pagi yang indah setelah melakukan refleksi akhir tahun di Puncak Kanuna semalam.

Puncak Kanuna berada diatas Desa Kanuna Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, Puncak Kanuna menyajikan pemandangan yang indah, sekelilingnya berwarna hijau, gunung-gunung kecil disekitarnya, lembahnya, berwarna hijau dan menyegarkan, udara di sekitarnya pun sangat segar, rombongan pemuda yang sedang melakukan refleksi akhir tahun di puncak ini pun menikmati keindahannya.


Mengabadikan gambar di Puncak Kanuna, berfoto bersama, berfoto hampir sepanjang perjalanan turun dari puncak. Rombongan pemuda petualang ini mengakhiri jalan-jalan produktifnya di Puncak Kanuna, persahabatan dan persaudaraan yang luar biasa, kebersamaan yang begitu hangat, kenangan dan perjalanan yang luar biasa! Perjalanan menuruni Puncak Kanuna pun dilakukan dengan mengambil rute yang berbeda dengan rute ketika mendaki, menelusuri persawahan, kebun-kebun, irigasi, semak-semak, dan sebuah jembatan yang unik, rute tersebut membuat perjalanan ini sangat berkesan. Buat para Petualang atau para pendaki, sangat direkomendasikan untuk menjelajah di Puncak Kanuna, Ayo ke Sigi! Ayo ke Sulteng!


Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, November 4, 2019

Rayuan Pulau Kelapa dan Air Terjun Loli

Tanah airku Indonesia
Negeri elok amat kucinta
Tanah tumpah darahku yang mulia
Yang kupuja sepanjang masa
Tanah airku aman dan makmur
Pulau kelapa nan amat subur
Pulau melati pujaan bangsa Sejak dulu kala
(Rayuan Pulau Kelapa, Ismail Marzuki)

Betapa indah tanah airku Indonesia, mulai dari  sawah hijau yang menghampar, laut jernih berwarna hijau dam biru, pasir putih halus nan lembut, lembah-lembah dan pada rumput hijau, gunung-gunung kokoh yang menahan daratan, air yang mengalir dari mata air sampai ke lautan, sungguh indah panorama alam negeriku. Jalan-jalan produktif kali ini kita akan mengunjungi salah satu air terjun yang indah di Sulawesi Tengah.

Air terjun yang akan kita kunjungi dalam perjalanan kali ini adalah Air Terjun Loli Tasiburi Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Sebuah air terjun yang tidak terlalu besar namun debit airnya cukup banyak, jaraknya 22 Kilometer dari pusat Kota Palu Sulawesi Tengah, waktu tempuh sekitar 38 menit. Jalan masuknya terletak di jalan poros Palu - Donggala, saat di Kilometer 20, tepat di Desa Loli Tasiburi, kita akan menemukan sebuah jembatan kecil, kemudian kita belok kiri sebelum jembatan kecil tersebut.


Air terjun ini sangat jernih, mengalir dengan begitu deras, mengobati jenuhnya memandang beton perkotaan, para pengunjung sangat ramai di pagi dan siang hari, apalagi bila tiba akhir pekan. Para wisatawan juga dapat merasakan jernih dan dinginnya air, batu-batu keras yang berwarna abu-abu berpadu dengan lumut kuning kehijauan menambah sensasi segar air terjun ini. Dengarkan aliran airnya, rasakan sensasi kesegaran airnya, jalan menuju air terjun juga dipenuhi bukit-bukit yang berjejer pohon kelapa, ciri khas Indonesia seperti judul lagu Ismail Marzuki, Rayuan Pulau Kelapa. Teruntuk para petualang, jangan lupa mengunjungi air terjun ini, Air Terjun Loli Tasiburi Donggala Sulawesi Tengah, Ayo ke Donggala! Ayo ke Sulteng!


Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, October 12, 2019

Bersahabat di Puncak Matantimali!

Kupetik bintang
Untuk kau simpan
Cahayanya tenang
Berikan kau perlindungan
Sebagai pengingat teman
Juga sebagai jawaban
Semua tantangan
(Melompat Lebih Tinggi, Sheila On 7)

Lirik lagu yang sangat puitis, tentang bagaimana engkau berusaha memetik bintang, pada saat yang sama juga tentang persahabatan, dan menjawab semua tantangan. Namun, bagaimana mungkin engkau akan memetik bintang sementara engkau belum pernah kepuncak? Puncak secara harfiah, berada di ketinggian. Maka, pada jalan-jalan produktif kali ini mari kita jalan-jalan ke puncak, salah satu puncak yang terkenal di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Indonesia!

Puncak yang akan kita tuju adalah salah satu tempat lepas landas paralayang terbaik di Pulau Sulawesi. Awalnya penulis mengenal tempat ini ketika di ajak oleh Kepala Desa Porame Kabupaten Sigi, diajak berjalan-jalan sebentar menuju puncak tersebut. Kunjungan kedua saat di ajak oleh para pemuda desa yang hendak bermalam di puncak tersebut, maka perjalanan pun dimulai malam hari, menuju Puncak Matantimali Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah Indonesia!





Semua persahabatan itu bermula dari Desa Porame, desa yang indah, desa yang berada di kaki gunung, di dominasi oleh persawahan. Desa yang penduduknya ramah dan sangat baik terhadap pendatang. Pemuda desa mengajak kami untuk bermalam di Puncak Matantimali, tak tanggung-tanggung, perjalanannya dimulai saat matahari sudah terbenam, perjalanannya dimulai saat malam hari!

Maka perjalanan pun dimulai, hanya bermodalkan motor, beberapa motor sudah melaju melewati batas Desa Porame menuju kaki gunung, mulai dari kaki gunung inilah jalan mulai menanjak, jalannya hanya menggunakan aspal kasar yang bebatuannya tampak berwarna abu-abu mendekati putih. Jalanannya semakin lama semakin menantang! Banyak lubang di jalan saat itu, ditambah lagi kemiringan jalan semakin bertambah, jalan semakin menanjak, di kiri kanan tampak pepohonan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di tanah tandus, makin ke atas pemandangannya akan berganti dengan jurang yang lumayan curam.

Beberapa pemuda yang mengajak kami sangat menikmati jalan yang sangat menantang ini! Lubang-lubang di jalan tampak mereka nikmati, begitupun jalan yang semakin menanjak, mereka sangat menikmatinya! Bagi kami yang baru kedua kalinya melintas, tentu masih merasa gugup dan kaget ketika melintas di jalan yang sangat menantang ini. Bahkan ada satu motor yang membawa seluruh perbekalan seperti tenda, kerangka tenda, alas tidur, dan gitar, luar biasa!

Sesampainya di Puncak Matantimali, kami disambut oleh kabut tebal yang nyaris menutupi seluruh penjuru jarak pandang, ditambah lagi dinginnya yang luar biasa! Ketika menyibak kabut dengan lampu motor, dan berjalan sedikit ke ujung baru kemudian terlihat keindahan yang sesungguhnya puncak ini di malam hari. Kerlap-kerlip bintang, bulan purnama, serta cahaya lampu dari Kota Palu terlihat begitu indah! Kami menggelar tenda lalu menikmati Puncak Matantimali di malam itu, sangat indah! Kamu harus jalan-jalan kesini! Ke Puncak Matantimali Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah! Ayo ke Sulteng!



Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, October 5, 2019

Ayo ke Pantai Tanjung Karang Donggala!

"Orang bilang tanah kita tanah Surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman."

Begitu kata Koes Plus pada era kejayaannya, tanah kita kata orang tanah surga, benarkah seperti itu? Negeri kita adalah negeri kepulauan, yang punya ciri khas subur dan hijau, sawah-sawahnya, suasana pedesaannya, gunung-gunungnya, sungai-sungainya, serta laut dan pantainya. Musimnya pun tak ada musim salju yang harus membuat orang-orang enggan keluar rumah serta beraktivitas. Negeri kita adalah negeri yang setiap musimnya kita bisa keluar rumah dan beraktivitas, melakukan hal produktif, seperti jalan-jalan produktif.

Betapa seharusnya kita bersyukur menjadi orang Indonesia, menjadi putra-putri bangsa ini, bangsa besar dan berjiwa besar serta berlapang dada dengan perbedaan. Hal ini harus terus kita latih, hal ini harus kita pahami bersama, sebab para pendiri bangsa ini berkonsensus, berkonferensi, dengan terlebih dahulu membuang egonya, dengan terlebih dahulu mengelola perbedaan yang ada. Sebab perbedaan bukan sesuatu yang harus terus di benturkan, perbedaan seharusnya membuat kita saling berdiskusi dan melengkapi.

Jalan-jalan produktif adalah sebuah gagasan sederhana untuk menikmati Indonesia, Indonesia yang kata orang-orang adalah tanah surga. Melakukan petualangan, melakukan penjelajahan, eksplorasi tempat-tempat keren dan indah, lalu ceritakan tentang negeri yang indah ini. Ceritakan hal ini kepada keluargamu, ceritakan kepada sahabat dan teman-temanmu, ceritakan pula hal ini kepada anak bangsa, bahkan bila perlu ceritakan ini pada masyarakat dunia.

Pada jalan-jalan produktif kali ini, aku akan menceritakan kepadamu tentang indahnya sebuah pantai yang berada di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Sebuah pantai yang sangat indah, hanya menempuh perjalanan darat sekitar satu jam dari Kota Palu yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Jalan yang dilintasi pun cukup mulus, pemandangan yang kita saksikan adalah pantai hampir sepanjang perjalanan. Karena Palu adalah sebuah kota teluk, maka terhampar tampilan laut biru, gunung yang membiru, tebing putih dan pohon-pohon hijau, serta pantai hampir sepanjang jalan trans Palu - Donggala.


Sesampainya di Kota Donggala, ikuti saja penanda jalan atau penunjuk jalan yang berada di poros Kota Donggala Sulawesi Tengah. Dan lebih aman lagi bila kita aktifkan google maps lalu ketik "Pantai Tanjung Karang Donggala". Bila masih ragu bertanyalah kepada masyarakat setempat dengan tetap menjaga adab dan santun. Ketika menuju Pantai Tanjung Karang Donggala, kita akan melewati beberapa bukit lalu tak lama kemudian tiba di pantai favorit, Pantai Tanjung Karang Donggala. Pantai berpasir putih dengan penginapan yang relatif murah, fasilitas banana boat, dan berkeliling mengamati terumbu karang di Tanjung Karang Donggala.



Pemandangan di Tanjung Karang sangat indah, laut biru, langit biru berawan putih, segarnya lautan, saat berenang harus berhati-hati dengan bulu babi yang bisa melukai kaki. Mari nikmati tanah surga ini, Pantai Tanjung Karang Donggala Sulawesi Tengah! Ayo ke Donggala! Ayo ke Sulteng!



Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, September 23, 2019

Monumen Persaudaraan, Nosarara Nosabatutu

Nosarara Nosabatutu, Bersama kita bersaudara, bersama kita bersatu, menjadi pilihan nama untuk penamaan sebuah monumen tinggi dan indah di bagian timur Kota Palu Sulawesi Tengah. Dari Kota Palu, kita melintas Jalan Sisingamaraja terus ke arah utara, perempatan pertama kita tetap mengambil jalan lurus, seperti jalan tol, Jalan Soekarno-Hatta nama jalan tersebut.

Mulai dari Jalan Soekarno-Hatta, jalan mulai naik turun, tetapi dominan naik, melewati bukit-bukit, melewati Bukit Jabal Nur, melewati  Gedung Besar milik Polda Sulteng. Sesudah itu ada pertigaan, ada penunjuk jalannya, tetapi kita mengambil jalan memutar terlebih dahulu. Jalannya berkelok-kelok, tak terlalu lebar, masih aspal kasar, di pinggirnya semak-semak berduri, juga bukit-bukit hijau yang indah. Terus mendaki hingga ke pintu gerbang untuk membayar uang masuk terlebih dahulu.

Monumen Nosarara Nosabatutu begitu indah dan memukau dari dekat, begitu pula dari kejauhan. Berwarna putih, berkombinasi dengan warna merah, emas, dan hitam. Ada tangga-tangga yang kita harus waspada meniti tangga tersebut. Ada pula spot foto-foto yang disiapkan oleh pengelola, juga ada Gong Perdamaian. Dari puncak Monumen Nosarara Nosabatutu, Kota Palu tampak jelas 3 dimensi, peguningan yang berwarna biru, lembah hijau dan perumahan padat penduduk, serta laut biru dan teluk Palu yang indah di pandang mata.



Persaudaraan adalah sesuatu yang sangat penting bagi bangsa kita yang heterogen, maka jalan-jalan produktif kali ini juga untuk menggali nilai-nilai persaudaraan. Persaudaraan bukan hal yang mudah, ketika sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai latar belakang suku dan  organisasi sepakat untuk bersaudara, sepakat untuk menyebut identitas baru, yaitu Indonesia. Persaudaraan ini yang harus terus kita rawat dan kita jaga, mengunjungi Monumen Nosarara Nosabatutu juga adalah bagian jalan-jalan sekaligus merenungi semangat persaudaraan itu.



Udara yang begitu segar di ketinggian, panorama awan-awan yang berpindah, awan hujan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, terlihat jelas dari Kompleks Monumen Nosarara Nosabatutu. Bagian barat juga diliputi oleh pegunungan beserta bukit-bukit hijau, biasanya tempat ini juga dijadikan sebagai rute long march, berjalan dari Kota Palu menuju puncak jaraknya cukup jauh dan menantang, tetapi pada umumnya para petualang sangat menikmatinya. Terlihat jelas juga di bagian utara salah satu kampus negeri kebanggaan Sulawesi Tengah.



Kompleks monumen ini juga menyediakan kafe, tak perlu takut kelaparan, tersedia berbagai macam minuman, makanan berat, dan makanan ringan. Taman-taman di dekat kafe tertata rapi beserta kolamnya. Anda harus jalan-jalan kesini untuk menyaksikan keindahan alam, merasakan semangat persaudaraan sebagaimana filosofi nama monumen tersebut. Ajaklah sejenak keluarga untuk berjalan-jalan ke Monumen Nosarara Nosabatutu, ajak pula sahabat, teman-teman, kerabat, handai taulan, agar bisa menikmati keindahan Ibu Kota Bumi Tadulako. Ayo ke Palu! Ayo ke Sulteng!





Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, September 21, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (6)

Beras-beras sudah di atur sedemikian rupa, dipaketkan dengan mie instan, dipaketkan dengan telur, dan bahan-bahan pokok lainnya. Pakaian-pakaian layak pakai juga sudah tertata rapi dan siap untuk diangkut. Sekelompok pemuda-pemuda pecinta Mushollah telah berseragam lengkap dan siap berangkat, bersiap menuju tempat tujuan untuk melaksanakan bakti sosial. Seorang pemuda kurus ingusan sungguh tak menyangka ia dipilih sebagai ketua panitia kegiatan tersebut.

Mobil-mobil dan puluhan motor pun berangkat dengan sebuah misi mulia, setelah sebelumnya bergelut di kampus, menghimpun bantuan dari seluruh civitas kampus, bergerak bersama untuk melakukan kebaikan. Lokasi yang dituju adalah Desa Towale Kabupaten Donggala. Beberapa pekan yang lalu desa ini sudah dikunjungi oleh sebagian senior untuk melakukan Survey. Dari Kota Palu menuju Kota Donggala Sulawesi Tengah memakan waktu sekitar 30-40 menit, jalanan cukup mulus melewati pesisir. Pemandangan yang akan kita saksikan berupa pantai dan keindahannya.

Kota Donggala dulunya adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, mungkin karena di zaman dulu perdagangan di pelabuhannya sangat maju. Sebelum masuk Kota Donggala, kita akan menyaksikan anjungan pantai yang beberapa tahun ke depan akan ramai pedagang kaki lima dan pengunjung. Dari Kota Donggala sekitar 40 menit lagi tiba di Desa Towale Kabupaten Donggala. Akhirnya rombongan pemuda pencinta mushollah ini tiba di Desa Towale untuk menyalurkan bantuan. Terlebih dahulu bertemu dengan pihak-pihak yang berwenang agar kegiatan berjalan dengan lancar, aparat desa setempat. Dan tentunya di awali dengan seremonial di masjid. Mengapa masjid? Ya, masjid menjadi pilihan utama, sebab para pemuda ini berlatar belakang organisasi pencinta mushollah.

Sang pemuda 1000 masjid yang ikut dalam rombongan masih begitu lugu, karena statusnya sebagai mahasiswa baru, sangat baru dalam hal organisasi, sangat baru dalam hal kegiatan, sangat baru dalam dinamika pergerakan mahasiswa. Masjid Desa Towale menjadi saksi betapa para pemuda pencinta mushollah yang masih berstatus sebagai mahasiswa baru, begitu gugup dan kaku berkegiatan, maklum sebagian besar dari mereka baru bisa mengaktualisasikan dirinya di organisasi kemahasiswaan.



Kegiatan berlangsung lancar, setelah pembukaan di Masjid Desa Towale, para pemuda ini menyebar mendistribusikan bantuan langsung kerumah warga yang telah terdata. Semua bermula dari masjid, pengumpulan bantuan di kampus dilakukan di masjid, rapat panitia pelaksana kegiatan juga dilakukan di masjid, pembimbingan pelaksanaan kegiatan juga dilakukan di masjid, pembukaan kegiatan secara seremonial juga dilakukan di masjid, tempat berkumpul favorit para pemuda ini juga di masjid. Dari masjid kebaikan bermula,  dari masjid kebaikan tersebar. Tak ada ruginya bila kita mengunjungi masjid, jadi mumpung masih muda ayo kunjungi sebanyak-banyaknya masjid ya. Agar kebaikan akan terus bersama kita, teruslah membersamai orang-orang baik di masjid, teruslah mengunjungi masjid.




Oleh : Mohamad Khaidir

Sunday, September 15, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (3)

Ayo ke Masjid, ayo ke Masjid, bersama kita membangun Negeri! Begitu petikan mars salah satu  Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak pada bidang pemberdayaan Masjid di Indonesia. Sepertinya mars tersebut mempunyai makna bahwa dengan bergerak menuju ke Masjid kita sedang melakukan hal-hal yang besar, dengan menuju ke Masjid kita sedang melakukan kerja-kerja peradaban, dengan menuju ke Masjid kita sedang mengerjakan kegiatan-kegiatan positif. Ya, memang seperti itulah adanya, itulah mengapa para pemuda Bangsa ini harus sering-sering mengunjungi Masjid.

Seorang pemuda ingusan dari sebuah kampus negeri berkesempatan untuk mewakili kampusnya di sebuah perhelatan besar, lokasinya di Kampus Negeri di Timur Indonesia. Betapa bahagianya pemuda ini, tahun pertama menimba ilmu di kampisnya langsung ditunjuk oleh para senior-seniornya untuk menjadi delegasi, perwakilan kampus negeri. Setelah sehari semalam naik bus dari Palu menuju Makassar, berbagai kejadian tak terduga terjadi. Mulai dari dilemparnya kaca mobil bus, mobil kecil yang menyerempet bus, kibaran bendera-bendera mancanegara saat di Sulawesi Barat, penuh dengan keseruan dan ketegangan.

Kota Makassar atau Kota Daeng, menginap semalam di Kota ini, rombongan delegasi kemudian melanjutkan perjalanan via udara, bertolak dari Bandara Internasional Sultan Hasanuddin menuju Kota Ambon Maluku Indonesia Timur. Setibanya di Bandara, sang pemuda yang tengah melakukan jalan-jalan produktif ini bersama rombongan melanjutkan perjalanan menuju Universitas Pattimura Ambon. Ini adalah pertama kali bagi sang pemuda tadi mengunjungi Kota Ambon, matanya melihat dengan saksama setiap detil yang tak pernah dilihatnya di daerah asalnya. Terkagum-kagum dengan keindahan alamnya dan tampilan kota yang damai.

Sesampainya di Universitas Pattimura Ambon,  rasa kagum juga masih ada, bangunan-bangunan kampus yang megah dan besar, luasnya areal kampus, uniknya desain bangunan kampus khas Indonesia Timur. Akhirnya yang pertama dilakukan adalah registrasi, sang pemuda istirahat sejenak di salah satu ruang di dalam kampus untuk bersiap-siap registrasi. Kampusnya sejuk dan tamannya tertata rapi. Ketika tiba waktu Shalat, para peserta diarahkan untuk menuju Masjid Kampus, jaraknya tak terlalu jauh, melewati beberapa fakultas, taman, dan kolam air tawar untuk sampai ke Masjid tersebut.




Tak bisa dipungkiri, dimanapun pemuda ini berada, Masjid adalah tempat terasyik, tempat yang tenteram untuk di kunjungi. Pemuda-pemuda lainpun akan merasakannya jika setiap hari mengunjungi Masjid. Sang Pemuda 1000 Masjid bukan sekedar gagasan kosong, tetapi sebuah gagasan sederhana yang akan berdampak besar bagi pembangunan karakter Pemuda Indonesia. Masjid Kampus Universitas Pattimura Ambon memiliki kesamaan desain dengan beberapa Masjid Kampus Negeri yang pernah sang pemuda kunjungi, sebuah penyeragaman yang positif menurut penulis, desainnya unik, dan berkapasitas ratusan jama'ah. Dimanapun kita berada, jangan lupakan Masjid ya. Ayo ke Masjid! Ayo ke Ambon!




Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 29, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (8)

Kota Palu adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, sering juga disebut Bumi Tadulako. Itu juga salah satu alasan mengapa tulisan ini berjudul Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako. Gempa bumi 7,4 Skala Richter merupakan bencana yang menyebabkan duka dan trauma bagi masyarakat setempat. Pengakuan dari warga ketika gempa terjadi, berdiri saja sulit apalagi berjalan, berdampak secara fisik maupun psikis. Tak lama setelah gempa, menyusup pula tsunami yang meluluh lantahkan Pantai Talise, Pantai Silae, Anjungan Nusantara, dan beberapa titik di Pantai Donggala. Hampir bersamaan dengan liquifaksi yang terjadi di Balaroa Palu Barat, Petobo Palu Selatan, dan Desa Jono Oge Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Tulisan ini tak hendak menyajikan data-data korban ataupun data kerusakan, tetapi lebih kepada menceritakan kembali dari sudut pandang kemanusiaan, kepedulian, dan betapa pentingnya kita berjalan-jalan ke tempat ini.

Mobil truk yang kami tumpangi melaju menuju pusat Kota Palu, menurunkan beras terlebih dahulu sesuai amanah donatur, lalu meneruskan perjalanan menuju posko bencana di dekat Bandara Mutiara SIS Al-Jufri. Banyak tenda-tenda berdiri, hunian sementara para korban bencana. Langit begitu cerah, birunya sangat jelas dan terang benderang, hawa terasa panas, mengingat Kota Palu adalah daerah yang dilintasi garis khatulistiwa. Sebentar lagi serial ini alan berakhir, tetapi mari kita mengambil inspiraso sebanyak-banyaknya. Posko bencana kami adalah posko gabungan, rupanya Pemerintah Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan juga berposko di tempat yang sama. Bahkan penulis sempat bertemu dengan Bupati Enrekang yang menjabat saat itu. Ratusan mobil dari Enrekang juga mendarat menuju Kota Palu dengan semangat kemanusiaan, kepedulian, dan berbagi.

Pengalaman yang tak kalah menariknya addalah ketika Relawan dari Inggris, Jerman, dan Malaysia juga membersamai kami di posko. Bersama-sama mengatur logistik untuk di salurkan, bersama-sama melakukan asesmen, bersama-sama bekerja sama dalam misi kemanusiaan. Menyalurkan bantuan di beberapa titik pengungsian, panti asuhan, berbagi sarapan dan makan siang di camp pengungsian, sungguh menggugah hati ini, betapa hari ini kita beruntung dalam kesehatan dan keamanan. Bertemu dengan relawan gabungan, bertemu dengan orang-orang yang baik, bertemu dengan orang-orang dengan kesabaran yang luar biasa, bertemu dengan orang-orang dengan semangat yang luar biasa untuk bekerja dan bangkit kembali! Sungguh misi kemanusiaan kali ini benar adalah jalan-jalan produktif.

Menemukan inspirasi, menemukan pelajaran, lalu mengolahnya menjadi sesuatu yang dapat dibagikan, disebarkan, dibaca oleh banyak orang, anggaplah ini adalah upaya kecil kami sebagai manusia yang juga ingin berbuat, berkontribusi, membangun negeri ini. Jalan-jalan produktif adalah jalan-jalan yang juga ingin mengajakmu ikut berjalan. Menapaki langkah, bersama-sama juga berbuat, sekecil apapun itu. Hari ini, pengalaman adalah sesuatu yang sangat penting untuk dituliskan dan diceritakan. Jangan bosan-bosan berjalan-jalan dan membaca kisah selanjutnya ya!

Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, August 28, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (7)

Langit subuh merona indah di ufuk timur, tak lama lagi jingga fajar akan menghiasi pemandangan langit Pasangkayu. Kaki-kaki kumal tak elok melangkah meninggalkan Masjid Raya Pasangkayu. Berbagai macam latar belakang profesi dan kondisi memulai aktivitasnya, kebanyakan yang menginap di Masjid Raya Pasangkayu adalah relawan yang hendak menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, ada masyarakat Kota Pasangkayu, ada korban bencana yang berencana mengungsi ke Sulawesi Selatan, semuanya baru-baru saja meninggalkan Masjid dan bersiap untuk beraktivitas.

Kejadian semalam cukup mengagetkan, ratusan mobil truk pengangkut bantuan logistik diberhentikan di Kota Pasangkayu oleh aparat keamanan setempat, hasil koordinasi aparat setempat dan kendaraan pengawal bantuan logistik kemanusiaan. Rupa-rupanya ada beberapa daerah yang rawan bila dilintasi malam hari, akhirnya ratusan truk bantuan logistik di izinkan untuk melintas pada pagi hari. Jam 6 pagi rombongan mulai melanjutkan perjalanan dari Kota Pasangkayu Sulawesi Barat ke Kota Palu Sulawesi Tengah, kira-kira sekitar 3 jam lagi kami sampai ditujuan.

Alasan lain adalah, sudah ada beberapa kali kejadian mobil yang membawa bantuan logistik di jarah oleh masyarakat setempat, entah masyarakat tersebut merupakan korban bencana atau bukan, penulis tidak ingin masuk ke perdebatan kontra-produktif tersebut, tetapi pada dasarnya bantuan yang dihimpun harus disalurkan secara profesional melalui posko yang sudah terdaftar, tidak bisa disebarkan secara sembarangan layaknya Santa Clauss yang datang membagi-bagikan hadiah lalu berteriak hohoho! Amanah dari para donatur harus benar-benar disampaikan, maka ada proses asesmen, pendataan, serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Mobil meluncur mulus menuju tujuan, sepanjang jalan poros Pasangkayu Sulawesi Barat - Donggala Sulawesi Tengah kami ditemani oleh pemandangan alam yang menakjubkan. Bukit-bukit yang tak terlalu tinggi, bukit hijau dan jembatan-jembatan besar di atas sungai yang juga lebar dan besar, pantai di bagian barat, indah dan menyegarkan ketika memandanginya. Sesekali kita akan bertemu dengan jalan lurus dengan banyak rumah penduduk di pinggir jalan, ketika memasuki Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, pemandangan di dominasi oleh ribuan pohon kelapa yang berjejer rapi dan rapat sampai ke Pantai. Di Kabupaten Donggala ada beberapa tempat wisata menarik untuk sekedar rekreasi atau jalan-jalan, ada Pantai Khayalan, ada Pusentasi atau pusat laut Donggala, ada pantai Tanjung Karang Kabupaten Donggala, layak untuk dijadikan tujuan jalan-jalan produktif di lain hari.

Kami telah tiba di Kota Donggala Sulawesi Tengah, tak lama lagi akan tiba di Kota Palu, sekitar 30 menit lagi menurut perkiraan. Kami sempat menyaksikan rumah-rumah yang rubuh, rumah yang tersapu oleh tsunami di beberapa titik pesisir Pantai Donggala, yang membuat kami bertanya-tanya adalah Masjid yang berada di pinggir pantai tepat di daerah terpaan tsunami tidak mengalami kerusakan yang berarti, tetapi rumah di sekitarannya hancur berantakan. Jadi, pemandangan yang kami saksikan adalah Masjid yang berdiri kokoh ditengah puing-puing reruntuhan hantaman tsunami, tak hanya satu, ada dua yang sempat penulis saksikan. Tak terasa kami sampai di Kota Palu Sulawesi Tengah, pantai yang dulu indah kini seolah-olah menjadi kuburan masal, tampak beberapa alat berta tengah berusaha membersihkan puing- puing reruntuhan bangunan agar bisa dilewati, para relawan dari berbagai macam lembaga filantropi tengah berkolaborasi dengan TNI, POLRI, Tenaga Medis, dan masyarakat setempat bekerja sama bahu membahu agar Palu dan sekitarnya kembali bangkit, pegawai-pegawai PLN pun sedang asyik bercengkrama dengan kabel-label listrik agar listrik kembali normal di lokasi bencana. Mobil kami pun tiba di Pantai Talise, Palu bagian barat, tiba-tiba ada bau yang sangat menyengat menusuk dan menohok hidung kami, bau busuk apa ini?! Baunya tajam dan busuk!

Oleh : Mohamad Khaidir

HIJAUNYA SAWAH