Sunday, October 13, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (15)

Dari Masjid untuk negeri tercinta, begitu petikan lirik dari mars salah satu lembaga kemasyarakatan yang bergerak di bidang pemberdayaan masjid. Apakah benar kita bisa membangun negeri dimulai dari masjid? Mungkin bisa, sangat mirip dengan konsep smart city. Bagaimana bisa membangun smart city? Dimulai dari smart people. Bagaimana bisa menghasilkan smart people? Dimulai dari smart person. Kira-kira pribadi yang cerdas dan berintegritas adalah pribadi yang sering mengunjungi masjid, terwarnai oleh nilai-nilai kebaikan dari kegiatan-kegiatan serta bincang-bincang positif di masjid.

Kalau pribadinya sudah cerdas, maka perlahan masyarakat akan menjadi cerdas. Kalau masyarakatnya cerdas maka perlahan kota tempat tinggalnya menjadi kota yang cerdas. Kota cerdas dalam artian kota yang siap dengan perubahan-perubahan, kota yang siap dengan integrasi teknologi, kota yang siap dengan segala kebaikan serta lebih efektif dan efisien. Pemuda 1000 masjid juga adalah sebuah cita-cita, pemuda 1000 masjid juga adalah konsep, pemuda 1000 masjid juga adalah gagasan yang siap bersinergi serta terintegrasi dengan konsep smart city. Inilah makna dari penggalan lirik "Dari masjid untuk negeri tercinta".

Jalanan beton begitu kokoh, umurnya baru sekitar 10 tahun, jalanan beton tersebut membelah semak-semak, membelah rerumputan, membelah pada rumput, membelah kebuntuan menjadi jalan yang kemudian berguna, sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar. Jalan tersebut kemudian menjadi ramai, banyak rumah toko yang dibangun, toko-toko kecil maupun toko-toko besar juga mulai bertengger di sisi kiri dan kanan jalan. Apotik, warung kopi, mini market retail, bahkan perumahan-perumahan semakin banyak penghuninya. Mungkin 5-10 tahun ke depan jalanan ini akan semakin ramai. Jalan ini bernama Jalan Daeng Rammang.

Sebuah masjid berdiri di dekat perempatan Jalan Daeng Rammang dan Jalan Perintis Kemerdekaan Kota Makassar. Masjid Nurul Irsyadi namanya, masjid ini menjadi semacam  oase, menjadi penyejuk bagi yang mengunjunginya. Masjid yang sangat indah dengan dominasi warna krem, pintu kaca berwarna-warni, sangat banyak warna, kaligrafi dan desainnya juga sangat artistik. Tempat wuduh dibagian depan, tempat parkir cukup luas, memudahkan orang-orang untuk memasukinya.


Malam harinya Masjid Nurul Irsyadi juga tampak indah dengan desain bangunannya yang indah berpadu dengan lampu sorot yang fokus ke arah tembok sehingga memunculkan perpaduan sinar yang indah. Bagi yang sampai sekarang masih belum tertarik mengunjungi masjid, mari berkunjung ke masjid. Pemuda 1000 masjid hadir sebagai gagasan segar yang akan kita eksekusi bersama, cukup sederhana aksinya, mari mengunjungi masjid! Ayo ke masjid! Dari masjid untuk negeri tercinta.


Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, October 12, 2019

Bersahabat di Puncak Matantimali!

Kupetik bintang
Untuk kau simpan
Cahayanya tenang
Berikan kau perlindungan
Sebagai pengingat teman
Juga sebagai jawaban
Semua tantangan
(Melompat Lebih Tinggi, Sheila On 7)

Lirik lagu yang sangat puitis, tentang bagaimana engkau berusaha memetik bintang, pada saat yang sama juga tentang persahabatan, dan menjawab semua tantangan. Namun, bagaimana mungkin engkau akan memetik bintang sementara engkau belum pernah kepuncak? Puncak secara harfiah, berada di ketinggian. Maka, pada jalan-jalan produktif kali ini mari kita jalan-jalan ke puncak, salah satu puncak yang terkenal di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Indonesia!

Puncak yang akan kita tuju adalah salah satu tempat lepas landas paralayang terbaik di Pulau Sulawesi. Awalnya penulis mengenal tempat ini ketika di ajak oleh Kepala Desa Porame Kabupaten Sigi, diajak berjalan-jalan sebentar menuju puncak tersebut. Kunjungan kedua saat di ajak oleh para pemuda desa yang hendak bermalam di puncak tersebut, maka perjalanan pun dimulai malam hari, menuju Puncak Matantimali Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah Indonesia!





Semua persahabatan itu bermula dari Desa Porame, desa yang indah, desa yang berada di kaki gunung, di dominasi oleh persawahan. Desa yang penduduknya ramah dan sangat baik terhadap pendatang. Pemuda desa mengajak kami untuk bermalam di Puncak Matantimali, tak tanggung-tanggung, perjalanannya dimulai saat matahari sudah terbenam, perjalanannya dimulai saat malam hari!

Maka perjalanan pun dimulai, hanya bermodalkan motor, beberapa motor sudah melaju melewati batas Desa Porame menuju kaki gunung, mulai dari kaki gunung inilah jalan mulai menanjak, jalannya hanya menggunakan aspal kasar yang bebatuannya tampak berwarna abu-abu mendekati putih. Jalanannya semakin lama semakin menantang! Banyak lubang di jalan saat itu, ditambah lagi kemiringan jalan semakin bertambah, jalan semakin menanjak, di kiri kanan tampak pepohonan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di tanah tandus, makin ke atas pemandangannya akan berganti dengan jurang yang lumayan curam.

Beberapa pemuda yang mengajak kami sangat menikmati jalan yang sangat menantang ini! Lubang-lubang di jalan tampak mereka nikmati, begitupun jalan yang semakin menanjak, mereka sangat menikmatinya! Bagi kami yang baru kedua kalinya melintas, tentu masih merasa gugup dan kaget ketika melintas di jalan yang sangat menantang ini. Bahkan ada satu motor yang membawa seluruh perbekalan seperti tenda, kerangka tenda, alas tidur, dan gitar, luar biasa!

Sesampainya di Puncak Matantimali, kami disambut oleh kabut tebal yang nyaris menutupi seluruh penjuru jarak pandang, ditambah lagi dinginnya yang luar biasa! Ketika menyibak kabut dengan lampu motor, dan berjalan sedikit ke ujung baru kemudian terlihat keindahan yang sesungguhnya puncak ini di malam hari. Kerlap-kerlip bintang, bulan purnama, serta cahaya lampu dari Kota Palu terlihat begitu indah! Kami menggelar tenda lalu menikmati Puncak Matantimali di malam itu, sangat indah! Kamu harus jalan-jalan kesini! Ke Puncak Matantimali Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah! Ayo ke Sulteng!



Oleh : Mohamad Khaidir

Friday, October 11, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (14)

Kendaraan belum terlalu banyak, pagi menyapa dengan santun dan damai, udara segar serta embun pagi membersamainya, burung-burung berkicau indah seolah sedang bersenandung indah dan bertasbih memuji. Kopi dan teh mulai disajikan sebagai pelengkap kehidupan, kaki-kaki tengah bersiap untuk bergegas, sawah hijau terhampar, gunung biru menjadi lanskap pemandangan yang indah dan menawan, pagi itu begitu nikmat, selepas Subuh Sang Pemuda sudah menyiapkan dirinya untuk bergegas, mengenakan sepatu cokelatnya yang besar, mengencangkan sabuknya, bersiap untuk beraktivitas pagi.

Alangkah bahagianya pemuda yang sebentar lagi akan mengucap ikrar suci, sebuah ikrar yang kokoh nan dalam, untuk mempersunting bidadari dunia pujaan hati, mengajaknya untuk hidup bersama serta berjuang bersama. Maka undangan pun disebarkan, menyebarkan kabar bahagia itu kepada para sahabatnya. Tujuannya adalah Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan. Para sahabat bergegas menuju kesana, membantu sekaligus menghadiri undangan tersebut, kabar bahagia dan membahagiakan.

Jalan-jalan produktif pun dimulai, menghadiri undangan, sebagian besar pesertanya adalah pemuda, dan alangkah beruntungnya ternyata yang berangkat adalah para pemuda yang sering mengunjungi masjid, para pemuda yang mencintai masjid. Mobil-mobil rombongan melaju, melintas jalan-jalan beton, sejak dari Kabupaten Maros jalanannya di dominasi oleh jalan beton. Sedikit berganti aspal di Kabupaten Pangkep, kemudian kembali menjadi jalan beton lagi. Pemandangan sawah, laut, batu karst, gunung, padang rumput, perkotaan, bergantian selama perjalanan, tapi ada satu tempat yang sangat menenangkan, tempat apakah itu?

Masjid selalu menjadi tempat yang menenangkan, juga tempat istirahat yang sejuk. Menjadi tempat beristirahat sejenak, tempat beristirahat dari berbagai kegiatan duniawi, untuk merenung dan bermeditasi sejenak. Rombongan telah bersiap untuk pulang, setelah menghadiri undangan, undangan yang membahagiakan. Maka mobil-mobil pun meluncur menuju Kota Makassar Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan. Singgah sejenak di sebuah daerah bernama Mallusetasi Kabupaten Barru, tak jauh dari Kota Pare-pare Sulawesi Selatan. Tempat ini juga sempat menjadi pusat perhatian Sang Pemuda 1000 Masjid saat mengadakan perjalanan dari Makassar menuju Pare-pare.

Masjid At-Taqwa namanya, mungkin penamaannya terinspirasi dari suatu derajat yang sangat mulia dalam ajaran Islam, yaitu Orang-orang yang bertaqwa. Desain masjidnya sangat minimalis dan futuristik, seperti masjid masa depan. Didominasi oleh warna putih, kubahnya berwarna emas, tangga-tangga untuk naik kemasjid berwarna abu-abu. Pemandangan di belakang masjid adalah bukit hijau beserta langit biru berpadu dengan awan putih, di depan masjid juga tampak pantai beserta lautnya. Masjid At-Taqwa juga menjadi tempat favorit para petualang untuk beristirahat sejenak dalam perjalanan mereka. Inilah masjid yang indah, masjid yang sempat dilalui oleh pemuda 1000 masjid. Masjid indah dan nyaman, ayo ke Masjid!


Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, October 10, 2019

Disini Kami Bermula, Pantai Bambarano Donggala!

Motor hitam meluncur dengan kecepatan yang tinggi, melaju mencoba mengejar ketertinggalannya dari motor lainnya, mungkin kecepatan rata-rata saat itu adalah 90-100 Kilometer per jam. Dua orang pemuda dengan keberanian yang masih patut di uji menggeber motor hitam sampai sandar gas. Ya, sandar gas adalah istilah anak muda di Sulawesi Tengah, sandar gas berarti menggeber gas sampai batas maksimal sehingga tak bisa ditambah lagi tarikan gasnya.

Jalan-jalan produktif kali ini adalah menuju sebuah pantai yang saat ini sudah sangat banyak yang mengunjunginya, dulunya pantai ini belum terlalu terkenal. Sekitar 8 orang pemuda, dengan 4 buah motor berlomba menuju sebuah pantai yang sangat eksotis, sebuah pantai yang sangat indah di Kabupaten Donggala, Bumi Tadulako Sulawesi Tengah. Untuk menuju pantai pantai ini, kita harus menempuh jarak sekitar 147 Kilometer dalam waktu kurang lebih 3 jam 9 menit.

Delapan orang pemuda ini berasal dari satu almamater yang sama, satu kampus negeri yang sama, Universitas kebanggaan Sulawesi Tengah. Mereka bersepakat untuk singgah sejenak di Desa Talaga terlebih dahulu, Desa indah dan asri di tepi Danau Talaga Sulawesi Tengah. Disini ada rumah seorang pemuda yang juga sahabat mereka, pemuda Desa Talaga yang kebaikannya menembus batas-batas individualisme, keluarganya pun sangat baik menerima kami dirumah besar nan sederhana. Maka perjalanan pun dimulai dari Kota Palu.

Awalnya keempat motor ini berjalan beriringan, bersama-sama, tapi kemudian jalanan yang mulus dan halus terlalu menggoda untuk tak melakukan balapan, apatah lagi semuanya adalah pemuda dengan semangat yang berapi-api, pemuda yang semuanya sangat ingin bersegera melakukan kebaikan, maka melajulah keempat motor seolah-olah sedang melakukan balapan siapa cepat sampai di Desa Talaga!

Motor hitam yang ditumpangi penulis pun awalnya ketinggalan, sampai dipertengahan perjalananpun kami masih merasa tertinggal dari tiga motor lainnya. Memasuki Desa Dalaka Kabupaten Donggala singgah sejenak dirumah keluarga sekedar untuk menyapa dan minum teh sambil ngobrol dengan Paman penulis, sepupu dari Ayah Penulis. Lalu kamipun melanjutkan perjalanan dengan kecepatan yang sangat tinggi, seolah-olah motor hitam itu akan terbang lepas landas dari aspal.

Karena merasa tertinggal, maka motor hitam segera di geber dengan kecepatan yang luar biasa! Waktu tempuh yang tadinya 3 jam menjadi hanya 2 jam saja! Akhirnya motor hitam tiba di Desa Talaga, hanya bermodalkan bertanya pada penduduk lokal kami tiba di Desa Talaga, ternyata kami tiba paling awal, padahal sebelumnya motor hitamlah yang tertinggal di belakang, rombonganpun menginap di Desa Talaga Kabupaten Donggala malam itu.




Keesokan paginya kami menuju Pantai Bambarano Kabupaten Donggala, tempat yang sebenarnya kami tuju untuk berlibur, pagi-pagi sekali kami sudah sarapan dan meluncur ke Pantai Bambarano. Pantai yang sangat indah, batu-batu karang yang lumayan besar muncul di dekat pantai pasir putih, air lautnya sangat jernih perpaduan warna hijau dan birunya laut, langit biru dan cerah berpadu dengan sedikit awan putih, maka persaudaraan dimulai dari sini. Semenjak liburan itu, persaudaraan kami semakin kokoh, sampai hari ini perasaan itu masih mengakar, bahwa kami bersaudara meskipun tak sedarah. Disini kami bermula, disini kami memulai, Pantai Bambarano Kabupaten Donggala.


Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, October 9, 2019

Sebiru Hari ini di Telaga Biru Ere Merasa Bulukumba!

Sebiru hari ini
Birunya bagai langit terang benderang
Sebiru hari kita bersama disini
Seindah hari ini, indahnya bak permadani taman surga
Seindah hati kita walau kita kan terpisah
(Sebiru Hari Ini, Edcoustic)

Perjalanan kali ini ada hubungannya dengan warna biru, tujuan jalan-jalan produktif kita adalah sebuah tempat wisata dengan warna biru menjadi keunggulannya, namun tempat ini bukan pantai. Bila kita memulai perjalanan dari Daya Makassar, jaraknya sekitar 182 Kilometer, waktu tempuhnya kurang lebih 4 jam 43 menit, dengan syarat lalu lintas normal tanpa kepadatan kendaraan. Bila menggunakan kendaraan roda empat, bisa sampai 5 jam untuk tiba ke lokasi tujuan kita, Telaga Biru Ere Merasa Bulukumba Sulawesi Selatan.

Setiap perjalanan harus menyiapkan bekal terbaiknya, sebaik-baik persiapan dan bekal. Anda harus menyiapkan perlengkapan seperti topi, kaca mata, sebaiknya menggunakan sepatu, jaket, pakaian renang dan pakaian ganti bila ingin berenang di Telaga Biru Ere Merasa Bulukumba Sulawesi Selatan. Perjalanan melintasi Makassar - Gowa - Takalar - Jeneponto - Bantaeng - Bulukumba. Sesampainya di Kota Bulukumba, singgahlah sebentar di Islamic Center Dato Tiro Bulukumba untuk istirahat, lalu melanjutkan kembali perjalanan.

Setelah melintasi Lapangan Pemuda Bulukumba, pacu kendaraan anda ke Arah Tenggara Kota Bulukumba, menuju jalan poros Bulukumba - Bira. Memasuki jalan poros Bulukumba - Bira, aktifkan google maps lalu ketik "Telaga Biru Ere Merasa", ikuti instruksi dari aplikasi/fitur tersebut. Untuk lebih amannya, anda juga harus bertanya ke penduduk lokal. Penandanya adalah sebuah kios, kita belok kiri menuju Telaga Biru Ere Merasa, jangan lupa aktifkan google maps agar tak tersesat.

Telaga Biru Ere Merasa berada ditengah-tengah pepohonan hijau, airnya benar-benar jernih, benar-benar berwarna biru. Sangat sayang untuk anda lewatkan tanpa berfoto-foto terlebih dahulu. Udaranya begitu sejuk, begitu menenangkan, begitu menenteramkan.




Telaga biru dengan paduan tumbuh-tumbuhan  kecil berwarna hijau, batang-batang pohon besar saling berjuntaian. Telaga biru dikelilingi oleh jenggala, sehingga udaranya terasa sangat sejuk meskipun panas matahari menyinari.





Indonesia yang indah ini mesti kita jelajahi, agar menambah kesyukuran, agar menambah inspirasi, agar menambah perenungan-perenungan konstruktif yang nantinya akan menjadi ide atau gagasan besar, meski hal itu tentunya bermula dari ide serta gagasan yang sangat sederhana. Telaga biru berpadu dengan langit biru, tumbuh-tumbuhan hijau, awan putih, membuktikan bahwa Indonesia masih punya surga dunia berbentuk telaga.






Mari mampir ke sini, ke Telaga Biru Ere Merasa Bulukumba, pandangi dengan seksama, ajak teman-teman serta sahabatmu, dokumentasikan keindahannya, berjalanlah di sekitarnya, jangan lupa untuk menjaga kebersihannya dengan tidak membuang sampah secara sembarangan, dimulai dari dirimu sendiri. Ayo ke Telaga Biru Ere Merasa! Ayo ke Bulukumba! Ayo ke Sulsel!






Oleh : Mohamad Khaidir

Tuesday, October 8, 2019

Surga Dunia Tersembunyi, Dego-dego Bulukumba!


Sou sa kanashimi wo yasashisa ni
Jibun rashisa wo chikara ni
Mayoi nagara demo ii aruki dashite
Mou ikkai mou ikkai

Mengubah kesedihan menjadi kebaikan
Dan kepribadianmu menjadi kekuatan
Tak masalah jika tersesat, mulailah melangkah
Sekali lagi, sekali lagi

Sou da daiji na mono wa itsumo
Katachi no nai mono dake
Te ni iretemo nakushite mo
Kizukanu mama

Hal yang paling berharga itu adalah
Hal yang tak memiliki bentuk saja
Meski kau memiliki atau kehilangannya
Kau takkan pernah tahu
(Kanashimi wo Yasashisa ni, Little by Little, Naruto)

Perjalanan akan terus kita lanjutkan, karena begitulah sejatinya sebuah perjalanan, dengan perjalanan kita akan mengubah kesedihan menjadi kebaikan, meski kita tersesat, perjalanan akan mengajari kita bagaimana memilih jalan yang benar, jalan menuju kebahagiaan yang hakiki. Begitu inspirasi yang bisa kita dapatkan dari lirik lagu yang mengawali tulisan ini.

Pada perjalanan kali ini, pada jalan-jalan produktif episode kali ini, kita akan kembali mengunjungi Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Sebuah Kabupaten yang menjadi unggulan Sulawesi Selatan dalam hal wisata dan berharap kedepannya sektor ekonomi kreatif juga berkembang di Kabupaten tempat membuat Kapal Legendaris, Kapal Phinisi.

Bagi yang menggunakan kendaraan roda dua, siapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan, seperti sarung tangan, masker, kaca mata, jaket, dan topi. Pastikan kendaraan dan diri anda dalam kondisi yang prima, bawa pakaian renang, bawa pula pakaian ganti, tata sebaik mungkin di dalam tas agar tak menjadi beban yang terlampau berat, siapkan pula dana untuk bahan bakar kendaraan dan konsumsi anda pribadi. Bagi para petualang sejati, perangkat dokumentasi menjadi hal yang wajib untuk disiapkan.

Tujuan kita adalah Desa Darubiah, Kecamatan Bira, Kabupaten Bulukumba Sulawesi Selatan. Bila lalu lintas tak terlalu padat, dalam waktu kurang lebih 4 jam kita bisa sampai disana, jaraknya kurang lebih 172 Kilometer. Ada apa di Desa ini? Desa ini sangat dekat dengan salah satu tempat wisata unggulan Kabupaten Bulukumba, yaitu Tebing Apparalang. Mengenai tebing Apparalang akan kita bahas di lain waktu.




Desa Darubiah, Kecamatan Bira, Kabupaten Bulukumba, menyajikan pemandangan yang tak kalah indah dengan Tebing Apparalang Bulukumba. Dego-dego nama tempatnya, sebuah tebing yang sangat dekat dengan pantai, pantainya sangat indah, batu-batu karangnya, ombak lembutnya, lautan yang berwarna hijau dan biru, konfigurasi alam yang sangat indah! Ibarat Surga Dunia, Dego-dego Bulukumba menyajikan petualangan dan kenyamanan pada saat yang sama.





Mari berpetualang di tempat ini, mari jalan-jalan ke Dego-dego Bulukumba, untuk menikmati Surga Dunia yang tersembunyi, kibarkan bendera Negeri ini, kibarkan Sang Merah Putih di Dego-dego Bulukumba, agar orang-orang tahu masih ada Surga Dunia yang tersembunyi di negeri kita Indonesia. Nikmati alamnya, syukuri nikmat, segarkan pikiran, rilekskan dirimu. Ayo ke Dego-dego! Ayo ke Bira! Ayo ke Bulukumba! Ayo ke Sulsel!




Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, October 7, 2019

Danau Towuti dan Pulau Loeha Luwu Timur, Kamu Harus ke Sini!

Asap kendaraan mengepul, debu-debu dijalan berseliweran, terdengar bunyi klakson oleh beberapa kendaraan yang tak sabaran untuk segera melintas. Patung ayam tampak kokoh di perempatan Daya Kota Makassar Sulawesi Selatan. Perjalanan dan berbagai pekerjaan harus dimulai kembali, jalan-jalan produktif akan berlanjut kembali, bila pada perjalanan sebelumnya kota sudah mengunjungi dan mengulas pantai serta air terjun, maka pada jalan-jalan produktif kali ini berbeda.
Tempat yang akan kita tuju kali ini jaraknya cukup jauh, kita akan bergerak ke arah Utara Provinsi Sulawesi Selatan. Perempatan Daya dengan patung ayamnya akan menjadi tempat kita memulai perjalanan ini. Mengapa patung ayam? Mungkin karena Kota Makassar terkenal dengan pahlawannya Sultan Hasanuddin, Ayam Jantan dari Timur. Begitu pula dengan Tim Sepakbola kebanggaan Kota Makassar, logo lamanya berlogokan ayam. Salah satu Universitas terkenal di Kota Makassar juga seperti itu, Universitas nomor satu di Indonesia Timur tersebut juga berlogokan ayam. Jadi, mungkin sedikit terjawab mengapa patung ayam ya.

Penulis menyarankan kita menggunakan Bus untuk menuju ke tempat tujuan kita kali ini, cukup menyiapkan Rp.250.000,-/Orang untuk memulai perjalanan ini, jangan lupa siapkan pula dana untuk konsumsi dan kebutuhan penting lainnya, karena perjalanan kita lumayan jauh, kita akan berada di kendaraan selama kurang lebih 13 jam untuk menuju Wawondula. Perjalanan darat dari Makassar menuju Wawondula memakan waktu sekitar 13 jam dengan jarak tempuh kurang lebih 586 Kilometer.

Selama perjalanan kita akan melintasi beberapa Kabupaten dan Kota, mulai dari Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep, Kabupaten Barru, Kota Pare-pare, Kota Palopo, dan mulai memasuki Kabupaten Luwu. Mulai dari Palopo sebenarnya kita sudah memasuki Kabupaten Luwu, namun tempat yang akan kita tuju adalah Danau Towuti di Luwu Timur Sulawesi Selatan. Setibanya di Wawondula, kita lanjutkan perjalanan menuju Pelabuhan Timampu Luwu Timur.

Pelabuhan Timampu akan menjadi tempat kita singgah sejenak untuk melanjutkan perjalanan lagi, di pelabuhan ini kita akan menyaksikan keindahan Danau Towuti Luwu Timur. Dari pelabuhan ini kita akan menyeberang menuju Pulau Loeha, sebuah pulau di tengah-tengah Danau Towuti. Siapkan dana sekitar Rp.50.000,-/Orang untuk menyeberang menuju Pulau Loeha. Pemandangan yang akan kita saksikan sangat indah dan eksotis, jernihnya Danau Towuti, batu-batu berwarna cokelat di pinggir Pulau Loeha, sangat indah!







Pemandangan matahari terbit dan matahari terbenam juga sangat sayang untuk kita lewatkan, berfotolah di dermaga di pagi hari saat fajar, dan di sore hari saat petang jingga menjelang. Jernihnya danau, birunya langit, putihnya awan, batu-batu cokelat, fajar yang mengongsong, petang indah berwarna jingga, betapa indah Danau Towuti dan Pulau Loeha Luwu Timur Sulawesi Selatan! Buat kamu para petualang, harus mengagendakan jalan-jalan kesini. Indahnya alam di Luwu Timur Sulawesi Selatan, Ayo ke Luwu Timur! Ayo ke Sulsel!







Oleh : Mohamad Khaidir

TENTANG CYBER WAR

Artificial intelegent dan kemajuan teknologi mengubah wajah dunia! Apalagi jika suatu negara sangat memperhitungkan bioteknologi yang mutakh...