Sunday, August 25, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (4)

Pagi sudah menampakkan wujudnya, sinar berwarna jingga terhampar di seluruh daratan Sulawesi, burung-burung berkicau seolah bersahut-sahutan satu sama lain, seakan-akan burung-burung ini tengah membincangkan pagi yang nikmat, pepohonan yang tampak diam sedang melakukan respirasi agar sistem pertumbuhannya terus berjalan, selama bunga shaqayek mekar, hidup harus terus berjalan, begitu pepatah kuno dari Negeri Persia. Truk yang bak nya berwarna biru, tertutupi terpal berwarna-warni di atas baknya sedang melaju melanjutkan misi kemanusiaannya, melaju di daerah Majene Sulawesi Barat, membawa bantuan bagi masyarakat korban gempa, liquifaksi, dan tsunami di Sulawesi Tengah, juga membawa semangat kemanusiaan, semangat kepedulian, semangat untuk berbagi. Pemandangan dari bukit hijau ke bukit hijau, gunung biru ke gunung biru, lapangan desa ke lapangan desa, pantai barat ke pantai barat, dari aliran sungai ke aliran sungai, dari menara masjid ke menara masjid, dari hamparan sawah ke hamparan sawah, Yaa Allah betapa indah tanah Celebes ini, nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan?

Dari Majene Sulawesi Barat, jalan selanjutnya yang akan dilalui adalah membelah gunung-gunung besar, lembah lebih tepatnya, bilapun jalan tak memungkinkan untuk membelah gunung, maka jalan tersebut akan memanjat gunung, naik, berkelok, landai, naik, berkelok landai, begitu terus menerus polanya. Pesan singkat via WhatsApp masuk, agar menghubungi seorang saudara bernama Hajrul ketika sampai di Kota Mamuju Ibu Kota Sulawesi Barat. Perjalanan sedang menelusuri Majene, sebuah daerah yang dalam rencana jangka panjang pemerintah di wacanakan sebagai kota pendidikan di Provinsi Sulawesi Barat. Memasuki Kota Majene, truk melaju melintasi keramaian dan kepadatan kota, cukup menggoda untuk singgah sejenak menikmati keramahan Kota Majene, namun perjalanan harus segera di lanjutkan.

Sekitar ratusan kilometer yang akan ditempuh dari Majene menuju Kota Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Telefon berdering, rupanya Pak Hajrul menghubungi kami, beliau menceritakan sedikit pengalamannya berada di lokasi gempa, saat listrik padam, Kota Palu hampir seperti kota mati. Beliau juga cukup berbahagia saat postingannya di media sosial tentang kondisi pasca bencana di Palu mendapat respon positif dari netizen yang budiman, sampai-sampai bantuan mereka untuk korban bencana disalurkan melalui Pak Hajrul. Diskusi yang hangat dari seorang yang awalnya kami pikir adalah seorang pemuda dengan semangat berapi-api.

Dari Majene ke Mamuju, kita harus melewati perkebunan kelapa sawit yang cukup panjang dan menghampar luas, luar biasa! Ada sebuah tempat bernama Karossa, Puncak Karossa lebih tepatnya, begitu indah, sungguh indah pemandangan yang bisa disaksikan dari Puncak Karossa. Tampilan gunung-gunung yang berubah warna, dari hijau kebiru, pantai, langit, serta pemandangan sunset jingga, oh indahnya. Betapa hari ini kita harus sering jalan-jalan menikmati keindahan alam, menyerapnya dengan perenungan yang inspiratif, menerimanya dengan kelapangan dada kita bahwa kita hanya seorang hamba. Sebentar lagi, kami akan sampai di Kota Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat!

Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, August 24, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (3)

Misi di Pinrang Sulawesi Selatan selesai! Kemudian perjalanan kami lanjutkan, menembus gelapnya malam di Kota Pinrang, mobil truk melaju dengan kecepatan yang stabil dan menyesuaikan dengan kondisi jalan. Sering sekali mobil kami berjalan bersama rombongan mobil truk dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia. Kami mendapatkan informasi, rupanya di hari yang sama dengan keberangkatan kami, ada sekitar 200 Truk juga berangkat dari Makassar menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, terdiri dari  bantuan beras Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan partner Kementerian Pertanian dari sektor swasta. Hari-hari yang kami lalui selanjutnya, seolah-olah ratusan mobil truk adalah penguasa jalan poros dari Kota Makassar Sulawesi Selatan menuju Kota Palu Sulawesi Tengah.

Melintasi perbatasan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, kami tiba di Polman Sulawesi Barat. Sepanjang Polman berjejer rumah makan, sebagian rombongan mobil truk dari Kementerian Pertanian Republik Indonesia memilih untuk singgah ke beberapa rumah makan atau sekedar melepas penat dan beristirahat sejenak. Tetapi kami memilih untuk terus melanjutkan perjalanan menembus malam-malam yang gelap tapi suasananya tak kelam karena semangat kemanusiaan dan semangat berbagi. Tidak terlalu banyak tikungan sepanjang jalan poros Polman - Majene Sulawesi Barat. Perjalanan menembus malam lumayan menegangkan karena jalanan mulai sunyi, hanya bukit-bukit, pepohonan, rumah-rumah warga di desa, serta jalanan yang tak terlalu mulus, tepatnya bergelombang, sekian hal itulah yang menemani perjalanan kami. Tiba di perbatasan Polman dan Majene Sulawesi Barat, akhirnya sopir truk kami kelelahan dan memutuskan istirahat sejenak.

Lelah menghampiri, rasa kantuk sudah tak tertahankan, mobil truk yang kami tumpangi singgah di salah satu rumah makan sederhana, warung makan lebih tepatnya, dan ditempat tersebut tersedia tempat tidur sederhana yang keseluruhannya terbuat dari kayu, sepertinya memang sengaja disiapkan oleh pemilik warung untuk tempat beristirahat para musafir. Mata dengan rasa kantuk serta lelah yang tak tertahankan akhirnya cukup telak untuk membuat kami tumbang dan tertidur cukup pulas malam itu. Sebelum tertidur kami juga sempat menyaksikan rombongan truk pengangkut air bersih dari Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia juga singgah melepas lelah dan rasa kantuk ditempat yang sama.

Sekitar 10-15 menit berbaring, terdengar suara seperti angin, bukan ternyata ini bukan angin. Terdengar berpola lalu menghantam sesuatu. Bunyinya dari pelan secara perlahan semakin cepat, dari kecil secara perlahan semakin membesar dan menghantam daratan! Laut! Ternyata warung yang kami singgahi berada tepat di pinggir laut! Kaget bukan main, karena sepanjang jalan poros tadi adalah desa, hutan, bukit, tebing, pepohonan yang menjadi serba gelap! Lalu sekarang kami berada tepat di pinggir laut!

Perjalanan harus terus di lanjutkan, misi belum selesai. Tetapi mungkin baiknya kami beristirahat sejenak, sebab ini juga merupakan pembuktian bahwa relawan kemanusiaan juga adalah manusia dengan segala kemanusiaannya. Setelah istirahat misi ini harus terus berlanjut, ada cerita seru menanti di Kota Mamuju Sulawesi Barat! Mari beristirahat sejenak!

Oleh : Mohamad Khaidir

Friday, August 23, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (2)

Telefon berdering, panggilan dari seorang Sahabat. Mobil truk Sedang melaju dari Kabupaten Barru menuju Pare-pare. Sahabat yang menelfon rupanya ingin menitipkan bantuan untuk masyarakat Kota Palu. Ada bantuan dari luar negeri yang ingin disalurkan kepada Masyarakat Sulawesi Tengah yang terdampak bencana, dalam bentuk beras yang akan di paket 10 Kilogram satu karung. Para donatur tersebut ingin beras yang terbaik dan harus segera di salurkan. Maka saat itu juga sahabat yang menelefon ingin agar beras tersebut dijemput di Kota Pinrang Sulawesi Selatan.

Setelah selesai pembicaraan mengenai biaya transportasi dan teknis penjemputan beras, kami diberi kontak person yang harus dihubungi ketika tiba di Kota Pinrang Sulawesi Selatan. Mobil truk masih melaju di Kabupaten Barru dan tak lama lagi tiba di Kota Pare-pare. Di Kota Pare-pare mobil truk masih melaju dengan kecepatan yang sama, agak menyesuaikan dengan kepadatan kendaraan sepanjang jalan. Kota Pare-pare menyambut kami dengan ciri khas nya, angin sepoi-sepoi khas pantai Kota Pare-pare berhembus menyejukkan. Kota yang merupakan Kota Kelahiran Presiden Ketiga Republik Indonesia ini adalah Kota dengan tata ruang yang cukup rapi dan baik. Jalan-jalan di dalam kota juga agak membingungkan bagi yang tidak sering berkunjung, untungnya sopir mobil truk yang kami tumpangi benar-benar berpengalaman dan sering melintas antar provinsi.

Kami harus segera tiba di Kota Pinrang tak terlalu malam, agar pengemasan dan pengaturan beras tak terlalu menyita waktu. Jalan poros dari Kota Pare-pare menuju Kota Pinrang tak terlalu banyak belokan dan di dominasi jalan lurus. Hanya ada beberapa kilometer jalan yang sedang dilakukan pelebaran sehingga pengerjaan jalan tersebut membuat kami harus menyesuaikan kecepatan karena harus bergantian melintas dengan kendaraan lain dari arah berlawanan. Hampir Maghrib kami tiba di Kabupaten Pinrang, kira-kira pukul 17.30 waktu setempat kami tiba di gerbang masuk Kota Pinrang. Tempat bertemu dengan Pak Ramli, kontak person penanggungjawab beras rupanya adalah rumah makan sederhana di pinggir jalan namun menunya tak sederhana. Menu nikmat, sajian bebek goreng mengiringi diskusi kami begitu bertemu. Misi kemanusiaan ini terasa seperti jalan-jalan produktif bukan? Ya, penulis pun merasa seperti itu.

Misi kemanusiaan ini terasa seperti jalan-jalan yang bermanfaat, jalan-jalan menebar manfaat di bagian tengah Pulau Sulawesi. Diskusi berlangsung cepat, ringan, dan santai, karena setelah itu kami langsung menuju Masjid Raya Pinrang untuk menunaikan kewajiban Shalat Maghrib. Beras yang akan di bawa ke Palu totalnya adalah 1500 Kilogram atau 1,5 Ton. Permintaan donatur di packing 10 Kilogram, akan tetapi keterbatasan waktulah yang membuatnya harus di packing 25 Kilogram, kami menunggu langsung di salah satu pusat distributor beras di Kota Pinrang Sulawesi Selatan. Kami menghitung dan mengawasi proses packing dan pemuatannya di dalam bak truk. Kemanusiaan memang tanpa batas, maka sudahkah kita melampaui individualisme kita lalu menembusnya menuju kepedulian yang elegan?

Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 22, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako

Barang-barang sudah di tumpuk di dalam bak sebuah mobil truk, mobil truk berwarna merah dengan bak berwarna biru di belakangnya. Ukuran mobil truk tersebut tidak terlalu besar, tidak pula terlalu kecil. Berbagai macam bantuan untuk misi kemanusiaan ini terkumpul di posko bantuan, di sebuah Ruko dekat Pasar Daya Baru Sudiang Makassar. Ada yang menyumbang dana, ada pakaian bekas, bahan makanan, tenda, serta bahan-bahan lain yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, serta Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Perjalanan dari Kota Makassar menuju Kota Palu berjarak 826 Kilometer berdasarkan google maps, melintasi 3 Provinsi yaitu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Beberapa relawan yang akan berangkat terbagi menjadi 3 tim, yaitu tim lewat udara dengan menaiki Pesawat Hercules milik Angkatan Udara Republik Indonesia, tim laut dengan menaiki Kapal Angkatan Laut Republik Indonesia, dan tim darat dengan mobil truk. Saat itu penulis tergabung dalam tim darat membawa bantuan logistik dengan mobil truk, perjalanan darat yang penuh dengan pengalaman dan cerita akan segera di mulai, mengingat fakta di lapangan tentang adanya penjarahan mobil yang membawa bantuan korban bencana.

Pagi itu pukul 8, matahari memancarkan sinar sejelas-jelasnya, dilengkapi dengan awan putih yang berarak indah bergerak dengan perlahan dan anggun, ciptaan Tuhan yang seharusnya membuat manusia semakin bersyukur jika mengamati dan memikirkannya. Mobil truk sudah berangkat denga muatan bak yang sekitar 70% penuh, sepertinya memang sengaja tidak diisi penuh agar bisa menampung bantuan tambahan. Truk melaju di Jalan Perintis Kemerdekaan menuju arah utara Kota Makassar, memasuki simpang 5 Bandara Internasional Sultan Hasanuddin gerbang perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros sudah tampak.

Mobil truk melaju melintasi Kota Maros dengan kesibukan perkotaannya, aktifitas kantor, aktifitas perdagangan, aktifitas pendidikan, membuat jalan poros Maros lumayan padat namun tidak menimbulkan kemacetan yang berarti. Dari Kota Maros mobil truk melaju dengan cepat menuju Kabupaten Pangkajene Kepulauan atau Pangkep. Pangkep dengan sajian jalan poros berbahan beton serta hamparan sawah, gunung, lembah, dan pantai cukup untuk membuat mata terjaga. Semangat kemanusiaan, semangat untuk berbagi, terpatri di dalam diri, jiwa rela berkorban sebagaimana yang di ajarkan dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di masa-masa sekolah dasar, jiwa ini kembali hidup, rela berkorban, tenggang rasa, peduli, benar-benar dirasakan dan di praktekan dalam misi kemanusiaan kali ini.

Dari Kota Pangkep, mobil terus melaju dengan kencang menuju Kabupaten Barru, sekitar 3 jam lamanya perjalanan darat dari Makassar menuju Kabupaten Barru. Perbatasan Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Barru letaknya tepat di pantai dengan tugu dan gerbang khas yang cukup sebagai penanda bahwa kita telah berpindah Kabupaten. Tiba-tiba handphone berdering, ada yang melakukan panggilan ditengah perjalanan panjang ini.
(Bersambung).

Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, August 21, 2019

Begini Perjalanan Darat dari Makassar ke Pangkep!

Jalan-jalan faedah, atau jalan-jalan unfaedah, kamu pilih yang mana? Jalan-jalan yang bermanfaat atau jalan-jalan yang tak bermanfaat? Bila pertanyaan ini ditanyakan kepada para Travel-Holic tentu mereka akan menyangkal penggolongan ini, sebab tak ada satupun perjalanan yang tak bermanfaat. Pasti ada nilai-nilai dan pelajaran yang bisa di ambil dari setiap perjalanan.

Kali ini perjalanan menuju ke arah utara dari Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Yaitu Kabupaten Pangkajene Kepulauan, disingkat Pangkep. Agenda kali ini adalah memenuhi undangan syukuran, sebagian rombongan menggunakan mobil dan sebagian lagi menggunakan motor. Dari Jalan Sultan Alauddin rombongan berkumpul lalu berangkat, belok ke arah utara di Jalan Andi Pangeran Pettarani, belok lagi ke arah timur di Jalan Perintis Kemerdekaan sampai jalan poros tersebut mengarah ke utara. Di Jalan Perintis Kemerdekaan cukup banyak kantor-kantor instansi pemerintahan, warung kopi, rumah makan, kampus-kampus, serta pusat-pusat perbelanjaan di Kota Makassar. Perjalanan kami sempat melambat karena mendapati padatnya kendaraan di jalan poros Daya Makassar.

Sampai di dekat Bandara Sultan Hasanuddin kita akan mendapati simpang lima, perjalanan menuju Pangkep sebaiknya melewati terowongan simpang lima, arahkan kendaraan anda ke arah tengah saat tinggal 700 meter lagi sebelum simpang lima bandara. Setelah melewati terowongan simpang lima, kendaraan melaju sampai di batas antara Kota Makassar dan Kabupaten Maros. Gerbangnya cukup jelas dan besar, berwarna putih dengan kombinasi warna biru, serta logo Kabupaten Maros terpampang jelas di tugu tersebut. Sesampainya di Kota Maros, ikuti jalan poros saja sampai menuju Pangkep. Kabupaten Maros menyimpan beberapa potensi wisata yang cukup terkenal dan indah, bukan hanya terkenal skala lokal saja, bahkan popularitas tempat wisata seperti Bantimurung juga sampai ke mancanegara. Ada Taman Pra-sejarah Leang-leang, ada lembah Rammang-rammang, ada pula Bumi Perkemahan Pucak Maros. Wisatawan yang datang ke Sulawesi Selatan pada umumnya cukup banyak mengenal 2 tempat wisata yang cukup populer yaitu, Pantai Bira Bulukumba dan Taman Nasional Bantimurung Maros.

Baik, kita lanjutkan lagi perjalanan kita menuju Pangkep, dari jalan poros Maros cukup mengikuti jalan poros ini saja, sekitar 40an menit kami tiba di perbatasan Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene Kepulauan. Memasuki Kota Pangkep, tata kotanya begitu rapi, kantor-kantor pemerintahan, toko-toko, institusi pendidikan, rumah makan, tertata dengan baik dan rapi di sepanjang jalan poros Kota Pangkep. Jalan porosnya juga cukup bersih dan rapi, wajar kemudian kota ini pernah memperoleh Penghargaan Adipura. Sebelum Jembatan ada taman yang indah, ada pula tugu bertuliskan Tonasa, sebuah merek Semen lokal yang terkenal di Sulawesi Selatan, bahkan terkenal di Indonesia. Setelah jembatan kita belok kiri, ke arah barat, terus lurus melewati pasar menuju lokasi undangan. Sepanjang jalan ini cukup banyak sawah dan kolam ikan, lalu belok kiri ke arah selatan, penandanya adalah cerobong asap yang mengepulkan asapnya di dekat pantai. Hari itu cukup membahagiakan, pertama kali berlibur ke Pangkep, menikmati persaudaraan, bercanda dan tertawa, makan-makan, foto-foto, berbagi cerita dan diskusi bersama. Sepertinya jalan-jalan produktif bukan lagi sekedar konsep, tetapi dapat kita praktekan dimana pun, kapanpun, bersama Sahabat. Yuk simak bersamaku bagaimana itu jalan-jalan produktif!

Oleh : Mohamad Khaidir

Tuesday, August 20, 2019

Begini Perjalanan Darat dari Makassar ke Takalar!

Jalan-jalan itu mesti produktif, benarkah? Bukankah tujuan jalan-jalan adalah Melepas penat, oh iya makan-makan dan foto-foto juga.  Semuanya bisa menjadi produktif ketika Ada sesuatu yang baru, ada pengalaman baru, ada hal menarik yang bisa dijadikan pelajaran, bisa dijadikan cerita. Cerita yang menginspirasi, minimal menginspirasi diri anda. Makan-makan dan foto-foto pun bisa jadi menginspirasi ketika anda tahu caranya, cara untuk menjadi produktif, makan-makan, foto-foto, sambil mempromosikan keindahan alam desa atau pantai, asyik bukan?

Kali ini perjalanan menuju Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Tak terlalu jauh dari Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Perjalanan darat hanya memakan waktu sekitar 2 jam, bahkan bisa kurang dari itu jika kondisi lalu lintas cukup lancar. Pagi yang cerah, rombongan keluarga tengah bersiap-siap menuju Takalar, ada tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi, piknik sejenak melepas kepenatan aktivitas perkantoran, berharap bisa mendapat energi baru untuk terus bekerja, memberikan kinerja terbaik untuk institusi, dan kebetulan saat itu penulis juga adalah salah seorang yang di ajak meskipun bukan dari institusi yang sama.

Dari Makassar, kita menelusuri Jalan Andi Pangeran Pettarani, meluncur ke arah selatan hingga mentok di pertigaan. Lalu belok ke Jalan Sultan Alauddin, ke arah Timur menuju ujung perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Dahulu kala, daerah ini dalam kekuasaan Kerajaan Gowa, tokoh terkenalnya adalah Sultan Alauddin dan Sultan Hasanuddin. Lanjut ke perjalanan ya, di Kabupaten Gowa, kita cukup mengikuti jalan poros Gowa hingga Jembatan Kembar Gowa. Dari jembatan kembar, cukup lurus saja mengikuti jalan poros untuk sampai ke perbatasan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar. Sepanjang jalan poros tersebut sangat ramai orang-orang berdagang dan padat perumahan warga, sehingga tidak perlu takut kesepian sepanjang perjalanan menuju Kabupaten Takalar. Bahkan ada fakta yang cukup unik, di jalan poros Gowa, ada bagian yang termasuk daerah Kabupaten Takalar, jadi kalau di runut Gowa - Takalar - Gowa - Takalar, unik bukan?

Setelah melewati jalan unik tersebut, kita akan benar-benar memasuki perbatasan Kabupaten Gowa dan Kabupaten Takalar, ada tugu dan gerbang berwarna Merah sebagai penandanya  bertuliskan Rewako. Begitu masuk di Kabupaten Takalar, tak berapa lama kita langsung masuk ke Kota Takalar. Rupanya tempat yang akan dituju adalah Pantai Tope Jawa Takalar. Penulis belum tahu persis mengapa dinamakan Pantai Tope Jawa, juga belum sempat bertanya dan membaca referensi mengenai penamaan tempat tersebut. Pantai Tope Jawa tak terlalu jauh dari Kota Takalar, melintasi Kota sekitar 30 menit, kita akan sampai percabangan jalan menuju Pantai Tope Jawa, ada penanda di percabangan jalan tersebut. Jalan masuknya adalah jalan beton. Pantai Tope Jawa adalah salah satu tempat wisata unggulan Kabupaten Takalar, pantai berpasir hitam, dengan saung-saung di Pantai, serta pemandangan birunya laut berpadu dengan birunya langit. Pasir-pasir di pantai menjadi indah dengan adanya pohon-pohon serta menjadi nikmat dengan hidangan ikan khas Takalar yang di masak dan racik oleh warga lokal. Ayo ke Takalar! Ayo ke Sulawesi Selatan!

Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, August 19, 2019

Begini Perjalanan Darat dari Makassar ke Pare-pare!

Kali ini perjalanannya lebih seru lagi, yaitu menuju perbatasan antara dua Kabupaten terkenal di Sulawesi Selatan, dekat pembangkit listrik yang pernah menjadi postingan Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo dalam salah satu akun media sosial milik Beliau. Dimanakah tempat tersebut?

Tak terlampau jauh dan tak terlalu lama untuk sampai kesana, dari Kota Makassar sekitar tiga sampai empat jam dengan kondisi lalu lintas normal. Bahkan penulis sendiri pernah tiba di tempat tersebut hanya dalam waktu dua jam tujuh belas menit, dengan catatan berangkat sehabis shubuh dari Kota Makassar. Kota Pare-pare yang hendak dituju, kalau Kota Watampone/Bone adalah Kota Kelahiran Jusuf Kalla (JK) Wakil Presiden Republik Indonesia, maka Pare-pare adalah Kota kelahiran B.J.Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia.

Waktu sudah menunjukkan pukul 9 pagi, penulis tengah menunggu seorang pemuda cerdas bernama Azis untuk bersama-sama menuju lokasi perkemahan yang hendak dituju. Halte bus di jalan perintis kemerdekaan Sudiang menjadi tempat perjanjian untuk berangkat bersama menuju Pare-pare. Maka berangkatlah mobil sewa dengan beberapa penumpang di dalamnya, seperti biasa setelah dari Makassar memasuki Kabupaten Maros kendaraan agak padat sehingga cukup memakan waktu untuk melintasi jalan poros di Maros. Mungkin karena masih belum ada jalan alternatif selain jalan poros Maros yang menyebabkan kepadatan hampir setiap hari.

Sesudah melintasi Kota Maros, jalanan cenderung lancar dan mulus, kecuali beberapa bagian jalan yang berlubang yang perlu mendapat perhatian pemerintah setempat. Memasuki Kabupaten Pangkep, jalanan juga cenderung lancar, sama halnya di Kabupaten Maros, jalan poros di Pangkep juga masih ada yang berlubang dan perlu penanganan serius. Sesudah Pangkep selanjutnya adalah Kabupaten Barru, Kabupaten Barru cukup menjanjikan perjalanan yang nyaman kecuali jalan poros di Kota Barru. Cukup banyak lubang di jalan poros tersebut yang semoga segera dibenahi mengingat jalan ini termasuk dalam Kota Barru.

Sesudah Kabupaten Barru, kita memasuki Kota Pare-pare setelah sebelumnya melalui jalan yang cukup panjang dan indah ketika berpadu dengan pemandangan pantai serta pulau-pulau kecil. Gerbang bertuliskan Selamat Datang di Kota Pare-pare menjadi penanda bahwa kita telah tiba di Kota Kelahiran Presiden Ke-3 Republik Indonesia. Tak berapa jauh, mobil berhenti di Pom Bensin dekat pertigaan Terminal Angkutan Darat Kota Pare-pare. Dari sini, Mobil Suzuki Ertiga menjemput untuk kemudia melanjutkan perjalanan ke Bacukiki Pare-pare. Belok ke arah Timur, sebelum terminal angkutan darat belok lagi ke arah utara, jalannya agak menanjak.

Pemandangan gunung kecil, lembah, dan sawah sangat sayang untuk di lewatkan, cukup eksotis dan indah untuk piknik serta rekreasi bersama keluarga. Lalu belok lagi ke arah Timur, ke jalan menanjak lurus dan sedikit berbelok-belok sebelum akhirnya tiba di Bacukiki Pare-pare. Bukit indah dengan Kincir Angin Pembangkit Listrik menyambut kedatangan kami. Sebelum tiba di Bumi Perkemahan Bacukiki Pare-pare, kita juga melewati pemukiman penduduk dan sedikit hutan belantara. Setibanya di bumi perkemahan yang cukup tinggi ini, terlihat kincir angin pembangkit listrik tenaga bayu yang terletak di Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Rupanya Bacukiki berbatasan langsung dengan Kabupaten Sidrap. Ratusan mobil dan motor terparkir di area bumi perkemahan, kebun jagung mengelilingi area ini. Dekat dengan kompleks kuburan cinta, bumi perkemahan menampilkan panorama Kota Pare-pare, pantainya, bahkan Kota Pinrang juga terlihat. Ayo jalan-jalan ke Bacukiki Pare-pare! Ayo jalan-jalan ke Sulawesi Selatan!


Oleh : Mohamad Khaidir

DAYA SERAP