Friday, September 27, 2019

Lompatan Spektakuler di Bukit UIN!

Jalan-jalan produktif itu keren, kita bisa mengambil pelajaran sekecil apapun, sesedikit apapun, apalagi bila sesuatu yang di dapat itu begitu banyak. Maka, kebiasaan baik ini harus terus kita lakukan, tak sekedar berpetualang, tak sekedar menjelajah, lebih dari itu, kita bisa melakukan sesuatu yang produktif, misal menulis. Kali ini mari kita lanjutkan episode jalan-jalan produktif kita, di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan, tetangga dekat dari Kota Makassar Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan.

Bila memulai dari Kota Makassar, kita cukup masuk ke Jalan Letjen Hertasning, dari sini kita terus lurus ke arah timur sampai melewati Jalan Aroepala dan bertemu dengan gerbang perbatasan Kota Makassar dan Kabupaten Gowa. Masuk di Jalan Tun Abdul Razak Kabupaten Gowa, kita cukup lurus saja, perjalaban akan dihiasi dengan pemandangan sawah yang luas, pepohonan yang ditanam di pinggir jalan, masih sangat rindang, terdapat satu dua toko, warung kopi, dan meubel. Ini merupakan sinyal bahwa beberapa tahun ke depan Jalan Tun Abdul Razak Gowa akan segera menjadi pusat keramaian.

Perjalanan kita lanjutkan, bila Masjid Muhammad Cheng Hoo sudah terlihat di kanan jalan atau bagian selatan, itu berarti sekitar 400 Meter lagi kita akan sampai di Bundaran Samata Gowa. Masuk di Bundaran Samata, cukup lurus saja ke arah timur, ke arah Kampus Satu Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar. Kita sebut saja UIN, karena memang populer dengan akronim seperti itu di kalangan civitas akademika dan masyarakat pada umumnya.

Tempat yang akan kita tuju adalah, sebuah bukit kecil dengan padang rumput hijau yang menawan hati karena keindahannya, serta batu besar seolah kokoh menjadi pelengkap keindahan bukit tersebut. Teman-teman menyebutnya Bukit UIN, mungkin karena lokasi nya sangat dekat dengan Kampus UIN Alauddin. Dari Bundaran Samata Gowa, kita lurus saja sekitar 400-500 Meter, sebelum Kampus UIN Alauddin, kita belok kiri, penandanya adalah sebuah kost-kostan yang dengan rawa-rawa, belok kiri kemudian terus sekitar 10 Meter kita akan mendapatkan Bukit UIN tersebut.






Pemandangannya sangat indah, sangat sayang bila kamu tak mampir kesini untuk berfoto-foto sejenak, secukupnya. Indonesia memang begitu indah, padang rumput hijau yang luas, ada bebatuan, langit biru dan awan putih, kesegaran udara yang dihirup, sangat keren dan indah untuk kita lewatkan begitu saja momentum ini. Maka beberapa pemuda mengambil inisiatif untuk sedikit mengubah gaya mereka ketika pengambilan gambar, ada yang melompat, ada yang melakukan salto, lompatan spektakuler, khas anak muda yang menghempaskan semangatnya ke udara.







Dari Bukit UIN ini juga menyembul sebuah menara telekomunikasi terdekat, pemandangan Kota Makassar juga terlihat dari ketinggian Bukit UIN ini. Terlihat gedung-gedung tinggi di Kota Makassar dari ketinggian ini. Gunung lainnya juga terlihat, gunung biru berpadu denga padang rumput hijau. Di bukit ini juga terdapat sebuah batu besar. Kamu harus segera jalan-jalan kesini, Ayo melompat dengan spektakuler! Ayo ke Gowa! Ayo ke Sulsel!




Oleh : Mohamad Khaidir

Thursday, September 26, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (8)

Gedung-gedung menjulang tinggi di sekitarnya, mulai dari Apartemen, Hotel-hotel, pusat perbelanjaan modern, bioskop-bioskop, Bank, kafe-kafe, Sekolah-sekolah mulai dari bertaraf Nasional sampai bertaraf internasional, seperti inilah kepadatan perkotaan. Kendaraan-kendaraan lalu lalang dengan segala keperluan dan aktivitasnya, entah saling peduli atau tidak, itu urusan belakangan, tapi ini juga hal yang harus segera kita benahi bersama-sama. Agar tak ada kekakuan meskipun kita tinggal di Kota.

Mulai dari satu taman ke taman yang lain, dari gedung satu ke gedung yang lain, memang tak ada tempat yang dapat mengumpulkan begitu banyak manusia dalam intensitas yang banyak setiap harinya kecuali masjid. Berkunjung ke masjid itu ibarat kita sedang berada di padang gurun yang gersang lalu berjalan-jalan mencari sumber air dan menemukan oase. Eureka! Aku menemukan sesuatu yang baik! Begitu kira-kira analoginya. Masjid ibarat oase di tengah zaman ketidakpercayaan ini, oase yang bila kita meminum airnya maka diri ini ingin segera melakukan kebaikan.

Pemuda pada zamannya adalah seseorang yang memiliki semangat berapi-api, semangat eksperimental yang kuat. Bila ada sesuatu yang baru, lebih baik, lebih bagus, lebih efisien, lebih efektif, maka ia pasti akan segera mencobanya meskipun belum terbukti keberhasilannya. Berhasil itu urusan belakangan, yang penting berusaha dulu, dengan ilmu dan metode yang baru, senenarnya tak sama sekali baru, hanya pengulangan gagasan namun mendapat tambahan segar dengan cara baru sesuai dengan kekinian dan kedisinian.

Satu orang Pemuda mengunjungi 1000 masjid, bukankah itu sesuatu yang sangat baik dan bagus? Tempat yang baik ini harus sering dikunjungi oleh para pemuda, semangat yang berapi-api itu di poles dengan karakter baik karena rajin mengunjungi masjid. Jadi, siapapun yang masih muda, jalan-jalanlah ke masjid, selain jalan-jalan keliling Indonesia jalan-jalan juga lah ke masjid untuk beristirahat sejenak dari penatnya aktivitas perkotaan.

Sebuah jalan di Kota Makassar Sulawesi Selatan, Jalan Boulevard namanya, adalah jalan dengan kompleks pertokoan. Sebuah jalan yang sepanjang pinggir jalurnya terdapat begitu banyak toko, Hotel-hotel, perumahan elit, dan Mall Panakukang, Mall terbesar di Kota Makassar. Ada sebuah masjid yang sangat indah, dibangun di Jalan Boulevard, tepatnya di Kompleks Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Masjid Nurul Jihad namanya.

Para pemuda sering berkunjung disini, untuk menjalankan ibadah, juga untuk berolahraga. Halamannya sangat luas sehingga bisa di pakai untuk berolahraga pula. Beginilah seharusnya masjid, tak hanya sarana Ibadah saja, hal-hal produktif lainnya juga bisa dilakukan disini. Berdiskusi, berolahraga, bermajelis ilmu, study Club, bahkan ada salah satu masjid di Sulawesi Selatan yang halamannya dipakai untuk latihan bela diri secara rutin. Beginilah seharusnya fungsi masjid, dan beginilah seharusnya pemuda, sering mengunjungi masjid agar menjadi pemuda yang positif, ayo ke Masjid Nurul Jihad, ayo ke Masjid!










Oleh : Mohamad Khaidir

Wednesday, September 25, 2019

Pulau Samalona, Oh Indahnya!

Kota Makassar, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan masih menyimpan keindahan alam untuk kita jelajahi, keindahan alam yang perlu kita eksplorasi dan melakukan petualangan. Kali ini perjalanan masih di sekitaran Kota Makassar, dan tempat wisata eksotis yang akan kita tuju masih dalam wilayah administratif Kota Makassar. Kali ini adalah kisah pemuda, bukan hanya pemuda, pemudi pun ikut dalam rombongan ini, kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan positif, kegiatan pengembangan diri.

Sudah banyak di antara kita yang mengenal Pantai Losari bukan? Ya, menuju tempat ini kita melintasi jalan yang menuju Pantai Losari Makassar, tetapi karena ada perubahan rekayasa lalu lintas, mungkin untuk mengurangi kepadatan kendaraan atau kemacetan, maka di rekayasalah jalan menuju Pantai Losari menjadi satu arah. Dari tugu Nol Kilometer Makassar, tugunya besar dan tinggi, lampunya sangat terang, di tengah tugu tampak miniatur bumi bulat yang berputar. Dari tugu ini kita belok kiri, ke arah selatan, ke arah Pantai Losari, akan tetapi jauh sebelum Pantai Losari kita harus stop, memarkirkan kendaraan kita di sebuah pelabuhan.

Gerbang pelabuhan tersebut kecil, namun ramai pengunjung, kita titip kendaraan kita dengan hanya membayar tak sampai 10 Ribu Rupiah kepada penjaganya. Dari pelabuhan ini,  kita langsung menyewa kapal untuk menyeberang. Hah? Menyeberang? Ya, tujuan kita adalah sebuah pulau yang indah. Rombongan pemuda-pemudi positif tadi sudah bersiap melakukan jalan-jalan produktif nya, bersiap dan duduk didalam kapal besar berwarna putih dengan kombinasi warna kuning. Bendera Merah Putih berukuran kecil berkibar di atas kapal, menandakan bahwa kita adalah bangsa besar, bangsa yang terkenal nenek moyangnya adalah para pelaut ulung sekaligus para pebisnis tangguh, agar dagangannya laku lautpun dilintasi.

Sekitar 30-40 menit, kapal pun tiba di dekat Pantai Pulau Samalona, catat baik-baik tempat eksotis ini, Pulau Samalona. Kapal tak dapat bersandar terlalu dekat ke Pantai, mungkin karena ukuran kapal yang terlalu besar atau khawatir tempat berlabuhnya terlalu landai. Alhasil kapal merapat ke sebuah anjungan buatan, sebuah pelabuhan buatan, terbuat dari ratusan pelampung, pelampung ini berwarna kuning dan biru, kombinasi warna yang menakjubkan, mengapung agak jauh dari pantai. Setelah penumpang diturunkan di pelampung ini, penumpang akan di antar secara bertahap menggunakan perahu kecil.





Putihnya pasir berkilauan diterpa mentari, langit biru dipadu dengan awan putih, terumbu karang serta ikan-ikan kecil berkejaran kesana kemari, para nelayan sedang menunaikan tugasnya, laut yang berwarna hijau tampak begitu bening berpadu dengan pasir putih dan pepohonan Pulau Samalona, ditempat yang agak dalam laut berubah menjadi warna biru. Sungguh tempat wisata yang sangat indah, kamu harus jalan-jalan kesini, siapkan pakaian renangmu, siapkan sun cream, siapkan mental dan fisik, siapkan pula perangkat dokumentasi terbaikmu agar bisa mengabadikannya sebagai wujud kesyukuran. Indonesia itu indah, Ayo ke Samalona! Ayo ke Makassar! Ayo ke Sulsel!






Oleh : Mohamad Khaidir

Tuesday, September 24, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (7)

Selamat datang di Kota Bulukumba Sulawesi Selatan! Selain terkenal dengan Pantai Tanjung Bira dan Tebing Apparalang, Bulukumba masih menyimpan keindahan alam lain yang akan kita ulas pada kesempatan yang lain. Tapi pada kesempatan kali ini, kita akan melanjutkan narasi Pemuda 1000 Masjid, memang bila membicarakan pemuda, maka yang akan kita bicarakan adalah idealisme dan semangat sang pemuda.

Dari Kota Makassar menuju Kota Bulukumba memakan waktu sekitar 3-4 jam perjalanan darat. Jalan yang dilintasi pun mulus, saking mulusnya kita harus berhati-hati karena kendaraan yang melintas umumnya memacu lajunya secepat mungkin. Saat pertama kali menuju Bulukumba, sang pemuda belum punya gambaran sama sekali mengenai Bulukumba, berapa jam menuju kesana, dan seperti apa kondisi di tempat tersebut, maklum saja, ia hanya pemuda kurus tak terurus yang lebih senang mengunjungi masjid.

Suatu kegiatan berkemah akan diikuti oleh sang pemuda ceking ini, kegiatan berkemah sekaligus pengembangan diri, sangat sayang untuk dilewatkan. Saat itu juga, sang penuda belum tahu bahwa menuju Bulukumba akan melewati 4 Kabupaten sekaligus. Kabupaten Gowa, Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto, dan Kabupaten Bantaeng. Saat berada di Kota Bantaeng, pemuda kurus itu merasa kagum dengan jalan-jalan porosnya yang bersih serta penataan kotanya yang rapi. Pembangunan sarana prasarana publik juga turut menjadi perhatian sang pemuda, karena salah satu ukuran kepuasan masyarakat terhadap pemerintahan adalah optimalnya pembangunan sarana publik.

Dari Kota Bantaeng menuju Kota Bulukumba hanya sekitar 30 menit saja. Jalanannya mulus, cukup banyak rumah di jalan poros Bantaeng - Bulukumba. Sepanjang jalan poros Bantaeng - Bulukumba kita juga akan menyaksikan pemandangan sawah hijau, kebun jagung yang luas, padang rumput yang keren, gunung biru yang indah, serta pemandangan pantai beserta kegiatan para nelayan. Sangat sayang untuk dilewatkan, sayang bila kita tak menikmatinya.

Sebelum masuk Kota Bantaeng, kita juga akan menyaksikan Pantai Marina Bantaeng, sebuah tempat wisata yang juga tak kalah indah. Gerbang masuk Kota Bulukumba sudah terlihat, padatnya pemukiman penduduk menjadi penanda. Tibalah sang pemuda di Kota Bulukumba, dan tempat yang pertama disinggahi adalah masjid, mengapa masjid? Memang sang pemuda tak ingin jauh-jauh dari masjid dimanapun ia berada.




Islamic Center Dato Tiro Bulukumba, masjid yang sangat besar dan megah. Dato Tiro adalah salah satu nama tokoh penting di Bulukumba, sehingga nama Beliau dinobatkan untuk menjadi nama tempat yang juga vital bagi masyarakat Bulukumba. Islamic Center Dato Tiro Bulukumba juga memiliki ciri khas bangunan yang sepertinya belum tertandingi, kolaborasi berbagai macam warna pada ornamen-ornamen uniknya, kubah utama dan kubah pendukungnya yang berwarna dasar biru, pada bagian depan juga ada warna emas dan warna kuning berpadu indah dengan warna lainnya. Sang Pemuda 1000 Masjid tak ingin melewatkan momentum ini, ia berfoto, juga melakukan perenungan-perenungan mendalam, bahwa setiap jiwa memang merindukan kebaikan. Bila masjid adalah tempat yang penuh dengan keberkahan dan kebaikan, maka tak salah kan bila sang pemuda merindunya?



Oleh : Mohamad Khaidir

Monday, September 23, 2019

Monumen Persaudaraan, Nosarara Nosabatutu

Nosarara Nosabatutu, Bersama kita bersaudara, bersama kita bersatu, menjadi pilihan nama untuk penamaan sebuah monumen tinggi dan indah di bagian timur Kota Palu Sulawesi Tengah. Dari Kota Palu, kita melintas Jalan Sisingamaraja terus ke arah utara, perempatan pertama kita tetap mengambil jalan lurus, seperti jalan tol, Jalan Soekarno-Hatta nama jalan tersebut.

Mulai dari Jalan Soekarno-Hatta, jalan mulai naik turun, tetapi dominan naik, melewati bukit-bukit, melewati Bukit Jabal Nur, melewati  Gedung Besar milik Polda Sulteng. Sesudah itu ada pertigaan, ada penunjuk jalannya, tetapi kita mengambil jalan memutar terlebih dahulu. Jalannya berkelok-kelok, tak terlalu lebar, masih aspal kasar, di pinggirnya semak-semak berduri, juga bukit-bukit hijau yang indah. Terus mendaki hingga ke pintu gerbang untuk membayar uang masuk terlebih dahulu.

Monumen Nosarara Nosabatutu begitu indah dan memukau dari dekat, begitu pula dari kejauhan. Berwarna putih, berkombinasi dengan warna merah, emas, dan hitam. Ada tangga-tangga yang kita harus waspada meniti tangga tersebut. Ada pula spot foto-foto yang disiapkan oleh pengelola, juga ada Gong Perdamaian. Dari puncak Monumen Nosarara Nosabatutu, Kota Palu tampak jelas 3 dimensi, peguningan yang berwarna biru, lembah hijau dan perumahan padat penduduk, serta laut biru dan teluk Palu yang indah di pandang mata.



Persaudaraan adalah sesuatu yang sangat penting bagi bangsa kita yang heterogen, maka jalan-jalan produktif kali ini juga untuk menggali nilai-nilai persaudaraan. Persaudaraan bukan hal yang mudah, ketika sumpah pemuda pada 28 Oktober 1928, para pemuda dari berbagai latar belakang suku dan  organisasi sepakat untuk bersaudara, sepakat untuk menyebut identitas baru, yaitu Indonesia. Persaudaraan ini yang harus terus kita rawat dan kita jaga, mengunjungi Monumen Nosarara Nosabatutu juga adalah bagian jalan-jalan sekaligus merenungi semangat persaudaraan itu.



Udara yang begitu segar di ketinggian, panorama awan-awan yang berpindah, awan hujan berpindah dari satu tempat ke tempat lain, terlihat jelas dari Kompleks Monumen Nosarara Nosabatutu. Bagian barat juga diliputi oleh pegunungan beserta bukit-bukit hijau, biasanya tempat ini juga dijadikan sebagai rute long march, berjalan dari Kota Palu menuju puncak jaraknya cukup jauh dan menantang, tetapi pada umumnya para petualang sangat menikmatinya. Terlihat jelas juga di bagian utara salah satu kampus negeri kebanggaan Sulawesi Tengah.



Kompleks monumen ini juga menyediakan kafe, tak perlu takut kelaparan, tersedia berbagai macam minuman, makanan berat, dan makanan ringan. Taman-taman di dekat kafe tertata rapi beserta kolamnya. Anda harus jalan-jalan kesini untuk menyaksikan keindahan alam, merasakan semangat persaudaraan sebagaimana filosofi nama monumen tersebut. Ajaklah sejenak keluarga untuk berjalan-jalan ke Monumen Nosarara Nosabatutu, ajak pula sahabat, teman-teman, kerabat, handai taulan, agar bisa menikmati keindahan Ibu Kota Bumi Tadulako. Ayo ke Palu! Ayo ke Sulteng!





Oleh : Mohamad Khaidir

Sunday, September 22, 2019

Ayo ke Puncak Battoa Bone!

Jalan-jalan ke Bone? Pasti seru, apalagi bila temanya adalah jalan-jalan produktif, mari kita ke Puncak Battoa Desa Cingkang Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Salah satu tempat yang harus kamu kunjungi bila mampir ke Kota Bone. Dari Kota Makassar, normalnya 3-4 jam perjalanan darat menuju Kota Bone Sulawesi Selatan. Anda cukup lewat jalan poros Camba Maros saja agar cepat sampai, rest area pun tersedia cukup banyak, dibalut pemandangan alam yang indah sepanjang perjalanan.

Memasuki Kota Bone Sulawesi Selatan, kita disambut dengan gerbang bertuliskan "Selamat Datang di Kota Beradat..", gerbangnya besar, berwarna hijau, dan berbentuk songkok To'Bone di atasnya. Memasuki Terminal Petta Ponggawae Kota Bone, di depan terminal ini ada sebuah taman dan tugu yang besar dan khas bertuliskan "Kota Kelahiran JK", lurus hingga lampu lalu lintas pertama lalu kita belok kanan ke arah Desa Panyili Kecamatan Palakka. 

Agar tak tersesat, kami sarankan mengaktifkan google maps lalu ketik "Puncak Battoa". Dari Desa Panyili kita lurus lagi sampai masuk ke Kecamatan Barebbo, gerbang masuk Kecamatan Barebbo terbuat dari besi, pinggirannya bagai besi yang di anyam berwarna hitam. Tak jauh dari gerbang tersebut, kita berbelok kanan di sebuah perempatan kecil, di perempatan tersebut ada penanda jalan bertuliskan Desa Bacu. Ikuti jalan poros ini, agak sedikit berliku, kita ikuti saja sampai mendapati sebuah Sekolah Dasar di Desa Bacu, belok kanan setelah SD ini, jalanan mulai tak mulus.

Ikuti jalan poros ini, sambil menikmati pemandangan yang ada, jalan menuju Puncak Battoa cukup menantang. Swadaya Pemuda, Masyarakat, dan Pemerintah Desa Cingkang, Puncak Battoa disulap menjadi tempat wisata yang instagramable. Tetapi untuk sampai ke atas, anda harus menyiapkan stamina yang cukup untuk mendaki, mendaki anak tangga menuju ke Puncak Battoa. Sesampainya di atas, kita bisa menyaksikan bukit-bukit di desa tetangga, bukit-bukit hijau yang masih sangat alami. Bentangan sawah hijau, birunya langit, awan putih, padang rumput yang luas, kebun-kebun, betapa indahnya Puncak Battoa.


Dari Puncak Battoa kita juga bisa menyaksikan sebagian Kota Bone beserta pantai dan lautnya, buat kamu penggila petualangan, wajib jalan-jalan kesini. Penduduk setempat juga sangat ramah, mari jalan-jalan kesini, ke Puncak Battoa, Desa Cingkang, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Ayo ke Bone! Ayo ke Sulsel!


Oleh : Mohamad Khaidir

Saturday, September 21, 2019

Sang Pemuda 1000 Masjid (6)

Beras-beras sudah di atur sedemikian rupa, dipaketkan dengan mie instan, dipaketkan dengan telur, dan bahan-bahan pokok lainnya. Pakaian-pakaian layak pakai juga sudah tertata rapi dan siap untuk diangkut. Sekelompok pemuda-pemuda pecinta Mushollah telah berseragam lengkap dan siap berangkat, bersiap menuju tempat tujuan untuk melaksanakan bakti sosial. Seorang pemuda kurus ingusan sungguh tak menyangka ia dipilih sebagai ketua panitia kegiatan tersebut.

Mobil-mobil dan puluhan motor pun berangkat dengan sebuah misi mulia, setelah sebelumnya bergelut di kampus, menghimpun bantuan dari seluruh civitas kampus, bergerak bersama untuk melakukan kebaikan. Lokasi yang dituju adalah Desa Towale Kabupaten Donggala. Beberapa pekan yang lalu desa ini sudah dikunjungi oleh sebagian senior untuk melakukan Survey. Dari Kota Palu menuju Kota Donggala Sulawesi Tengah memakan waktu sekitar 30-40 menit, jalanan cukup mulus melewati pesisir. Pemandangan yang akan kita saksikan berupa pantai dan keindahannya.

Kota Donggala dulunya adalah Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, mungkin karena di zaman dulu perdagangan di pelabuhannya sangat maju. Sebelum masuk Kota Donggala, kita akan menyaksikan anjungan pantai yang beberapa tahun ke depan akan ramai pedagang kaki lima dan pengunjung. Dari Kota Donggala sekitar 40 menit lagi tiba di Desa Towale Kabupaten Donggala. Akhirnya rombongan pemuda pencinta mushollah ini tiba di Desa Towale untuk menyalurkan bantuan. Terlebih dahulu bertemu dengan pihak-pihak yang berwenang agar kegiatan berjalan dengan lancar, aparat desa setempat. Dan tentunya di awali dengan seremonial di masjid. Mengapa masjid? Ya, masjid menjadi pilihan utama, sebab para pemuda ini berlatar belakang organisasi pencinta mushollah.

Sang pemuda 1000 masjid yang ikut dalam rombongan masih begitu lugu, karena statusnya sebagai mahasiswa baru, sangat baru dalam hal organisasi, sangat baru dalam hal kegiatan, sangat baru dalam dinamika pergerakan mahasiswa. Masjid Desa Towale menjadi saksi betapa para pemuda pencinta mushollah yang masih berstatus sebagai mahasiswa baru, begitu gugup dan kaku berkegiatan, maklum sebagian besar dari mereka baru bisa mengaktualisasikan dirinya di organisasi kemahasiswaan.



Kegiatan berlangsung lancar, setelah pembukaan di Masjid Desa Towale, para pemuda ini menyebar mendistribusikan bantuan langsung kerumah warga yang telah terdata. Semua bermula dari masjid, pengumpulan bantuan di kampus dilakukan di masjid, rapat panitia pelaksana kegiatan juga dilakukan di masjid, pembimbingan pelaksanaan kegiatan juga dilakukan di masjid, pembukaan kegiatan secara seremonial juga dilakukan di masjid, tempat berkumpul favorit para pemuda ini juga di masjid. Dari masjid kebaikan bermula,  dari masjid kebaikan tersebar. Tak ada ruginya bila kita mengunjungi masjid, jadi mumpung masih muda ayo kunjungi sebanyak-banyaknya masjid ya. Agar kebaikan akan terus bersama kita, teruslah membersamai orang-orang baik di masjid, teruslah mengunjungi masjid.




Oleh : Mohamad Khaidir

TENTANG CYBER WAR

Artificial intelegent dan kemajuan teknologi mengubah wajah dunia! Apalagi jika suatu negara sangat memperhitungkan bioteknologi yang mutakh...