Oleh : Mohamad Khaidir, S.E. , Trainer Character Building Kemenpora RI, Public Speaker with NLP.
Istana putih berdiri tegar di depan sektor perkebunan
kelapa sawit, atapnya menjulang tinggi ke langit seakan-akan
ingin memecah awan. Namun istana putih ini bukanlah istana
putih Persia dengan kemegahannya di masa lalu. Di posisi dataran yang tinggi, di istana putih itu tersedia jalan yang lebar
agar dapat menjangkau dan memasukinya. Jalan menuju ke
istana putih terbuat dari pavin-pavin yang disusun secara rapi
dan disesuaikan ketinggiannya. Agar mobil-mobil mewah nan
angkuh bisa lewat. Mobil-mobil mewah nan angkuh yang dulu
ketika masa kampanye pemiliknya sering turun ke lapangan,
bersosialisasi dengan masyarakat, sering melakukan kegiatan
bakti sosial di tengah-tengah masyarakat. Namun ketika
mendapatkan kursi di parlemen, mobil mewah nan angkuh itu
sepertinya tak pernah lagi melewati jalan yang berlubang. Mobil
mewah nan angkuh itu mungkin tak sudi lagi melewati jalan
yang becek karena takut kemewahannya akan terkotori oleh
noda becek. Mobil mewah nan angkuh itu melaju dengan
kecepatan yang tak memungkinkan rakyat untuk menegur dan
menyapa yang berada di dalam mobil. Mobil mewah nan angkuh
itu mungkin tak lagi membuka kaca jendelanya karena terburuburu menuju rapat dan urusan formal lainnya. Terus menuju
istana putih tanpa pernah menyempatkan waktu untuk singgah
sebentar sekadar duduk-duduk di warung kopi, sekadar
nongkrong di pinggir jalan sambil mendengarkan keluhan
rakyat, sekadar singgah di warung makan sederhana tempat
para masyarakat bertukar pikiran. Terus melaju meluncur
menuju istana putih..
Selengkapnya ada di dalam Buku *BERKAT WAKTU : Trilogi Dakwah, Pemikiran, dan Perubahan*
Link Pemesanan : https://bit.ly/BRWaktu
No comments:
Post a Comment