Saturday, August 31, 2019

Ayo Tonton Gundala!

Jalan-jalan di dalam kota pun bisa jadi jalan-jalan produktif, mengapa bisa? Sebentar akan dijelaskan secara padat, singkat, jelas, dan inspiratif. Begini ceritanya, ketika sebuah keluarga adalah keluarga pekerja, suami bekerja, istri bekerja, anak sekolah, maka hampir dapat dipastikan waktu untuk bertemu, sangat terbatas. Maka kalau kondisi kita seperti ini sudah seharusnya kita menjadwalkan waktu berkualitas bersama keluarga, entah di akhir pekan atau di waktu lain, agar komunikasi dan penyegaran suasana dalam keluarga terus terbangun.

Jalan-jalan ke Mall juga menjadi opsi yang bisa dilakukan agar waktu berkualitas bersama keluarga semakin berkualitas. Bagi yang berada di Kota Makassar bisa berjalan-jalan ke Mall Panakukang. Dari Jalan Andi Pangeran Pettarani bisa langsung berbelok ke Jalan Boulevard atau Jalan Pengayoman, hampir di ujung kedua jalan ini, kita akan melihat Pusat Perbelanjaan yang sangat besar, bahkan gedungnya bersambung-sambung ke Hotel Myko dan Swiss-Bell In, wajar saja, Mall terbesar di Kota Makassar saat ini adalah Mall Panakukang. Sangat ramai dengan barang-barang Brand terkenal dan terkemuka. Begitu pula tempat makan yang ada di dalamnya, ada pula aula besar yang disewakan sebagai tempat acara.

Mall ini juga menyediakan beberapa bioskop yang berkualitas, nonton bersama keluarga, ini juga jadi opsi yang sangat baik untuk menambah keceriaan, kehangatan, dan keakraban bersama keluarga. Saat sedang melintas, ada poster yang menarik, yaitu poster film Gundala. Ya, Pahlawan fiksi buatan Indonesia. Mungkin engkau sering menyaksikan serial super hero produksi Marvel Cinematic Universe seperti Captain America, Thor, Iron Man, Hulk, Ant Man, dan serial yang menggabungkan hampir semua super hero tersebut, yaitu The Avenger. Serial super hero dari luar negeri tersebut sangat banyak penggemarnya di seluruh dunia, dari anak-anak sampai usia dewasa.



Hari ini Gundala tampil sebagai super hero, Pahlawan dari Indonesia. Yang sempat penulis dengarkan nama panjangnya adalah Gundala Putra Petir. Sangat layak untuk kita saksikan dan mengambil pelajaran di dalamnya, seperti apakah jalan cerita film Gundala tersebut? Penulis pun belum sempat menyaksikannya hingga hari ini. Film Gundala sudah tayang sejak 29 Agustus 2019 di bioskop kesayangan anda, meskipun pahlawan fiktif, semoga tidak mengurangi minat anda untuk menghargai dan mengapresiasi karya anak bangsa.

Sebagai Bangsa Indonesia, kita pun harus bangga dengan ke-Indonesiaan kita. Ciri khas yang berbeda dengan negara-negara lain. Ratusan suku dan ribuan pulau membuang egonya, untuk bersama-sama bersatu menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, negeri yang kata seorang penulis, sepenggal firdaus di muka bumi. Gundala hadir dengan keindonesiaannya yang harus segera kita tonton, sambil mengambil inspirasi dari kisahnya. Jalan-jalan ke Mall, ternyata bisa menjadi jalan-jalan produktif juga ya? Ayo tonton Gundala sebagai wujud apresiasi kita terhadap karya anak bangsa! Ayo tonton Gundala sebagai wujud rasa cinta kita kepada bangsa kita, Bangsa Indonesia!

Oleh : Mohamad Khaidir


Pemandangan Legendaris itu Nyata!

Bel berdering kencang di sebuah Sekolah sederhana, berdering keras dan panjang menandakan jam masuk Murid-murid di Sekolah tersebut. Saat masuk di kelas, pelajarannya adalah pelajaran seni, pelajaran yang paling di gemari anak Kelas 1 SD! Dan pada saat itu juga pelajarannya adalah menggambar. Murid-murid bersorak kegirangan, tapi apa yang hendak di gambar? Maka sang pengajar seni mengambil kapur putihnya, bersiap menggambar di papan hitam, blackboard legendaris bagi Gen-X.

Celoteh murid-murid mulai ramai berkomentar soal apa yang di gambar. Tapi sang penggambar tak memedulikan kericuhan tersebut, ia terus menggambar dan menggambar hingga selesai. Yang terlihat di papan hitam adalah gunung, matahari, sawah, jalanan, dan rumah-rumah kecil di tengah sawah. Wooow, ini adalah gambar legendaris yang sebagian besar dari kita pasti mengingatnya! Tanpa banyak berceloteh sang penggambar langsung memerintahkan murid-murid untuk menggambarnya di buku gambar mereka, bahkan sampai saat ini masih teringat di benak gambar legendaris, gambar yang pernah ada dan populer di masa kecil kami.

Tadi adalah kisah nyata yang terjadi sekitar 21-22 Tahun yang lalu, kisah tentang gambar legendaris yang terkenal. Dalam benak, apakah benar-benar ada pemandangan semacam itu? Gunung, matahari, sawah, jalanan, rumah ditengah sawah, bahkan gambar ini menjadi semacam dasar bagi anak-anak SD zaman dulu untuk memulai melukis atau menggambar gambar alam. Sekalipun banyak variasi yang tercipta, tetap saja dasarnya adalah gunung, matahari, sawah, jalanan, dan rumah kecil ditengah sawah. Apakah benar ada kondisi alam semacam itu? Ternyata benar adanya.

Kota Makassar sedang menghadapi musim panas, aktivitas perkotaan berjalan sebagaimana biasanya. Untuk mendapatkan dan melihat citra dari gambar masa kecil, gambar legendaris itu, tak terlalu jauh dan tak terlalu lama menuju ke sana dari jalan poros Kota Makassar. Cukup masuk saja ke Jalan Hertasning, lurus mengikuti jalan poros sampai di gerbang perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Ya! Pemandangan legendaris itu terletak di Kabupaten Gowa!


Masuk di Jalan Tun Abdul Razak, lurus saja arahnya, sampai anda akan menemukan Masjid Muhammad Cheng Hoo di sebelah kanan jalan, artinya bundaran Samata Kabupaten Gowa sudah dekat. Begitu mendapati bundaran Samata, anda terus saja, lurus melewati Kampus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Lurus saja di jalan poros sampai anda menemukan penanda jalan disebelah kiri bertuliskan "LPPPK KPTK Gowa". Belok kiri setelah penanda jalan tersebut, anda cukup mengikuti jalan poros yang ada, perempatan pertama yang anda dapati langsung saja belok kanan. Anda akan menemukan beberapa perumahan, lalu setelah itu ada jembatan kecil dan sungai. Ikuti saja jalan poros tersebut sampai sekitar 5 menit anda akan menyaksikan keindahan ciptaan Tuhan, pemandangan alam yang legendaris itu benar-benar ada! Letaknya di Pattalasang Kabupaten Gowa. Bagi anda yang ingin menyaksikan pemandangan tersebut, mari berjalan-jalan dan menikmati pemandangan tersebut di Pattalasang Kabupaten Gowa. Ayo ke Gowa! Ayo ke Sulsel!




Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 29, 2019

Begini Indahnya Pantai Bintang Galesong Takalar!



Langit cerah, warnanya juga biru cerah, tampak sedikit awan putih menggantung, membuat biru dan putih mendominasi hari itu. Pengantin baru sedang mencari-cari tempat berbulan madu yang ideal, di hari yang cerah seperti ini, dimanakah tempat yang bagus? Di pegunungan? Di Hotel? Di Pantai? Saat sedang berbincang-bincang ringan, muncul ide berlibur ke Pantai Bintang Galesong Kabupaten Takalar. Kata teman-teman, tempatnya bagus dan tak terlalu jauh dari Makassar.

Maka hari itu juga di putuskan untuk berlibur ke Pantai Bintang Galesong Takalar. Pagi-pagi sekali kendaraan sudah di panaskan dan bersiap menuju Takalar. Kendaraan sudah melaju di jalan poros, Jalan Sultan Alauddin Makassar. Di jalan ini ada Kampus Universitas Muhammadiyah Makassar, Gedung  Universitas Islam Negeri Alauddin Training Centre Makassar, ada Dinas Perpustakaan Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, dan pusat-pusat perbelanjaan yang mendukung aktivitas sehari-hari masyarakat. Jalan poros inilah yang menghubungkan Kota Makassar dan Kota Gowa Sulawesi Selatan. Dari Jalan Sultan Alauddin Kota Makassar, lurus saja dan kita akan memasuki Jalan Sultan Hasanuddin Kota Gowa. Fakta sejarah juga menjelaskan bahwa Sultan Hasanuddin adalah keturunan dari Sultan Alauddin.

Jalan Sultan Hassanuddin Kota Gowa adalah jalan poros yang penuh dengan toko-toko, kios-kios, dan beberapa instansi Pemerintah. Untuk menuju Takalar kita lurus saja mengikuti jalan poros, dan melewati 4 perempatan dengan lampu lalu lintas sebelum masuk ke Jembatan Kembar Gowa, jembatan ikonik atau ciri khas Kabupaten Gowa, jembatan kebanggaan masyarakat Gowa yang menghubungkan dan mempermudah berbagai macam urusan masyarakat. Sesudah jembatan kembar, kedua pengantin baru tadi tak ada yang tahu jalan sebenarnya menuju Pantai Bintang Galesong Takalar. Sekarang adalah eranya informasi, eranya komunikasi, eranya revolusi industri, jadi alangkah malangnya bila kita tak segera belajar menggunakan teknologi sebagai sarana. Maka, cukup ketik "Pantai Bintang Galesong" saja di google maps, maka kita akan ditunjukkan jalan menuju tempat tersebut.



Mobil putih melaju kencang melewati jalan poros Gowa, belok kanan sesudah melewati terminal lama, begitu petunjuk berdasarkan google maps. Setelah belok kanan kita akan melintasi jalan yang lumayan sempit, hanya cukup 2 Mobil berbadan besar saja yang bisa melintas, pas-pasan. Sebenarnya ada jalan alternatif lain yang cukup mudah, yaitu lewat Barombong, bisa belok dari arah Panciro Kabupaten Gowa, bisa pula dari arah Tanjung Bunga Kota Makassar. Hanya saja pada saat itu, kedua pengantin baru ini adalah orang baru dalam hal menjelajah, jadi hanya mengandalkan google maps saja. 



Sekitar 7 Kilometer di jalanan sempit, kita akan sampai di pertigaan, belok kiri di pertigaab tersebut dan kita akan langsung memasuki Galesong Kabupaten Takalar. Lurus saja sepanjang jalan poros, nanti kita akan menemukan papan nama yang cukup besar bertuliskan Pantai Bintang Galesong. Cukup mengikuti petunjuk jalan saja, boleh pula dengan bertanya kepada warga, seamatir apapun kamu di dunia travel pasti mudah dan gampang untuk menemukannya. Pantai ini sangat indah, dan membentuk sudut yanng keren, sehingga kita bisa menyaksikan angin laut yang bertemu di sudut pantai, akibatnya ombak lumayan keras dan kencang. Tersedia pula penginapan, bagi yang ingin berbulan madu tempat ini sangat cocok. Tersedia pula kafetaria, kolam renang anak-anak, kolam renang dewasa, penyewaan ATV, pondok kecil khas pantai, fasilitas banana boat, dan taman yang keren untul berfoto ria. Bagi kamu yang membaca tulisan ini, Tunggu apa lagi! Ayo ke Takalar! Ayo ke Sulsel!



Oleh : Mohamad Khaidir

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (8)

Kota Palu adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, sering juga disebut Bumi Tadulako. Itu juga salah satu alasan mengapa tulisan ini berjudul Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako. Gempa bumi 7,4 Skala Richter merupakan bencana yang menyebabkan duka dan trauma bagi masyarakat setempat. Pengakuan dari warga ketika gempa terjadi, berdiri saja sulit apalagi berjalan, berdampak secara fisik maupun psikis. Tak lama setelah gempa, menyusup pula tsunami yang meluluh lantahkan Pantai Talise, Pantai Silae, Anjungan Nusantara, dan beberapa titik di Pantai Donggala. Hampir bersamaan dengan liquifaksi yang terjadi di Balaroa Palu Barat, Petobo Palu Selatan, dan Desa Jono Oge Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Tulisan ini tak hendak menyajikan data-data korban ataupun data kerusakan, tetapi lebih kepada menceritakan kembali dari sudut pandang kemanusiaan, kepedulian, dan betapa pentingnya kita berjalan-jalan ke tempat ini.

Mobil truk yang kami tumpangi melaju menuju pusat Kota Palu, menurunkan beras terlebih dahulu sesuai amanah donatur, lalu meneruskan perjalanan menuju posko bencana di dekat Bandara Mutiara SIS Al-Jufri. Banyak tenda-tenda berdiri, hunian sementara para korban bencana. Langit begitu cerah, birunya sangat jelas dan terang benderang, hawa terasa panas, mengingat Kota Palu adalah daerah yang dilintasi garis khatulistiwa. Sebentar lagi serial ini alan berakhir, tetapi mari kita mengambil inspiraso sebanyak-banyaknya. Posko bencana kami adalah posko gabungan, rupanya Pemerintah Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan juga berposko di tempat yang sama. Bahkan penulis sempat bertemu dengan Bupati Enrekang yang menjabat saat itu. Ratusan mobil dari Enrekang juga mendarat menuju Kota Palu dengan semangat kemanusiaan, kepedulian, dan berbagi.

Pengalaman yang tak kalah menariknya addalah ketika Relawan dari Inggris, Jerman, dan Malaysia juga membersamai kami di posko. Bersama-sama mengatur logistik untuk di salurkan, bersama-sama melakukan asesmen, bersama-sama bekerja sama dalam misi kemanusiaan. Menyalurkan bantuan di beberapa titik pengungsian, panti asuhan, berbagi sarapan dan makan siang di camp pengungsian, sungguh menggugah hati ini, betapa hari ini kita beruntung dalam kesehatan dan keamanan. Bertemu dengan relawan gabungan, bertemu dengan orang-orang yang baik, bertemu dengan orang-orang dengan kesabaran yang luar biasa, bertemu dengan orang-orang dengan semangat yang luar biasa untuk bekerja dan bangkit kembali! Sungguh misi kemanusiaan kali ini benar adalah jalan-jalan produktif.

Menemukan inspirasi, menemukan pelajaran, lalu mengolahnya menjadi sesuatu yang dapat dibagikan, disebarkan, dibaca oleh banyak orang, anggaplah ini adalah upaya kecil kami sebagai manusia yang juga ingin berbuat, berkontribusi, membangun negeri ini. Jalan-jalan produktif adalah jalan-jalan yang juga ingin mengajakmu ikut berjalan. Menapaki langkah, bersama-sama juga berbuat, sekecil apapun itu. Hari ini, pengalaman adalah sesuatu yang sangat penting untuk dituliskan dan diceritakan. Jangan bosan-bosan berjalan-jalan dan membaca kisah selanjutnya ya!

Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, August 28, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (7)

Langit subuh merona indah di ufuk timur, tak lama lagi jingga fajar akan menghiasi pemandangan langit Pasangkayu. Kaki-kaki kumal tak elok melangkah meninggalkan Masjid Raya Pasangkayu. Berbagai macam latar belakang profesi dan kondisi memulai aktivitasnya, kebanyakan yang menginap di Masjid Raya Pasangkayu adalah relawan yang hendak menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, ada masyarakat Kota Pasangkayu, ada korban bencana yang berencana mengungsi ke Sulawesi Selatan, semuanya baru-baru saja meninggalkan Masjid dan bersiap untuk beraktivitas.

Kejadian semalam cukup mengagetkan, ratusan mobil truk pengangkut bantuan logistik diberhentikan di Kota Pasangkayu oleh aparat keamanan setempat, hasil koordinasi aparat setempat dan kendaraan pengawal bantuan logistik kemanusiaan. Rupa-rupanya ada beberapa daerah yang rawan bila dilintasi malam hari, akhirnya ratusan truk bantuan logistik di izinkan untuk melintas pada pagi hari. Jam 6 pagi rombongan mulai melanjutkan perjalanan dari Kota Pasangkayu Sulawesi Barat ke Kota Palu Sulawesi Tengah, kira-kira sekitar 3 jam lagi kami sampai ditujuan.

Alasan lain adalah, sudah ada beberapa kali kejadian mobil yang membawa bantuan logistik di jarah oleh masyarakat setempat, entah masyarakat tersebut merupakan korban bencana atau bukan, penulis tidak ingin masuk ke perdebatan kontra-produktif tersebut, tetapi pada dasarnya bantuan yang dihimpun harus disalurkan secara profesional melalui posko yang sudah terdaftar, tidak bisa disebarkan secara sembarangan layaknya Santa Clauss yang datang membagi-bagikan hadiah lalu berteriak hohoho! Amanah dari para donatur harus benar-benar disampaikan, maka ada proses asesmen, pendataan, serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Mobil meluncur mulus menuju tujuan, sepanjang jalan poros Pasangkayu Sulawesi Barat - Donggala Sulawesi Tengah kami ditemani oleh pemandangan alam yang menakjubkan. Bukit-bukit yang tak terlalu tinggi, bukit hijau dan jembatan-jembatan besar di atas sungai yang juga lebar dan besar, pantai di bagian barat, indah dan menyegarkan ketika memandanginya. Sesekali kita akan bertemu dengan jalan lurus dengan banyak rumah penduduk di pinggir jalan, ketika memasuki Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, pemandangan di dominasi oleh ribuan pohon kelapa yang berjejer rapi dan rapat sampai ke Pantai. Di Kabupaten Donggala ada beberapa tempat wisata menarik untuk sekedar rekreasi atau jalan-jalan, ada Pantai Khayalan, ada Pusentasi atau pusat laut Donggala, ada pantai Tanjung Karang Kabupaten Donggala, layak untuk dijadikan tujuan jalan-jalan produktif di lain hari.

Kami telah tiba di Kota Donggala Sulawesi Tengah, tak lama lagi akan tiba di Kota Palu, sekitar 30 menit lagi menurut perkiraan. Kami sempat menyaksikan rumah-rumah yang rubuh, rumah yang tersapu oleh tsunami di beberapa titik pesisir Pantai Donggala, yang membuat kami bertanya-tanya adalah Masjid yang berada di pinggir pantai tepat di daerah terpaan tsunami tidak mengalami kerusakan yang berarti, tetapi rumah di sekitarannya hancur berantakan. Jadi, pemandangan yang kami saksikan adalah Masjid yang berdiri kokoh ditengah puing-puing reruntuhan hantaman tsunami, tak hanya satu, ada dua yang sempat penulis saksikan. Tak terasa kami sampai di Kota Palu Sulawesi Tengah, pantai yang dulu indah kini seolah-olah menjadi kuburan masal, tampak beberapa alat berta tengah berusaha membersihkan puing- puing reruntuhan bangunan agar bisa dilewati, para relawan dari berbagai macam lembaga filantropi tengah berkolaborasi dengan TNI, POLRI, Tenaga Medis, dan masyarakat setempat bekerja sama bahu membahu agar Palu dan sekitarnya kembali bangkit, pegawai-pegawai PLN pun sedang asyik bercengkrama dengan kabel-label listrik agar listrik kembali normal di lokasi bencana. Mobil kami pun tiba di Pantai Talise, Palu bagian barat, tiba-tiba ada bau yang sangat menyengat menusuk dan menohok hidung kami, bau busuk apa ini?! Baunya tajam dan busuk!

Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, August 26, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (6)

Kota Mamuju adalah kota yang terletak di antara bukit hijau, gunung yang tak terlalu tinggi, kota yang terletak di lembah. Bagian barat Kota Mamuju adalah Pantai, pantai yang indah dan desain arsitektur nya cukup menarik, Pantai Manakarra namanya. Setelah santap siang di rumah Anggota DPRD Sulawesi Barat, Pak Hajrul, rombongan kami melanjutkan perjalanan ke Kota Palu. Kurang lebih sekitar 8 jam perjalanan lagi dari Kota Mamuju ke Kota Palu.

Pak Hajrul menitipkan salam kepada para relawan Makassar yang ada di posko Relawan Palu. Pak Hajrul dan para relawan Sulawesi Barat berjanji akan menyusul beberapa hari kemudian bergabung dengan kami di posko Palu, letak posko induk di Kota Palu yaitu di dekat Bandara Mutiara SIS Al-Jufri. Kami pun berangkat, kesan yang cukup baik kami dapatkan dari kebaikan Pak Hajrul, seorang yang low profile, pada saat yang sama juga memiliki kemampuan orasi dan komunikasi yang sangat baik, mampu menyihir orang-orang yang bertemu agar setuju dengan ide-idenya. Seorang Anggota Dewan yang layak untuk maju sekali lagi!

Perjalanan kami lanjutkan, dari Mamuju kita akan menuju Pasangkayu, Ibu Kota Kabupaten Mamuju Utara. Tetapi sebelum sebelum menuju Pasangkayu, kita akan melewati Topoyo terlebih dahulu, Topoyo adalah Ibu Kota Kabupaten Mamuju Tengah. Perjalanan dari Mamuju menuju Topoyo juga membelah gunung-gunung kecil, jalannya berkelok-kelok sekaligus naik dan turun, dinamisasi jalan yang cukup menantang. Ketika jalan tak mampu membelah gunung atau menemukan lembah, maka gunung tersebut pun di daki dan dilintasi. Mobil truk kami dan ratusan mobil truk bantuan logistik lainnya melintasi jalan indah ini, pemandangannya indah. Sesampainya di Topoyo, kami singgah untuk makan siang sekaligus menunggu rombongan  truk bantuan logistik lainnya.

Topoyo adalah kota dagang yang lumayan ramai dan hidup perekonomiannya, jalan poros Topoyo yang kami lintasi, hampir tak ada satupun bangunan atau rumah yang tidak berdagang, semangat berwirausaha yang luar biasa! Singgah di salah satu ruko untuk menyantap makan siang yang sangat lezat, bekal makanan pemberian Pak Hajrul dan keluarga, kami nikmati dengan lahap. Rupa-rupanya ada beberapa titik rawan atau daerah rawan penjarahan di antara jalan poros antara Topoyo dan Pasangkayu, maka tak ada pilihan lain selain harus bersama-sama truk bantuan logistik lainnya yang di kawal mobil patroli dari Kepolisian. Yang membuat penulis kaget, ada dua Mobil kepolisian bertuliskan "Polres Gowa" dan "Polres Maros" mengawal kami melintasi daerah dan titik-titik rawan, bravo POLRI! Jauh-jauh dari Kabupaten Gowa dan Kabupaten Maros mengawal ratusan truk bantuan logistik menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, semangat kemanusiaan yang luar biasa!

Perjalanan menuju Pasangkayu tidak terlalu banyak belokan, dan jalannya datar. Dihiasi padang rumput yang tidak terlalu tinggi, terkadang melintasi sawah yang begitu hijau, dengan saluran irigasi beserta air jernih diiringi bunyi alirannya. Terdengar indah bunyi aliran air jernih tersebut, membuat pikiran dan perasaan segar, birunya gunung, hijaunya padang dan sawah, sesekali ada rumah yang bersembunyi di padang hijau yang pendek, ternyata truk kami sudah memasuki Pasangkayu. Rumah-rumah mulai padat dan menjadi pengganti pemandangan padang dan sawah yang hijau. Gerbang selamat datang di Kota Pasangkayu pun kami lewati dan lurus mengikuti jalan poros. Tunggu sebentar, ada apa ini?! Setibanya di depan Kantor Bupati Mamuju Selatan hampir semua truk rombongan berhenti?! Ada apa ini?! Halaman Masjid Pasangkayu pun terparkir ratusan truk bantuan logistik untuk korban bencana, lalu tiba saatnya truk kami diberhentikan oleh aparat setempat, ada apa ini?!

Oleh : Mohamad Khaidir

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (5)

Pemandangan kelapa sawit menghiasi lanskap sejauh mata memandang, horizon biru menyatu dengan daratan ketika jalan mulai landai, mobil truk yang membawa bantuan untuk korban bencana Palu, Sigi, dan Donggala Sulawesi Tengah bergantian melintasi kebun kelapa sawit, ada ratusan mobil truk yang melintas. Sopir truk yang mengendarai truk kami bercerita, bahwa di area kebun kelapa sawit ini, ada beberapa titik yang di anggap bahaya, sangat rawan pencurian dan perampokan. Bahkan sopir kami pernah mengalaminya, ketika ia hanya sebentar pergi membeli rokok di warung pinggir jalan, sekembalinya ke truk sudah ada seorang laki-laki yang duduk di sebelahnya menodongkan senjata tajam agar sang sopir segera menyerahkan uang atau segala macam yang berharga di dalam mobil truk nya. Oleh karena itu, mobil kami berinisiatif berjalan bersama rombongan truk lainnya ketika melintasi titik-titik rawan tersebut.

Oh iya, ada cerita menarik yang hampir terlupa untuk di ceritakan sebelum kita masuk pada kisah perjalanan kami di Mamuju Ibu Kota Provinsi Sulawesi Barat. Mulai Campalagian Sulawesi Barat, Majene Sulawesi Barat, sampai jalan-jalan poros dari Majene ke Mamuju, kami memperhatikan beberapa masjid dan rumah, jumlahnya tak sedikit, membuka posko untuk korban bencana. Masjid-masjid sengaja dibuka untuk tempat istirahat, disiapkan pula kopi, serta makanan barat untuk para korban bencana. Rumah-rumah pun demikian, kira-kira setiap desa ada saja beberapa rumah yang di buka sebagai rest area bagi para korban bencana. Rumah-rumah tersebut juga menyiapkan makanan gratis, kopi dan minuman lainnya juga gratis, bahkan ada pula beberapa posko yang menyiapkan pakaian-pakaian bekas layak pakai. Semangat kemanusiaan, semangat kepedulian, semangat berbagi yang luar biasa ditunjukkan oleh masyarakat Sulawesi Barat. Boleh jadi hidup mereka juga sedang mengalami kesusahan atau kekurangan, namun kepedulian, kemanusiaan, dan semangat berbagi itu tetap ada bahkan besar melampaui batas-batas individualisme, luar biasa! Bisakah kita melakukan hal tersebut? Tentu saja kita bisa melakukannya.

Mobil truk yang kami tumpangi terus melaju dan tak lama lagi tiba di Kota Mamuju. Rupanya Kota Mamuju di apit oleh gunung-gunung yang tak terlalu tinggi dan pantai di bagian baratnya, Pantai Manakarra namanya. Setibanya di Kota Mamuju, kami langsung menelefon Pak Hajrul untuk meminta arahan selanjutnya. Ia meminta kami untuk bertemu, dan mampir kerumahnya, tak jauh dari pom bensin pertama yang kami dapati begitu tiba di Kota Mamuju. Seorang lelaki, kira-kita umurnya 30an tahun menunggu truk kami di pinggir jalan, tepat di depan sebuah sekolah Islam. Ia membimbing kami untuk memarkirkan kendaraan lalu berjalan bersama untuk mampir kerumahnya. Lelaki tersebut berkacamata, gurat alisnya menampakkan bahwa ia adalah seorang pejuang! Berbincang-bincang sebentar di ruang tamu, obrolan panjang soal bencana, soal dinamika terjun langsung ke masyarakat, mendengarkan keluhan dan aspirasi masyarakat, lalu setelah itu kami di jamu untuk makan diruang tengah. Mata penulis tertuju pada foto keluarga diruang tamu, foto Pak Hajrul bersama istri dan anaknya dengan pakaian resmi, pakaian protokoler seorang pejabat, songkok nasional, pin kebanggaan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, tunggu sebentar, Ternyata Pak Hajrul adalah seorang Anggota Dewan!

Oleh : Mohamad Khaidir

TENTANG CYBER WAR

Artificial intelegent dan kemajuan teknologi mengubah wajah dunia! Apalagi jika suatu negara sangat memperhitungkan bioteknologi yang mutakh...