Showing posts with label Sulawesi Tengah. Show all posts
Showing posts with label Sulawesi Tengah. Show all posts

Wednesday, October 16, 2019

Mari Rekreasi di Taipa Beach!

Menarilah dan terus tertawa
Walau Dunia tak seindah Surga
Bersyukurlah pada Yang Kuasa
Cinta kita di dunia selamanya.. Selamanya..
(Laskar Pelangi, Nidji)

Itulah penggalan lirik dari Nidji berjudul Laskar Pelangi, sebuah kisah yang sangat inspiratif berlatar keindahan alam Indonesia. Keindahan alam inilah yang menjadi salah satu faktor pemicu agar kita berekreasi, piknik, dan jalan-jalan. Bahkan belakangan ini rekreasi menjadi semacam kebutuhan yang mendasar bagi setiap manusia, untuk menyeimbangkan diri, untuk menyegarkan pikiran, untuk mengobati kebosanan.

Sebuah tempat di Kota Palu Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah menjadi tujuan jalan-jalan produktif kita kali ini. Meski tak seindah Surga seperti lirik Nidji dalam lagu Laskar Pelangi, tetapi tempat ini cukup memberi kenyamanan, ketenteraman, juga menghibur diri yang sedang bosan. Pantai Taipa namanya, Pantai Taipa Sulawesi Tengah. Lebih populer dengan nama Taipa Beach, mungkin maksudnya agar tempat ini juga menjadi tujuan para wisatawan Internasional.

Lahan parkir cukup luas, begitu memasuki gerbangnya kita akan menyaksikan tugu yang unik dan indah, halamannya tertata rapi, ada beberapa Balairung yang dapat digunakan kegiatan, rapat kerja, musyawarah, pelatihan, dan istirahat. Tersedia kolam renang untuk anak kecil, dan tersedia pula kolam renang untuk prang dewasa. Kantin untuk memesan makanan berada ditengah.



Keunikan tamannya tak diragukan lagi, terbukti beberapa titik dijadikan tempat pemotretan atau pengambilan gambar. Dibagian pantai terdapat pula pondok-pondok, juga menyediakan tempat penyewaan ban untuk pelampung. Tak jauh dari situ ada semacam mercusuar mini, penanda bagi kapal-kapal yang hendak berlabuh, karena di dekat tempat ini ada pelabuhan. Mari jalan-jalan kesini, ke Taipa Beach. Mari Rekreasi di Taipa Beach, ayo ke Sulteng!

Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, October 14, 2019

Tahura Kapopo Ngatabaru, Kenangan Perjuangan

Menapaki langkah-langkah berduri
Menyusuri rawa lembah dan hutan
Berjalan di antara tebing jurang
Semua dilalui demi perjuangan
(Jejak)


Sebuah perjuangan memang sangat anggun untuk dikenang, mengingat-ingat perjuangan, pelatihan, sarana aktualisasi diri, siapa kiranya yang tak memiliki kesan akan perjuangannya? Mari kita melakukan jalan-jalan produktif di sebuah tempat yang sangat berkesan bagi anak-anak muda di Sulawesi Tengah. Suatu tempat yang di sebut sebagai Taman Hutan Rakyat, selanjutnya di singkat menjadi Tahura. Letaknya di Kapopo Ngatabaru, Tahura Kapopo Ngatabaru Sulawesi Tengah.


Taman ini sering digunakan untuk acara-acara pelatihan, mulai dari pelatihan murid sekolah, pelatihan pemuda, pelatihan aktivis kampus, pelatihan pengembangan diri, pelatihan kedinasan, serta acara-acara yang mengharuskan pesertanya untuk menginap atau bermalam. Lokasinya cukup tinggi, sebagian Kota Palu terlihat dari Tahura Kapopo Ngatabaru ini, tersedia pula beberapa satwa serta arena outbond yang sangat menarik.


Tahura Kapopo Ngatabaru Sulawesi Tengah juga menyajikan pemandangan matahari terbenam yang sangat indah, berwarna jingga dan bersinar terang. Pemandangan di malam hari juga menakjubkan, bintang-bintang terlihat jelas dan terang. Udara khas pegunungan begitu segar, tersedia sebuah balairung yang terbuat dari kayu terletak di tengah dekat penginapan, balairung ini digunakan untuk rapat, materi, dan kegiatan lainnya, kapasitasnya bisa 100-200 orang. Dibagian bawah juga tersedia taman-taman yang indah, tersedia pula tanah lapang untuk outbond low-impact. Bila sedang jalan-jalan di Sulawesi Tengah, jalan-jalanlah kesini, Tahura Kapopo Ngatabaru Sulawesi Tengah.

Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, October 12, 2019

Bersahabat di Puncak Matantimali!

Kupetik bintang
Untuk kau simpan
Cahayanya tenang
Berikan kau perlindungan
Sebagai pengingat teman
Juga sebagai jawaban
Semua tantangan
(Melompat Lebih Tinggi, Sheila On 7)

Lirik lagu yang sangat puitis, tentang bagaimana engkau berusaha memetik bintang, pada saat yang sama juga tentang persahabatan, dan menjawab semua tantangan. Namun, bagaimana mungkin engkau akan memetik bintang sementara engkau belum pernah kepuncak? Puncak secara harfiah, berada di ketinggian. Maka, pada jalan-jalan produktif kali ini mari kita jalan-jalan ke puncak, salah satu puncak yang terkenal di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Indonesia!

Puncak yang akan kita tuju adalah salah satu tempat lepas landas paralayang terbaik di Pulau Sulawesi. Awalnya penulis mengenal tempat ini ketika di ajak oleh Kepala Desa Porame Kabupaten Sigi, diajak berjalan-jalan sebentar menuju puncak tersebut. Kunjungan kedua saat di ajak oleh para pemuda desa yang hendak bermalam di puncak tersebut, maka perjalanan pun dimulai malam hari, menuju Puncak Matantimali Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah Indonesia!





Semua persahabatan itu bermula dari Desa Porame, desa yang indah, desa yang berada di kaki gunung, di dominasi oleh persawahan. Desa yang penduduknya ramah dan sangat baik terhadap pendatang. Pemuda desa mengajak kami untuk bermalam di Puncak Matantimali, tak tanggung-tanggung, perjalanannya dimulai saat matahari sudah terbenam, perjalanannya dimulai saat malam hari!

Maka perjalanan pun dimulai, hanya bermodalkan motor, beberapa motor sudah melaju melewati batas Desa Porame menuju kaki gunung, mulai dari kaki gunung inilah jalan mulai menanjak, jalannya hanya menggunakan aspal kasar yang bebatuannya tampak berwarna abu-abu mendekati putih. Jalanannya semakin lama semakin menantang! Banyak lubang di jalan saat itu, ditambah lagi kemiringan jalan semakin bertambah, jalan semakin menanjak, di kiri kanan tampak pepohonan dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di tanah tandus, makin ke atas pemandangannya akan berganti dengan jurang yang lumayan curam.

Beberapa pemuda yang mengajak kami sangat menikmati jalan yang sangat menantang ini! Lubang-lubang di jalan tampak mereka nikmati, begitupun jalan yang semakin menanjak, mereka sangat menikmatinya! Bagi kami yang baru kedua kalinya melintas, tentu masih merasa gugup dan kaget ketika melintas di jalan yang sangat menantang ini. Bahkan ada satu motor yang membawa seluruh perbekalan seperti tenda, kerangka tenda, alas tidur, dan gitar, luar biasa!

Sesampainya di Puncak Matantimali, kami disambut oleh kabut tebal yang nyaris menutupi seluruh penjuru jarak pandang, ditambah lagi dinginnya yang luar biasa! Ketika menyibak kabut dengan lampu motor, dan berjalan sedikit ke ujung baru kemudian terlihat keindahan yang sesungguhnya puncak ini di malam hari. Kerlap-kerlip bintang, bulan purnama, serta cahaya lampu dari Kota Palu terlihat begitu indah! Kami menggelar tenda lalu menikmati Puncak Matantimali di malam itu, sangat indah! Kamu harus jalan-jalan kesini! Ke Puncak Matantimali Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah! Ayo ke Sulteng!



Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, October 10, 2019

Disini Kami Bermula, Pantai Bambarano Donggala!

Motor hitam meluncur dengan kecepatan yang tinggi, melaju mencoba mengejar ketertinggalannya dari motor lainnya, mungkin kecepatan rata-rata saat itu adalah 90-100 Kilometer per jam. Dua orang pemuda dengan keberanian yang masih patut di uji menggeber motor hitam sampai sandar gas. Ya, sandar gas adalah istilah anak muda di Sulawesi Tengah, sandar gas berarti menggeber gas sampai batas maksimal sehingga tak bisa ditambah lagi tarikan gasnya.

Jalan-jalan produktif kali ini adalah menuju sebuah pantai yang saat ini sudah sangat banyak yang mengunjunginya, dulunya pantai ini belum terlalu terkenal. Sekitar 8 orang pemuda, dengan 4 buah motor berlomba menuju sebuah pantai yang sangat eksotis, sebuah pantai yang sangat indah di Kabupaten Donggala, Bumi Tadulako Sulawesi Tengah. Untuk menuju pantai pantai ini, kita harus menempuh jarak sekitar 147 Kilometer dalam waktu kurang lebih 3 jam 9 menit.

Delapan orang pemuda ini berasal dari satu almamater yang sama, satu kampus negeri yang sama, Universitas kebanggaan Sulawesi Tengah. Mereka bersepakat untuk singgah sejenak di Desa Talaga terlebih dahulu, Desa indah dan asri di tepi Danau Talaga Sulawesi Tengah. Disini ada rumah seorang pemuda yang juga sahabat mereka, pemuda Desa Talaga yang kebaikannya menembus batas-batas individualisme, keluarganya pun sangat baik menerima kami dirumah besar nan sederhana. Maka perjalanan pun dimulai dari Kota Palu.

Awalnya keempat motor ini berjalan beriringan, bersama-sama, tapi kemudian jalanan yang mulus dan halus terlalu menggoda untuk tak melakukan balapan, apatah lagi semuanya adalah pemuda dengan semangat yang berapi-api, pemuda yang semuanya sangat ingin bersegera melakukan kebaikan, maka melajulah keempat motor seolah-olah sedang melakukan balapan siapa cepat sampai di Desa Talaga!

Motor hitam yang ditumpangi penulis pun awalnya ketinggalan, sampai dipertengahan perjalananpun kami masih merasa tertinggal dari tiga motor lainnya. Memasuki Desa Dalaka Kabupaten Donggala singgah sejenak dirumah keluarga sekedar untuk menyapa dan minum teh sambil ngobrol dengan Paman penulis, sepupu dari Ayah Penulis. Lalu kamipun melanjutkan perjalanan dengan kecepatan yang sangat tinggi, seolah-olah motor hitam itu akan terbang lepas landas dari aspal.

Karena merasa tertinggal, maka motor hitam segera di geber dengan kecepatan yang luar biasa! Waktu tempuh yang tadinya 3 jam menjadi hanya 2 jam saja! Akhirnya motor hitam tiba di Desa Talaga, hanya bermodalkan bertanya pada penduduk lokal kami tiba di Desa Talaga, ternyata kami tiba paling awal, padahal sebelumnya motor hitamlah yang tertinggal di belakang, rombonganpun menginap di Desa Talaga Kabupaten Donggala malam itu.




Keesokan paginya kami menuju Pantai Bambarano Kabupaten Donggala, tempat yang sebenarnya kami tuju untuk berlibur, pagi-pagi sekali kami sudah sarapan dan meluncur ke Pantai Bambarano. Pantai yang sangat indah, batu-batu karang yang lumayan besar muncul di dekat pantai pasir putih, air lautnya sangat jernih perpaduan warna hijau dan birunya laut, langit biru dan cerah berpadu dengan sedikit awan putih, maka persaudaraan dimulai dari sini. Semenjak liburan itu, persaudaraan kami semakin kokoh, sampai hari ini perasaan itu masih mengakar, bahwa kami bersaudara meskipun tak sedarah. Disini kami bermula, disini kami memulai, Pantai Bambarano Kabupaten Donggala.


Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, October 5, 2019

Ayo ke Pantai Tanjung Karang Donggala!

"Orang bilang tanah kita tanah Surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman."

Begitu kata Koes Plus pada era kejayaannya, tanah kita kata orang tanah surga, benarkah seperti itu? Negeri kita adalah negeri kepulauan, yang punya ciri khas subur dan hijau, sawah-sawahnya, suasana pedesaannya, gunung-gunungnya, sungai-sungainya, serta laut dan pantainya. Musimnya pun tak ada musim salju yang harus membuat orang-orang enggan keluar rumah serta beraktivitas. Negeri kita adalah negeri yang setiap musimnya kita bisa keluar rumah dan beraktivitas, melakukan hal produktif, seperti jalan-jalan produktif.

Betapa seharusnya kita bersyukur menjadi orang Indonesia, menjadi putra-putri bangsa ini, bangsa besar dan berjiwa besar serta berlapang dada dengan perbedaan. Hal ini harus terus kita latih, hal ini harus kita pahami bersama, sebab para pendiri bangsa ini berkonsensus, berkonferensi, dengan terlebih dahulu membuang egonya, dengan terlebih dahulu mengelola perbedaan yang ada. Sebab perbedaan bukan sesuatu yang harus terus di benturkan, perbedaan seharusnya membuat kita saling berdiskusi dan melengkapi.

Jalan-jalan produktif adalah sebuah gagasan sederhana untuk menikmati Indonesia, Indonesia yang kata orang-orang adalah tanah surga. Melakukan petualangan, melakukan penjelajahan, eksplorasi tempat-tempat keren dan indah, lalu ceritakan tentang negeri yang indah ini. Ceritakan hal ini kepada keluargamu, ceritakan kepada sahabat dan teman-temanmu, ceritakan pula hal ini kepada anak bangsa, bahkan bila perlu ceritakan ini pada masyarakat dunia.

Pada jalan-jalan produktif kali ini, aku akan menceritakan kepadamu tentang indahnya sebuah pantai yang berada di Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah. Sebuah pantai yang sangat indah, hanya menempuh perjalanan darat sekitar satu jam dari Kota Palu yang merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Jalan yang dilintasi pun cukup mulus, pemandangan yang kita saksikan adalah pantai hampir sepanjang perjalanan. Karena Palu adalah sebuah kota teluk, maka terhampar tampilan laut biru, gunung yang membiru, tebing putih dan pohon-pohon hijau, serta pantai hampir sepanjang jalan trans Palu - Donggala.


Sesampainya di Kota Donggala, ikuti saja penanda jalan atau penunjuk jalan yang berada di poros Kota Donggala Sulawesi Tengah. Dan lebih aman lagi bila kita aktifkan google maps lalu ketik "Pantai Tanjung Karang Donggala". Bila masih ragu bertanyalah kepada masyarakat setempat dengan tetap menjaga adab dan santun. Ketika menuju Pantai Tanjung Karang Donggala, kita akan melewati beberapa bukit lalu tak lama kemudian tiba di pantai favorit, Pantai Tanjung Karang Donggala. Pantai berpasir putih dengan penginapan yang relatif murah, fasilitas banana boat, dan berkeliling mengamati terumbu karang di Tanjung Karang Donggala.



Pemandangan di Tanjung Karang sangat indah, laut biru, langit biru berawan putih, segarnya lautan, saat berenang harus berhati-hati dengan bulu babi yang bisa melukai kaki. Mari nikmati tanah surga ini, Pantai Tanjung Karang Donggala Sulawesi Tengah! Ayo ke Donggala! Ayo ke Sulteng!



Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, September 30, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (10)

Bumi Tadulako adalah sebutan lain dari Sulawesi Tengah, Tadulako juga dinamakan sebagai Universitas Negeri kebanggaan di Provinsi ini, ada yang bilang maknanya adalah Baligau, semacam perisai kebanggaan leluhur, menandakan status sosial seseorang di masa lalu. Kota Palu adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, kota tiga dimensi yang harus kamu kunjungi. Kota ini menjadi pembicaraan internasional sesudah terjadi bencana yang memilukan di akhir Tahun 2018. Bencana Gempa 7,4 Skala Richter, di susul Tsunami yang meluluhlantahkan dan Liquifaksi yang dahsyat. Masyarakat Palu, Sigi, dan Donggala merasakan duka yang begitu mendalam, berderai air mata, dan harus segera bangkit meski tak mudah.

Sebuah kejadian mencengangkan saat bencana terjadi, tentang seorang pemuda yang mencintai Tuhannya, berita ini juga sempat viral di media sosial. Seorang pemuda  yang sedang mengumandangkan adzan Maghrib, meski gempa berkekuatan 7,4 Skala Richter mengguncang, ia tetap meneruskan adzannya hingga selesai, hingga pemuda ini meregang nyawa tersapu tsunami yang meluluh lantahkan. Pemuda taat yang menginspirasi kita agar menjadi pemuda yang akrab dengan masjid, gagasan pemuda 1000 masjid ingin memulainya, dimulai dengan mengunjungi masjid.

Sebuah masjid yang terkenal di Kota Palu Sulawesi Tengah, masjid yang menjadi ikon Kota Palu, masjid yang menjadi suatu tempat yang harus dikunjungi bagi pengunjung yang sedang berwisata atau berkegiatan di Kota Palu. Masjid ini pada awal berdirinya sangat aktif dengan kegiatan kajian-kajian Islam, bila ada artis atau tokoh nasional yang berkunjung ke Palu sebagian besar akan meluangkan waktu untuk mengunjungi masjid ini, Masjid Terapung Kota Palu. Letaknya di pinggir pantai, sangat ramai pengunjung, desainnya sangat indah. Di dominasi oleh batu marmer yang terbaik, berkombinasi dengan warna hijau, warna krem, di malam hari di hiasi dengan lampu berwarna-warni. Untuk menuju ke masjid kita melewati satu jembatan kecil, yang juga tak kalah indah, ketika berada di dalam masjid kita akan merasakan sensasi dingin pada lantainya dan hembusan angin pantai yang sejuk. Lampu-lampu berjejer di jembatan kecil menuju masjid, lampu yang indah mirip lampu taman kota-kota besar di Eropa. Itu dulu, sebelum bencana Gempa, Tsunami, dan Liquifaksi melanda.




Kini suasananya berbeda, sangat berbeda, bagi yang pernah mengunjungi masjid ini pasti akan merasakan, penulis juga pernah berkunjung disini. Jembatan kecil penghubung jalan dan masjid telah hancur, tempat wuduh, lampu-lampu penerangan hancur, namun masjid tetap kokoh. Meski kuda-kuda masjid hancur disapu tsunami, meski sekarang masjidnya miring, tempat tersebut tetap menyimpan kenangan, masih menjadi tempat favorit untuk berfoto. Setelah bencana, masjid ini masih favorit untuk dikunjungi. Masjid Terapung Palu, punya banyak kenangan, punya banyak cerita, masjid sebagai tempat untuk berkontemplasi, tak hanya tempat beribadah semata. Buat kamu yang sedang berada atau jalan-jalan di Kota Palu, jangan lupa mengunjungi Masjid Terapung Palu ya!



Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, September 23, 2019

Monumen Persaudaraan, Nosarara Nosabatutu

Nosarara Nosabatutu, Bersama kita bersaudara, bersama kita bersatu, menjadi pilihan nama untuk penamaan sebuah monumen tinggi dan indah di bagian timur Kota Palu Sulawesi Tengah. Dari Kota Palu, kita melintas Jalan Sisingamaraja terus ke arah utara, perempatan pertama kita tetap mengambil jalan lurus, seperti jalan tol, Jalan Soekarno-Hatta nama jalan tersebut.

Mulai dari Jalan Soekarno-Hatta, jalan mulai naik turun, tetapi dominan naik, melewati bukit-bukit, melewati Bukit Jabal Nur, melewati  Gedung Besar milik Polda Sulteng. Sesudah itu ada pertigaan, ada penunjuk jalannya, tetapi kita mengambil jalan memutar terlebih dahulu. Jalannya berkelok-kelok, tak terlalu lebar, masih aspal kasar, di pinggirnya semak-semak berduri, juga bukit-bukit hijau yang indah. Terus mendaki hingga ke pintu gerbang untuk membayar uang masuk terlebih dahulu.

Monumen Nosarara Nosabatutu begitu indah dan memukau dari dekat, begitu pula dari kejauhan. Berwarna putih, berkombinasi dengan warna merah, emas, dan hitam. Ada tangga-tangga yang kita harus waspada meniti tangga tersebut. Ada pula spot foto-foto yang disiapkan oleh pengelola, juga ada Gong Perdamaian. Dari puncak Monumen Nosarara Nosabatutu, Kota Palu tampak jelas 3 dimensi, peguningan yang berwarna biru, lembah hijau dan perumahan padat penduduk, serta laut biru dan teluk Palu yang indah di pandang mata.



Persaudaraan adalah sesuatu yang sangat penting bagi bangsa kita yang heterogen, maka jalan-jalan produktif kali ini juga untuk menggali nilai-nilai persaudaraan. Persaudaraan bukan hal yang mudah, ketika sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai latar belakang suku dan  organisasi sepakat untuk bersaudara, sepakat untuk menyebut identitas baru, yaitu Indonesia. Persaudaraan ini yang harus terus kita rawat dan kita jaga, mengunjungi Monumen Nosarara Nosabatutu juga adalah bagian jalan-jalan sekaligus merenungi semangat persaudaraan itu.



Udara yang begitu segar di ketinggian, panorama awan-awan yang berpindah, awan hujan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, terlihat jelas dari Kompleks Monumen Nosarara Nosabatutu. Bagian barat juga diliputi oleh pegunungan beserta bukit-bukit hijau, biasanya tempat ini juga dijadikan sebagai rute long march, berjalan dari Kota Palu menuju puncak jaraknya cukup jauh dan menantang, tetapi pada umumnya para petualang sangat menikmatinya. Terlihat jelas juga di bagian utara salah satu kampus negeri kebanggaan Sulawesi Tengah.



Kompleks monumen ini juga menyediakan kafe, tak perlu takut kelaparan, tersedia berbagai macam minuman, makanan berat, dan makanan ringan. Taman-taman di dekat kafe tertata rapi beserta kolamnya. Anda harus jalan-jalan kesini untuk menyaksikan keindahan alam, merasakan semangat persaudaraan sebagaimana filosofi nama monumen tersebut. Ajaklah sejenak keluarga untuk berjalan-jalan ke Monumen Nosarara Nosabatutu, ajak pula sahabat, teman-teman, kerabat, handai taulan, agar bisa menikmati keindahan Ibu Kota Bumi Tadulako. Ayo ke Palu! Ayo ke Sulteng!





Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, September 21, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (6)

Beras-beras sudah di atur sedemikian rupa, dipaketkan dengan mie instan, dipaketkan dengan telur, dan bahan-bahan pokok lainnya. Pakaian-pakaian layak pakai juga sudah tertata rapi dan siap untuk diangkut. Sekelompok pemuda-pemuda pecinta Mushollah telah berseragam lengkap dan siap berangkat, bersiap menuju tempat tujuan untuk melaksanakan bakti sosial. Seorang pemuda kurus ingusan sungguh tak menyangka ia dipilih sebagai ketua panitia kegiatan tersebut.

Mobil-mobil dan puluhan motor pun berangkat dengan sebuah misi mulia, setelah sebelumnya bergelut di kampus, menghimpun bantuan dari seluruh civitas kampus, bergerak bersama untuk melakukan kebaikan. Lokasi yang dituju adalah Desa Towale Kabupaten Donggala. Beberapa pekan yang lalu desa ini sudah dikunjungi oleh sebagian senior untuk melakukan Survey. Dari Kota Palu menuju Kota Donggala Sulawesi Tengah memakan waktu sekitar 30-40 menit, jalanan cukup mulus melewati pesisir. Pemandangan yang akan kita saksikan berupa pantai dan keindahannya.

Kota Donggala dulunya adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, mungkin karena di zaman dulu perdagangan di pelabuhannya sangat maju. Sebelum masuk Kota Donggala, kita akan menyaksikan anjungan pantai yang beberapa tahun ke depan akan ramai pedagang kaki lima dan pengunjung. Dari Kota Donggala sekitar 40 menit lagi tiba di Desa Towale Kabupaten Donggala. Akhirnya rombongan pemuda pencinta mushollah ini tiba di Desa Towale untuk menyalurkan bantuan. Terlebih dahulu bertemu dengan pihak-pihak yang berwenang agar kegiatan berjalan dengan lancar, aparat desa setempat. Dan tentunya di awali dengan seremonial di masjid. Mengapa masjid? Ya, masjid menjadi pilihan utama, sebab para pemuda ini berlatar belakang organisasi pencinta mushollah.

Sang pemuda 1000 masjid yang ikut dalam rombongan masih begitu lugu, karena statusnya sebagai mahasiswa baru, sangat baru dalam hal organisasi, sangat baru dalam hal kegiatan, sangat baru dalam dinamika pergerakan mahasiswa. Masjid Desa Towale menjadi saksi betapa para pemuda pencinta mushollah yang masih berstatus sebagai mahasiswa baru, begitu gugup dan kaku berkegiatan, maklum sebagian besar dari mereka baru bisa mengaktualisasikan dirinya di organisasi kemahasiswaan.



Kegiatan berlangsung lancar, setelah pembukaan di Masjid Desa Towale, para pemuda ini menyebar mendistribusikan bantuan langsung kerumah warga yang telah terdata. Semua bermula dari masjid, pengumpulan bantuan di kampus dilakukan di masjid, rapat panitia pelaksana kegiatan juga dilakukan di masjid, pembimbingan pelaksanaan kegiatan juga dilakukan di masjid, pembukaan kegiatan secara seremonial juga dilakukan di masjid, tempat berkumpul favorit para pemuda ini juga di masjid. Dari masjid kebaikan bermula,  dari masjid kebaikan tersebar. Tak ada ruginya bila kita mengunjungi masjid, jadi mumpung masih muda ayo kunjungi sebanyak-banyaknya masjid ya. Agar kebaikan akan terus bersama kita, teruslah membersamai orang-orang baik di masjid, teruslah mengunjungi masjid.




Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, September 16, 2019

Pelangi Kecil di Air Terjun Wera Sigi!

Bunyi gemericik air, bunyi derasnya air menghantam bebatuan, jernihnya air berkilau diterpa sinar matahari, pemandangan lazim yang kita saksikan bila berkunjung ke air terjun. Tunggu, bagaimana bagi mereka yang belum pernah ke air terjun? Santai saja, suatu saat kalian akan kesampaian juga berlibur dan berekreasi ke air terjun. Kali ini jalan-jalan produktif kita berlokasi di Bumi Tadulako Sulawesi Tengah.

Kota Palu adalah kita tiga dimensi, begitu kata seorang teman, ada gunung yang menjulang di bagian timur dan barat, ada lembah yang datar, dan laut beserta pantainya yang indah terbalut dalam Teluk Palu. Dari Kota Palu Sulawesi Tengah, kita akan menuju ke Air Terjun Wera Kabupaten Sigi. Penulis punya pengalaman yang tak terlupakan tentang air terjun ini, penulis pernah berjalan kaki dari Air Terjun Wera Kabupaten Sigi menuju Taman GOR Kota Palu. Perjalanan yang tak terlupakan  dan sangat berkesan, sekitar 9 jam perjalanan dilakukan dengan berjalan kaki.

Jalan dari Kota Palu menuju Kabupaten Sigi sangat mudah untuk kita temukan, karena jalanannya sudah bagus dan beraspal mulus. Dari bundaran palupi, kita belok kiri ke arah selatan Kota Palu. Cukup mengikuti saja Jalan Poros Palupi menuju Kabupaten Sigi, kita akan melintasi beberapa desa, pemandangan yang akan kita saksikan juga sangat memukau dan membuat kita kagum. Sepanjang perjalanan kita melintasi kaki gunung, tampak gunung berwarna biru di sebelah barat berkonfigurasi dengan bukit-bukit kecil berwarna krem beserta pepohonan dan tumbuhan khas tanah tandus.

Agar tidak tersesat, aktifkan google maps dan ketik "Air Terjun Wera Sigi", kita jugs akan mendapatkan pemandangan sawah hijau yang terbentang luas, gunung biru yang kini tampak hijau karena jaraknya semakin mendekat ke jalan poros. Rumah-rumah khas pedesaan, kantor desa, masjid, ternak-ternak, inilah Indonesia, asli Indonesia! Tampak dari kejauhan, kita akan melihat air terjun tersebut, berwarna putih dari kejauhan, muncul di antara hijaunya tampilan gunung dan kaki gunung, membuat para petualang yang sedang melakukan jalan-jalan produktif nya tergerak untuk bergegas menuju kesana.

Penunjuk jalannya tampak sudah kusam, kita belok kanan ke arah barat menuju gunung, menuju air terjun tersebut. Penanda jalan yang masih jelas adalah Sekolah Tinggi Teologia, bila menemukan penanda jalan tersebut artinya anda berada di jalan yang benar menuju Air Terjun Wera Kabupaten Sigi.  Jalanan mulai tidak mulus, yang tadinya aspal mulus mulai berbatu, mulai dari berbatu halus menjadi berbatu kasar sampai memang benar-benar menjadi tanah. Melewati gereja, kendaraan kita parkirkan tak jauh ke depan, tepatnya di rumah warga.




Berjalan kaki mulai di lakukan dari sini, kita melintasi jalan setapak yang penuh dengan semak, melintasi jembatan gantung, harus berhati-hati dengan keberadaan larva kaki seribu yang berwarna putih sepanjang jalan dan hinggap di dedaunan. Kita juga akan mendapati dataran dan pos yang tampak tua, dataran ini biasanya digunakan untuk berkemah. Lereng yang akan kita lintasi nyaris miring 90 derajat, harus benar-benar berhati-hati dan berpegangan pada tumbuhan atau batu.




Jalan setapak menuju air terjun panjang, naik turun, berbatu. Untuk yang suka tantangan bisa mencoba melintasi jalur air terjun, melewati air dan bebatuan, tetapi harus dalam pengawasan profesional, sebab ada beberapa arus yang cukup kencang di jalaur air terjun dan berpotensi membuat kita hanyut. Ketika sampai di puncak air terjun, ada kepuasan tersendiri yang kita dapatkan, mencintai negeri ini dengan bertualang, menikmati keindahan alam, paduan pancaran air dan sinar matahari membentuk sebuah pelangi kecil di puncak Air Terjun Wera Kabupaten Sigi. Buat kamu para petualang, harus menyempatkan diri mengunjungi tempat ini, Ayo ke Sigi! Ayo ke Sulteng!





Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, September 12, 2019

Petualangan di Air Terjun Tara Sigi!

Perjalanan kali ini, akan melintasi provinsi, Jalan-jalan Produktif kali ini, berada di Bumi Tadulako Provinsi Sulawesi Tengah. Tepatnya di Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, sebuaj kabupaten yang secara geografis nyaris mengelilingi Kota Palu Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Bagaimana tidak, batas barat Kota Palu adalah Kabupaten Sigi, batas Selatan Kota Palu juga adalah Kabupaten Sigi. Perjalanan kali ini sangat seru, mari kita simak.

Pagi yang cerah di Desa Porame Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, ayam jantan bersahut-sahutan dengan bunyi khas nya masing-masing, petani sudah berada di sawah memulai aktivitasnya, para pegawai sudah bersiap-siap menuju ke kantornya, begitu pula siswa sekolah dan para mahasiswa, sedang bersiap-siap menuju Sekolah dan Kampusnya masing-masing. Pagi yang begitu segar, aktivitas sudah dilakukan oleh masyarakat, mencari rezeki untuk penghidupan yang layak, bergerak mencari Ridha Ilahi.

Sejumlah pemuda sedang bersiap-siap di Kantor Desa Porame Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Bersiap dengan sandal gunungnya, bersiap dengan topi birunya, ransel kecil, bahkan ada yang tidak mengenakan ransel, titik berkumpul adalah kantor desa. Maka perjalanan pun di mulai dengan kendaraan roda dua, beberapa kendaraan roda dua sudah melaju menuju arah barat Desa Porame, melintasi kantor Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi, melintasi Puskesmas Kecamatan, melintasi lapangan desa yang juga merupakan pusat kegiatan masyarakat desa, melintasi Masjid kedua yang berdiri di Desa Porame.

Tak berapa lama sejumlah pemuda ini tiba di Desa Uwemanje Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Memarkirkan kendaraannya di sebuah rumah panggung lalu perjalanan sebenarnya pun dimulai. Menurut pemuda desa, tempat ini masih sangat alami, jadi persiapkan diri dengan baik. Benar saja informasi tersebut, jalan yang dilalui bukan benar-benar jalan, harus memangkas semak-semak terlebih dahulu baru bisa lewat.


Air Terjun Tara Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah, itu tempat yang akan dituju. Menerabas semak-semak sepanjang sungai kecil agar bisa melewatinya adalah pengalaman yang mendebarkan bagi beberapa pemuda ini. Ketika jalan buntu, yang dilakukan adalah menyeberangi sungai dan menyusurinya, wooow! Ternyata bagian terbaik dari perjalanan ini adalah menyusuri anak sungai dan berbasah-basah!


Selanjutnya melintasi tebing yang harus berhati-hati ketika melewatinya karena di bawah ada anak sungai yang tak dangkal dan berarus, luar biasa! Seluruh tubuh nyaris menempel di tebing agar bisa lewat! Setelah menyusuri sungai, jalan kembali buntu karena ketinggian sungai. Beberapa pemuda desa mengambil beberapa kayu dan membuatnya menjadi tangga darurat agar bisa memanjat, luar biasa! Hampir di ujung perjalanan, sekujur tubuh telah basah, kita telah sampai di Air Terjun Tara Sigi, bunyi air deras yang mengalir, udara khas sugai begitu sejuk, ternyata masih ada lagi jalan menuju puncak air terjun ini di atas sana, mungkin di lain kesempatan kita akan menelusurinya lagi. Air Terjun Tara Kabupaten Sigi, kamu harus kesini menikmatinya, masih sangat alami dan sejuk. Ayo ke Sigi! Ayo ke Sulteng!


Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 29, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (8)

Kota Palu adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, sering juga disebut Bumi Tadulako. Itu juga salah satu alasan mengapa tulisan ini berjudul Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako. Gempa bumi 7,4 Skala Richter merupakan bencana yang menyebabkan duka dan trauma bagi masyarakat setempat. Pengakuan dari warga ketika gempa terjadi, berdiri saja sulit apalagi berjalan, berdampak secara fisik maupun psikis. Tak lama setelah gempa, menyusup pula tsunami yang meluluh lantahkan Pantai Talise, Pantai Silae, Anjungan Nusantara, dan beberapa titik di Pantai Donggala. Hampir bersamaan dengan liquifaksi yang terjadi di Balaroa Palu Barat, Petobo Palu Selatan, dan Desa Jono Oge Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Tulisan ini tak hendak menyajikan data-data korban ataupun data kerusakan, tetapi lebih kepada menceritakan kembali dari sudut pandang kemanusiaan, kepedulian, dan betapa pentingnya kita berjalan-jalan ke tempat ini.

Mobil truk yang kami tumpangi melaju menuju pusat Kota Palu, menurunkan beras terlebih dahulu sesuai amanah donatur, lalu meneruskan perjalanan menuju posko bencana di dekat Bandara Mutiara SIS Al-Jufri. Banyak tenda-tenda berdiri, hunian sementara para korban bencana. Langit begitu cerah, birunya sangat jelas dan terang benderang, hawa terasa panas, mengingat Kota Palu adalah daerah yang dilintasi garis khatulistiwa. Sebentar lagi serial ini alan berakhir, tetapi mari kita mengambil inspiraso sebanyak-banyaknya. Posko bencana kami adalah posko gabungan, rupanya Pemerintah Kabupaten Enrekang Sulawesi Selatan juga berposko di tempat yang sama. Bahkan penulis sempat bertemu dengan Bupati Enrekang yang menjabat saat itu. Ratusan mobil dari Enrekang juga mendarat menuju Kota Palu dengan semangat kemanusiaan, kepedulian, dan berbagi.

Pengalaman yang tak kalah menariknya addalah ketika Relawan dari Inggris, Jerman, dan Malaysia juga membersamai kami di posko. Bersama-sama mengatur logistik untuk di salurkan, bersama-sama melakukan asesmen, bersama-sama bekerja sama dalam misi kemanusiaan. Menyalurkan bantuan di beberapa titik pengungsian, panti asuhan, berbagi sarapan dan makan siang di camp pengungsian, sungguh menggugah hati ini, betapa hari ini kita beruntung dalam kesehatan dan keamanan. Bertemu dengan relawan gabungan, bertemu dengan orang-orang yang baik, bertemu dengan orang-orang dengan kesabaran yang luar biasa, bertemu dengan orang-orang dengan semangat yang luar biasa untuk bekerja dan bangkit kembali! Sungguh misi kemanusiaan kali ini benar adalah jalan-jalan produktif.

Menemukan inspirasi, menemukan pelajaran, lalu mengolahnya menjadi sesuatu yang dapat dibagikan, disebarkan, dibaca oleh banyak orang, anggaplah ini adalah upaya kecil kami sebagai manusia yang juga ingin berbuat, berkontribusi, membangun negeri ini. Jalan-jalan produktif adalah jalan-jalan yang juga ingin mengajakmu ikut berjalan. Menapaki langkah, bersama-sama juga berbuat, sekecil apapun itu. Hari ini, pengalaman adalah sesuatu yang sangat penting untuk dituliskan dan diceritakan. Jangan bosan-bosan berjalan-jalan dan membaca kisah selanjutnya ya!

Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, August 28, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako (7)

Langit subuh merona indah di ufuk timur, tak lama lagi jingga fajar akan menghiasi pemandangan langit Pasangkayu. Kaki-kaki kumal tak elok melangkah meninggalkan Masjid Raya Pasangkayu. Berbagai macam latar belakang profesi dan kondisi memulai aktivitasnya, kebanyakan yang menginap di Masjid Raya Pasangkayu adalah relawan yang hendak menuju Kota Palu Sulawesi Tengah, ada masyarakat Kota Pasangkayu, ada korban bencana yang berencana mengungsi ke Sulawesi Selatan, semuanya baru-baru saja meninggalkan Masjid dan bersiap untuk beraktivitas.

Kejadian semalam cukup mengagetkan, ratusan mobil truk pengangkut bantuan logistik diberhentikan di Kota Pasangkayu oleh aparat keamanan setempat, hasil koordinasi aparat setempat dan kendaraan pengawal bantuan logistik kemanusiaan. Rupa-rupanya ada beberapa daerah yang rawan bila dilintasi malam hari, akhirnya ratusan truk bantuan logistik di izinkan untuk melintas pada pagi hari. Jam 6 pagi rombongan mulai melanjutkan perjalanan dari Kota Pasangkayu Sulawesi Barat ke Kota Palu Sulawesi Tengah, kira-kira sekitar 3 jam lagi kami sampai ditujuan.

Alasan lain adalah, sudah ada beberapa kali kejadian mobil yang membawa bantuan logistik di jarah oleh masyarakat setempat, entah masyarakat tersebut merupakan korban bencana atau bukan, penulis tidak ingin masuk ke perdebatan kontra-produktif tersebut, tetapi pada dasarnya bantuan yang dihimpun harus disalurkan secara profesional melalui posko yang sudah terdaftar, tidak bisa disebarkan secara sembarangan layaknya Santa Clauss yang datang membagi-bagikan hadiah lalu berteriak hohoho! Amanah dari para donatur harus benar-benar disampaikan, maka ada proses asesmen, pendataan, serta koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Mobil meluncur mulus menuju tujuan, sepanjang jalan poros Pasangkayu Sulawesi Barat - Donggala Sulawesi Tengah kami ditemani oleh pemandangan alam yang menakjubkan. Bukit-bukit yang tak terlalu tinggi, bukit hijau dan jembatan-jembatan besar di atas sungai yang juga lebar dan besar, pantai di bagian barat, indah dan menyegarkan ketika memandanginya. Sesekali kita akan bertemu dengan jalan lurus dengan banyak rumah penduduk di pinggir jalan, ketika memasuki Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah, pemandangan di dominasi oleh ribuan pohon kelapa yang berjejer rapi dan rapat sampai ke Pantai. Di Kabupaten Donggala ada beberapa tempat wisata menarik untuk sekedar rekreasi atau jalan-jalan, ada Pantai Khayalan, ada Pusentasi atau pusat laut Donggala, ada pantai Tanjung Karang Kabupaten Donggala, layak untuk dijadikan tujuan jalan-jalan produktif di lain hari.

Kami telah tiba di Kota Donggala Sulawesi Tengah, tak lama lagi akan tiba di Kota Palu, sekitar 30 menit lagi menurut perkiraan. Kami sempat menyaksikan rumah-rumah yang rubuh, rumah yang tersapu oleh tsunami di beberapa titik pesisir Pantai Donggala, yang membuat kami bertanya-tanya adalah Masjid yang berada di pinggir pantai tepat di daerah terpaan tsunami tidak mengalami kerusakan yang berarti, tetapi rumah di sekitarannya hancur berantakan. Jadi, pemandangan yang kami saksikan adalah Masjid yang berdiri kokoh ditengah puing-puing reruntuhan hantaman tsunami, tak hanya satu, ada dua yang sempat penulis saksikan. Tak terasa kami sampai di Kota Palu Sulawesi Tengah, pantai yang dulu indah kini seolah-olah menjadi kuburan masal, tampak beberapa alat berta tengah berusaha membersihkan puing- puing reruntuhan bangunan agar bisa dilewati, para relawan dari berbagai macam lembaga filantropi tengah berkolaborasi dengan TNI, POLRI, Tenaga Medis, dan masyarakat setempat bekerja sama bahu membahu agar Palu dan sekitarnya kembali bangkit, pegawai-pegawai PLN pun sedang asyik bercengkrama dengan kabel-label listrik agar listrik kembali normal di lokasi bencana. Mobil kami pun tiba di Pantai Talise, Palu bagian barat, tiba-tiba ada bau yang sangat menyengat menusuk dan menohok hidung kami, bau busuk apa ini?! Baunya tajam dan busuk!

Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, August 22, 2019

Misi Kemanusiaan di Bumi Tadulako

Barang-barang sudah di tumpuk di dalam bak sebuah mobil truk, mobil truk berwarna merah dengan bak berwarna biru di belakangnya. Ukuran mobil truk tersebut tidak terlalu besar, tidak pula terlalu kecil. Berbagai macam bantuan untuk misi kemanusiaan ini terkumpul di posko bantuan, di sebuah Ruko dekat Pasar Daya Baru Sudiang Makassar. Ada yang menyumbang dana, ada pakaian bekas, bahan makanan, tenda, serta bahan-bahan lain yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang terkena dampak bencana gempa bumi, tsunami, dan likuifaksi di Kota Palu, Kabupaten Donggala, serta Kabupaten Sigi Sulawesi Tengah. Perjalanan dari Kota Makassar menuju Kota Palu berjarak 826 Kilometer berdasarkan google maps, melintasi 3 Provinsi yaitu, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Beberapa relawan yang akan berangkat terbagi menjadi 3 tim, yaitu tim lewat udara dengan menaiki Pesawat Hercules milik Angkatan Udara Republik Indonesia, tim laut dengan menaiki Kapal Angkatan Laut Republik Indonesia, dan tim darat dengan mobil truk. Saat itu penulis tergabung dalam tim darat membawa bantuan logistik dengan mobil truk, perjalanan darat yang penuh dengan pengalaman dan cerita akan segera di mulai, mengingat fakta di lapangan tentang adanya penjarahan mobil yang membawa bantuan korban bencana.

Pagi itu pukul 8, matahari memancarkan sinar sejelas-jelasnya, dilengkapi dengan awan putih yang berarak indah bergerak dengan perlahan dan anggun, ciptaan Tuhan yang seharusnya membuat manusia semakin bersyukur jika mengamati dan memikirkannya. Mobil truk sudah berangkat denga muatan bak yang sekitar 70% penuh, sepertinya memang sengaja tidak diisi penuh agar bisa menampung bantuan tambahan. Truk melaju di Jalan Perintis Kemerdekaan menuju arah utara Kota Makassar, memasuki simpang 5 Bandara Internasional Sultan Hasanuddin gerbang perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Maros sudah tampak.

Mobil truk melaju melintasi Kota Maros dengan kesibukan perkotaannya, aktifitas kantor, aktifitas perdagangan, aktifitas pendidikan, membuat jalan poros Maros lumayan padat namun tidak menimbulkan kemacetan yang berarti. Dari Kota Maros mobil truk melaju dengan cepat menuju Kabupaten Pangkajene Kepulauan atau Pangkep. Pangkep dengan sajian jalan poros berbahan beton serta hamparan sawah, gunung, lembah, dan pantai cukup untuk membuat mata terjaga. Semangat kemanusiaan, semangat untuk berbagi, terpatri di dalam diri, jiwa rela berkorban sebagaimana yang di ajarkan dalam pendidikan pancasila dan kewarganegaraan di masa-masa sekolah dasar, jiwa ini kembali hidup, rela berkorban, tenggang rasa, peduli, benar-benar dirasakan dan di praktekan dalam misi kemanusiaan kali ini.

Dari Kota Pangkep, mobil terus melaju dengan kencang menuju Kabupaten Barru, sekitar 3 jam lamanya perjalanan darat dari Makassar menuju Kabupaten Barru. Perbatasan Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Barru letaknya tepat di pantai dengan tugu dan gerbang khas yang cukup sebagai penanda bahwa kita telah berpindah Kabupaten. Tiba-tiba handphone berdering, ada yang melakukan panggilan ditengah perjalanan panjang ini.
(Bersambung).

Oleh : Mohamad Khaidir

BERTUTUR TENTANG JEPANG