Showing posts with label Misi Kemanusiaan. Show all posts
Showing posts with label Misi Kemanusiaan. Show all posts

Sunday, November 12, 2023

LEBIH KUAT




"Aan Java's Stranden verdrigen zich de volken. Ze volgen elkander gelijk aan het zwerk de wolken. Steeds komen nieuwe meesters over her Meer. De Javaan alleen is nooit zijn heer".


Artinya : Di pantai-pantai Jawa bangsa-bangsa berdesak-desak. Mereka berganti-ganti seperti awan-awan di langit. Terus-menerus, berdatangan mereka dari seberang lautan. Hanya orang Jawa tidak pernah menjadi tuan di rumah sendiri.


Sebuah syair lama dari VETH yang termuat di surat kabar Belanda Het Nieuws Van den Dag. Sebuah syair lama di tahun 1927 yang menyindir bahwa orang Jawa secara khusus, bangsa Indonesia secara umum (Sebab penyatuan identitas Indonesia kelak terjadi di 28 Oktober 1928 pada momentum Kongres Pemuda II) tidak akan pernah merdeka. Meski syairnya seakan menyepelekan perjuangan pergerakan persatuan nasional untuk merdeka, setahun kemudian di bulan Oktober semangat para pemuda Indonesia justru semakin kuat menginginkan penyatuan identitas menuju kemerdekaan.


Lalu bagaimana dengan Netanyahu yang terus memberikan keterangan kepada pers bahwa tak akan berhenti untuk terus menyerbu Gaza karena salah satu sebab Hamas menginginkan kemenangan? Pernyataan-pernyataan negatif dari Netanyahu meski terus didesak oleh dunia internasional untuk melakukan genjatan senjata, pernyataan ini kelak akan ada batasnya. Justru narasi-narasi negatif itu akan memperkuat semangat perjuangan kemerdekaan Palestina, lahirnya generasi baru yang lebih kuat di Palestina kelak akan mengubah keadaan. Mari semuanya berdoa untuk kemerdekaan Palestina!


Mohamad Khaidir

Penggerak Pemuda, Pendukung Kemerdekaan ialah hak segala bangsa.

Saturday, May 8, 2021

MENEMBUS BATAS

Saat itu adalah saat-saat berharga dan penuh pelajaran bagi saya pribadi, kami para relawan memutuskan untuk menembus batas, menuju daerah terisolir dan terpencil yang juga merupakan daerah terdampak bencana gempa.




Ketika memutuskan seperti itu, praktis tak ada satupun kendaraan yang bisa menuju ke sana. Mobil ataupun motor, bakal sulit melintas karena waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam. Kami para relawan lalu memutuskan untuk menggunakan kendaraan 'terbaik' kami, yaitu kaki yang sehat!

Kami berjalan kaki menembus batas, membelah pegunungan dan jurang, melintasi sungai-sungai kecil. Agar amanah dari para donatur tersampaikan kepada masyarakat yang terdampak bencana. Maka peristiwa ini langsung menjadi peristiwa yang saya kenang seumur hidup, bahkan saya menuliskannya dalam situs dakwah ( https://www.google.com/amp/www.dakwatuna.com/2015/11/07/76626/menembus-belantara-lore-lindu/ ) dan blog pribadi saya (PART 1 : https://gen-zjourney.blogspot.com/2019/11/kuat-kita-bersinar-di-taman-nasional.html?m=1

PART 2 : https://gen-zjourney.blogspot.com/2019/11/kuat-kita-bersinar-di-taman-nasional_21.html )

Apapun itu, dalam setiap peristiwa, kita diminta untuk menembus batas, memberikan upaya terbaik dari dalam diri dan jasmani kita, untuk kontribusi terbaik, amal terbaik, dan tentu saja untuk menggapai ridaNya.

Saturday, August 24, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (3)

Misi di Pinrang Sulawesi Selatan selesai! Kemudian perjalanan kami lanjutkan, menembus gelapnya malam di Kota Pinrang, mobil truk melaju dengan kecepatan yang stabil dan menyesuaikan dengan kondisi jalan. Sering sekali mobil kami berjalan bersama rombongan mobil truk dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Kami mendapatkan informasi, rupanya di hari yang sama dengan keberangkatan kami, ada sekitar 200 Truk juga berangkat dari Makassar menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, terdiri dari  bantuan beras Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan partner Kementerian Pertanian dari sektor swasta. Hari-hari yang kami lalui selanjutnya, seolah-olah ratusan mobil truk adalah penguasa jalan poros dari Kota Makassar Sulawesi Selatan menuju Kota Palu Sulawesi Tengah.

Melintasi perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, kami tiba di Polman Sulawesi Barat. Sepanjang Polman berjejer rumah makan, sebagian rombongan mobil truk dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia memilih untuk singgah ke beberapa rumah makan atau sekedar melepas penat dan beristirahat sejenak. Tetapi kami memilih untuk terus melanjutkan perjalanan menembus malam-malam yang gelap tapi suasananya tak kelam karena semangat kemanusiaan dan semangat berbagi. Tidak terlalu banyak tikungan sepanjang jalan poros Polman - Majene Sulawesi Barat. Perjalanan menembus malam lumayan menegangkan karena jalanan mulai sunyi, hanya bukit-bukit, pepohonan, rumah-rumah warga di desa, serta jalanan yang tak terlalu mulus, tepatnya bergelombang, sekian hal itulah yang menemani perjalanan kami. Tiba di perbatasan Polman dan Majene Sulawesi Barat, akhirnya sopir truk kami kelelahan dan memutuskan istirahat sejenak.

Lelah menghampiri, rasa kantuk sudah tak tertahankan, mobil truk yang kami tumpangi singgah di salah satu rumah makan sederhana, warung makan lebih tepatnya, dan ditempat tersebut tersedia tempat tidur sederhana yang keseluruhannya terbuat dari kayu, sepertinya memang sengaja disiapkan oleh pemilik warung untuk tempat beristirahat para musafir. Mata dengan rasa kantuk serta lelah yang tak tertahankan akhirnya cukup telak untuk membuat kami tumbang dan tertidur cukup pulas malam itu. Sebelum tertidur kami juga sempat menyaksikan rombongan truk pengangkut air bersih dari Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia juga singgah melepas lelah dan rasa kantuk ditempat yang sama.

Sekitar 10-15 menit berbaring, terdengar suara seperti angin, bukan ternyata ini bukan angin. Terdengar berpola lalu menghantam sesuatu. Bunyinya dari pelan secara perlahan semakin cepat, dari kecil secara perlahan semakin membesar dan menghantam daratan! Laut! Ternyata warung yang kami singgahi berada tepat di pinggir laut! Kaget bukan main, karena sepanjang jalan poros tadi adalah desa, hutan, bukit, tebing, pepohonan yang menjadi serba gelap! Lalu sekarang kami berada tepat di pinggir laut!

Perjalanan harus terus di lanjutkan, misi belum selesai. Tetapi mungkin baiknya kami beristirahat sejenak, sebab ini juga merupakan pembuktian bahwa relawan kemanusiaan juga adalah manusia dengan segala kemanusiaannya. Setelah istirahat misi ini harus terus berlanjut, ada cerita seru menanti di Kota Mamuju Sulawesi Barat! Mari beristirahat sejenak!

Oleh : Mohamad Khaidir

Friday, August 23, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (2)

Telefon berdering, panggilan dari seorang Sahabat. Mobil truk Sedang melaju dari Kabupaten Barru menuju Pare-pare. Sahabat yang menelfon rupanya ingin menitipkan bantuan untuk masyarakat Kota Palu. Ada bantuan dari luar negeri yang ingin disalurkan kepada Masyarakat Sulawesi Tengah yang terdampak bencana, dalam bentuk beras yang akan di paket 10 Kilogram satu karung. Para donatur tersebut ingin beras yang terbaik dan harus segera di salurkan. Maka saat itu juga sahabat yang menelefon ingin agar beras tersebut dijemput di Kota Pinrang Sulawesi Selatan.

Setelah selesai pembicaraan mengenai biaya transportasi dan teknis penjemputan beras, kami diberi kontak person yang harus dihubungi ketika tiba di Kota Pinrang Sulawesi Selatan. Mobil truk masih melaju di Kabupaten Barru dan tak lama lagi tiba di Kota Pare-pare. Di Kota Pare-pare mobil truk masih melaju dengan kecepatan yang sama, agak menyesuaikan dengan kepadatan kendaraan sepanjang jalan. Kota Pare-pare menyambut kami dengan ciri khas nya, angin sepoi-sepoi khas pantai Kota Pare-pare berhembus menyejukkan. Kota yang merupakan Kota Kelahiran Presiden Ketiga Republik Indonesia ini adalah Kota dengan tata ruang yang cukup rapi dan baik. Jalan-jalan di dalam kota juga agak membingungkan bagi yang tidak sering berkunjung, untungnya sopir mobil truk yang kami tumpangi benar-benar berpengalaman dan sering melintas antar provinsi.

Kami harus segera tiba di Kota Pinrang tak terlalu malam, agar pengemasan dan pengaturan beras tak terlalu menyita waktu. Jalan poros dari Kota Pare-pare menuju Kota Pinrang tak terlalu banyak belokan dan di dominasi jalan lurus. Hanya ada beberapa kilometer jalan yang sedang dilakukan pelebaran sehingga pengerjaan jalan tersebut membuat kami harus menyesuaikan kecepatan karena harus bergantian melintas dengan kendaraan lain dari arah berlawanan. Hampir Maghrib kami tiba di Kabupaten Pinrang, kira-kira pukul 17.30 waktu setempat kami tiba di gerbang masuk Kota Pinrang. Tempat bertemu dengan Pak Ramli, kontak person penanggungjawab beras rupanya adalah rumah makan sederhana di pinggir jalan namun menunya tak sederhana. Menu nikmat, sajian bebek goreng mengiringi diskusi kami begitu bertemu. Misi kemanusiaan ini terasa seperti jalan-jalan produktif bukan? Ya, penulis pun merasa seperti itu.

Misi kemanusiaan ini terasa seperti jalan-jalan yang bermanfaat, jalan-jalan menebar manfaat di bagian tengah Pulau Sulawesi. Diskusi berlangsung cepat, ringan, dan santai, karena setelah itu kami langsung menuju Masjid Raya Pinrang untuk menunaikan kewajiban Shalat Maghrib. Beras yang akan di bawa ke Palu totalnya adalah 1500 Kilogram atau 1,5 Ton. Permintaan donatur di packing 10 Kilogram, akan tetapi keterbatasan waktulah yang membuatnya harus di packing 25 Kilogram, kami menunggu langsung di salah satu pusat distributor beras di Kota Pinrang Sulawesi Selatan. Kami menghitung dan mengawasi proses packing dan pemuatannya di dalam bak truk. Kemanusiaan memang tanpa batas, maka sudahkah kita melampaui individualisme kita lalu menembusnya menuju kepedulian yang elegan?

Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 22, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako

Barang-barang sudah di tumpuk di dalam bak sebuah mobil truk, mobil truk berwarna merah dengan bak berwarna biru di belakangnya. Ukuran mobil truk tersebut tidak terlalu besar, tidak pula terlalu kecil. Berbagai macam bantuan untuk misi kemanusiaan ini terkumpul di posko bantuan, di sebuah Ruko dekat Pasar Daya Baru Sudiang Makassar. Ada yang menyumbang dana, ada pakaian bekas, bahan makanan, tenda, serta bahan-bahan lain yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, serta Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Perjalanan dari Kota Makassar menuju Kota Palu berjarak 826 Kilometer berdasarkan google maps, melintasi 3 Provinsi yaitu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Beberapa relawan yang akan berangkat terbagi menjadi 3 tim, yaitu tim lewat udara dengan menaiki Pesawat Hercules milik Angkatan Udara Republik Indonesia, tim laut dengan menaiki Kapal Angkatan Laut Republik Indonesia, dan tim darat dengan mobil truk. Saat itu penulis tergabung dalam tim darat membawa bantuan logistik dengan mobil truk, perjalanan darat yang penuh dengan pengalaman dan cerita akan segera di mulai, mengingat fakta di lapangan tentang adanya penjarahan mobil yang membawa bantuan korban bencana.

Pagi itu pukul 8, matahari memancarkan sinar sejelas-jelasnya, dilengkapi dengan awan putih yang berarak indah bergerak dengan perlahan dan anggun, ciptaan Tuhan yang seharusnya membuat manusia semakin bersyukur jika mengamati dan memikirkannya. Mobil truk sudah berangkat denga muatan bak yang sekitar 70% penuh, sepertinya memang sengaja tidak diisi penuh agar bisa menampung bantuan tambahan. Truk melaju di Jalan Perintis Kemerdekaan menuju arah utara Kota Makassar, memasuki simpang 5 Bandara Internasional Sultan Hasanuddin gerbang perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros sudah tampak.

Mobil truk melaju melintasi Kota Maros dengan kesibukan perkotaannya, aktifitas kantor, aktifitas perdagangan, aktifitas pendidikan, membuat jalan poros Maros lumayan padat namun tidak menimbulkan kemacetan yang berarti. Dari Kota Maros mobil truk melaju dengan cepat menuju Kabupaten Pangkajene Kepulauan atau Pangkep. Pangkep dengan sajian jalan poros berbahan beton serta hamparan sawah, gunung, lembah, dan pantai cukup untuk membuat mata terjaga. Semangat kemanusiaan, semangat untuk berbagi, terpatri di dalam diri, jiwa rela berkorban sebagaimana yang di ajarkan dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di masa-masa sekolah dasar, jiwa ini kembali hidup, rela berkorban, tenggang rasa, peduli, benar-benar dirasakan dan di praktekan dalam misi kemanusiaan kali ini.

Dari Kota Pangkep, mobil terus melaju dengan kencang menuju Kabupaten Barru, sekitar 3 jam lamanya perjalanan darat dari Makassar menuju Kabupaten Barru. Perbatasan Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Barru letaknya tepat di pantai dengan tugu dan gerbang khas yang cukup sebagai penanda bahwa kita telah berpindah Kabupaten. Tiba-tiba handphone berdering, ada yang melakukan panggilan ditengah perjalanan panjang ini.
(Bersambung).

Oleh : Mohamad Khaidir

DESA BACU BONE