Perbedaan-perbedaan yang ada pada setiap diri kita adalah hal yang normal..
Bahkan kembar identik pun punya perbedaan secara personal serta karakternya..
Maka, mari mengelola setiap perbedaan dengan terus belajar, baik belajar melalui referensi yang ada maupun belajar langsung dalam pergaulan kita..
Cukuplah perbedaan Metodologi pengikut Imam Ahmad Bin Hanbal dan Imam Syafi'i di masa lalu yang menyebabkan konflik sampai saling bunuh, tak perlu berulang lagi masa sekarang..
Cukuplah perbedaan cara pandang Imam Malik dan Imam Syafi'i tentang Ibnu Ishaq yang menyebabkan kata-kata tak elok tak terbendung lagi, bila berulang lagi di masa sekarang mari kita sadari betapa Nabi SAW menjaga Akhlaknya juga dengan kata-kata serta kalimat baik..
Maka, mari kita belajar, terus belajar, sebab belajar adalah instrumen utama bagi kaum yang berpikir..
Sekali lagi kita adalah titik di semesta, meskipun titik tak berarti kita harus underestimate terhadap diri kita, dan tak berarti pula kita jumawa akan karya yang sudah mewujud nyata. Kita harus terus belajar, sebab proses pembelajaran itu berlangsung sepanjang nyawa dikandung badan. Sebagai seorang Muslim, maka kita dianjurkan untuk bersahabat dengan orang-orang Soleh. Meski boleh bergaul dengan siapa saja, kita harus punya satu komunitas positif yang akan membantu diri kita untuk berkembang ke arah yang lebih baik. Saya merasa bersyukur bisa berteman dengan orang-orang Soleh dan bergabung dengan organisasi serta komunitas positif, mampu memaksa diri kita untuk terus bergerak dan belajar. Hari ini pun atas izin Allah kami yang terus bergerak dan belajar bertemu dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia Sulawesi Selatan, AG Prof. Dr. H. Najamuddin H. Abd. Shafa, M.A. Sosok yang bijaksana, mengajar kami banyak hal, di antaranya Sastra Dalam Al-Qur'an. Dari Beliau kami juga belajar menjadi orang terdidik dan menjadi pendidik itu adalah sesuatu yang mulia.
Kita memang hanya titik di semesta ini, baik yang memercayai bumi bulat maupun bumi datar..
Namun seharusnya hal itu tidak mengurangi semangat kita untuk berkarya dan bermanfaat..
Sering sekali saya memerhatikan tulisan singkat atau komentar dangkal yang cenderung ambisius dan subjektif..
Padahal terhadap suatu persoalan kita harus terbiasa menalar secara kritis, membaca berbagai referensi, dan melakukan riset..
Seperti itulah seorang Muslim seharusnya, menalar segala sesuatu dengan mengoptimalkan pikirannya, tidak terjebak dengan simplifikasi ambisius dan subjektif yang tidak mempunyai referensi..
Tidak terjebak dengan simplifikasi persoalan dengan tingkat kompleksitas yang tinggi, lalu dijawab dengan jargon atau beberapa kalimat singkat saja..
Mari berpikir, mari bernalar, mari membaca, mari melakukan riset, sebab dengan berpikirlah kita menjadi mulia di hadapan Allah SWT dan di hadapan makhluk..
Seorang Pencinta tak dapat membuktikan cintanya bila ia tidak berkorban, keluar dari zona nyamannya. Begitu pula Rafif, seorang remaja yang kisah cintanya dalam novel ini, ia belajar tentang pengorbanan..
Ada cinta, benarkah ada cinta? Benarkah cinta itu ada? Benarkah cinta itu berwujud? Benarkah cinta itu dapat terlihat dengan mata kepala kita sendiri? Derasnya cinta, benarkah cinta dapat mengalir deras? Seperti apa aliran cinta yang deras? Bagaimana aliran derasnya cinta dapat mengalir di tanah gersang? Entahlah, semoga melalui kisah ini pula perlahan kita mengetahui makna dan hakikat cinta.
Makna dan hakikat cinta versi tokoh dalam kisah ini tentunya dan semoga menginspirasi kita untuk menemukan makna dan hakikat cinta yang sesungguhnya, karena tentu setiap dari kita punya kisah cinta yang berbeda, bukan?
Pada Masa Perang Dunia Ke-2, meski mereka baru saja dibombardir, semangat untuk bangkit tetap ada, semangat untuk belajar tetap mereka jaga, semangat untuk berkembang terus mereka rawat.
Sehingga dalam hitungan satu dekade, mereka sudah kembali bangkit dan menjadi salah satu kekuatan yang diperhitungkan oleh dunia. Siapa mereka?
JEPANG
Terkenal dengan kualitas hidup, jiwa samurai, inovasi dan kreativitas. Sebagian proses Jepang kembali bangkit, bangkit dengan kesungguhan, ketekunan, dan semangat belajar, saya tulis dalam buku ini.
Buku ini mudah-mudahan menjadi awal dari perangkat gagasan yang akan mengubah pola pikir para pemuda Indonesia agar terus menjadi sosok yang produktif dan berkarya, serta mempersiapkan diri menjadi pemimpin di masa yang akan datang. Sebab para pemudalah yang kemudian akan mengisi posisi-posisi strategis di bangsa ini beberapa tahun ke depan.
----------
Buku ini terasa sangat berada di permukaan bumi, tidak di awang-awang. Sangat gampang untuk dipahami dan patut dijadikan referensi untuk menyiapkan diri menjadi pemuda produktif, bukan pemuda kaleng-kaleng, bukan pemuda receh. Bisa jadi karena latar belakang penulis sangat menyatu dengan aktivitas di bidang pendidikan dan pelatihan character building untuk segmen pemuda.
– Drs. Imam Gunawan, MAP.
Asisten Deputi Kewirausahaan Pemuda
Deputi Bidang Pengembangan Pemuda
Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia